Mencermati dua masalah dari risalah-risalah amaliah para marja taklid dapat membantu Anda menemukan solusi dan jawaban atas pertanyaan Anda:
1. Dalam masalah mandi irtimâsi apabila dilaksanakan dengan niat mandi itrimasi kemudian secara perlahan turun ke air (kolam) sampai seluruh badan terendam air maka mandinya sah[1] dan mengikut prinsip kehati-hatian (ihtiyath) ia sekali waktu (menyeburkan) membenamkan dirinya dalam air.
2. Dalam masalah mandi irtimâsi apabila seluruh badan terendam air[2] dan kemudian setelah niat mandi ia menggerakan badan maka mandinya sah.[3]
Karena itu, apabila pakaian (atau celana) renang tidak menghalangi sampainya air ke badan, maka mandi sah. Namun apabila pakaian (atau celana tersebut) menghalangi sampainya air ke badan maka mandi batal.
Namun, apabila pakaian renang ketat menempel pada badan, dan apabila jenis pakaian renang itu menghalangi sampainya air ke badan, maka ia dapat dengan memisahkan pakaian renang itu dari badan, kemudian secara perlahan menyiram seluruh anggota badan dengan air atau menyelam dan kemudian dengan berniat mandi, ia menggerakan badannya.
Perlu Anda cermati bahwa hanya menyebutkan pandangan dan fatwa Imam Khomeini pada teks jawaban ini dan fatwa sebagian juris dan fakih kami sertakan pada catatan kaki. [iQuest]
[1]. Ayatullah Bahjat: Dan mengikut prinsip ihtiyâth bahwa tatkala pertama kali turun ke air ia harus berniat mandi dengan sesuatu yang membuat mandi irtimâsi teralisir. Dan mengikut pendapat yang lebih kuat niat (dilakukan) tatkala seluruh badan terendam dalam air.
Ayatullah Gulpaigani, Ayatullah Khui, Ayatullah Tabrizi, Ayatullah Shafi dan Ayatullah Zanjani: Dalam mandi irtimâsi (harus dilakukan serentak) dan seluruh badan terendam (dalam air). Karena itu, apabila ia berniat mandi irtimâsi dan berendam dalam air apabila kakinya masih menjejak di atas kolam maka ia harus mengangkat kakinya dari kolam (supaya terkena air tatkala telah berniat mandi irtimâsi)
Ayatullah Araki, Ayatullah Fadhil: Dalam mandi irtimâsi, air secara serentak membasahi seluruh badan. Karena itu, apabila ia berniat mandi irtimâsi secara serentak atau secara perlahan-lahan turun ke air sehingga seluruh badannya terendam dalam air maka mandinya sah.
Ayatullah Siistani: Mandi irtimâsi dilakukan dengan dua cara: Secara serentak dan secara perlahan. Dalam mandi irtimâsi secara serentak, air harus secara serentak membasahi seluruh badan, namun tidak menjadi ukuran sebelum memulai mandi seluruh badan berada di luar air melainkan mencukupi seukuran badan berada di luar air dan kemudian dengan niat mandi ia berendam dalam air. Dalam mandi irtimâsi secara perlahan, badan harus diturun ke air dengan niat mandi secara perlahan dengan menjaga kesatuan urf dan dalam bagian ini setiap anggota badan harus berada di luar air sebelum dimandikan.
Ayatullah Makarim: Mandi irtimâsi adalah mandi yang setelah niat, seluruh badan secara serentak harus terendam air, terlepas apakah berada di kolam air dan kolam renang atau berada di bawah guyuran pancuran air, sehingga seluruh badan sekali terkena air. Namun mandi irtimâsi tidak mungkin dilakukan di bawah shower biasa. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 219, Masalah 367.
[2]. Ayatullah Araki: Dan berniat mandi telah mencukupi dan badan tidak perlu digerakkan.
[3]. Ayatullah Fadhil: Namun mengikut prinsip ihtiyâth (kehati-hatian) mustahab badan lebih dominan di luar air dan kemudian setelah niat ia berendam di bawah air.
Ayatullah Siistani: Silahkan merujuk pada masalah 367.
Ayatullah Gulpaigani: Dalam mandi irtimâsi tidak diwajibkan berniat tatkala seukuran badan masih berada di luar air, bahkan telah memadai (baginya) sekiranya seluruh anggota badan telah berada di bawah air, kemudian ia berniat dan menggerakkan badannya.
Ayatullah Khui, Ayatullah Tabrizi: Dalam mandi irtimâsi, sesuai dengan ihtiyâth wajib, (mukallaf) harus berniat tatkala sebagian anggota badan (masih) berada di luar air.
Ayatullah Zanjani: Dalam mandi irtimâsi, sesuai dengan ihtiyâth mustahab, (mukallaf) harus berniat tatkala sebagian anggota badan (masih) berada di luar air. Dan telah memadai apabila tatkala berada di dalam air, ia menggerakkan badan dengan niat melakukan mandi irtimâsi sehingga air baru mengenai badan atau dengan gerakan air itu sendiri, air baru mengenai badan, kemudian berniat melakukan mandi irtimâsi. Meski berseberangan dengan ihtiyâth mustahab.
Ayatullah Makarim: Telah mencukupi bilamana sebagian anggota badan berada di luar air dan berniat melakukan mandi irtimâsi kemudian berendam di air. Namun bermasalah (isykâl) apabila seluruh badan telah berada di bawah air kemudian ia gerakakan.
Ayatullah Shafi: Dalam mandi irtimâsi, mengikut prinsip ihtiyâth, ia harus berniat tatkala sebagian anggota badan (masih) berada di luar air.
Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 219, Masalah 368.
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban detil.