Yang dimaksud dengan tauhid sifat adalah bahwa sifat Tuhan adalah identik dengan Zat-Nya. Artinya apabila kita berkata Tuhan itu Alim hal itu tidak bermakna bahwa Zat Tuhan berbeda dan ilmu-Nya juga berbeda, melainkan maknanya adalah bahwa Tuhan itu adalah identik dengan ilmu-Nya. Demikian juga tatkala dikatakan bahwa Tuhan itu berkuasa dan hidup hal itu tidak berkmakna bahwa berkuasa dan hidup-Nya terpisah dari Zat-Nya, melainkan maknanya adalah bahwa Zat-Nya adalah identik dengan kudrat dan hayat (hidup); karena apabila tidak demikian adanya maka konsekuensinya adalah bahwa Tuhan terangkap dari dua bagian (zat dan sifat) rangkapan dan rangkapan meniscayakan adanya kebutuhan dan keperluan, adanya kebutuhan tidak sejalan dengan Tuhan yang harus kaya (ghani) dan tidak membutuhkan dari segala dimensi.
Dengan kata lain, tatkala kita berkata bahwa Tuhan itu muncul dari rangkapan “zat” dan “sifat” maka dalam hal ini bentuk Tuhan akan berangkap dan entitas yang berangkap membutuhkan pada bagian-bagiannya; artinya apabila salah satu bagiannya tidak ada maka Tuhan tidak akan ada.
Di sinilah para teolog berkata berdasarkan pada argumen filsafat: Zat Tuhan adalah identic (‘ain) dengan sifat-Nya. Zat-Nya adalah Ilmu, Kudrah dan Hayat itu sendiri demikian juga dengan sifat-sifat zat lainnya. Lantaran Zat Tuhan adalah identik dengan sifat-Nya, maka masing-masing dari sifat-Nya adalah identik dengan sifat-sifat lainnya. Artinya hakikat ilmu-Nya bukan selain Kudrah-Nya sehingga kita berkata, sebagian Zat-Nya terbentuk dari Ilmu dan sebagian lainnya dari Kudrahnya. Melainkan seluruh Zat-Nya adalah Ilmu, Kudrah dan sifat-sifat Zat-Nya yang lain. Dan juga sifat-Nya adalah identik antara satu dengan yang lain; lantaran apabila tidak demikian adanya, maka masalah rangkapan zat dari dua bagian (seperti ilmu dan kudrat) akan muncul dan rangkapan sebagaimana yang telah disebutkan tidak selaras dan sejalan dengan posisi Tuhan sebagai Tuhan.[1] [IQuest]
Indeks Terkait:
Bagian-bagian dan Tingkatan Tauhid, Pertanyaan No. 1913 (Site: 3445)