Apabila sebuah tempat seperti apa yang disebutkan dalam pertanyaan di atas ternodai najis, maka menyucikannya dengan menggunakan kain tidak mungkin dapat dilakukan. Satu-satunya cara untuk menyucikan barang-barang tersebut adalah dengan mencucinya dan membasuh dengan air (qalil, kurr dan mengalir).[1]
Hal itu dapat dilakukan dengan cara seperti ini bahwa setelah menyingkirkan benda najis itu sendiri (ain najasah) dengan menggunakan kain atau semisalnya, mencucinya sekali dengan air kurr atau air mengalir telah mencukupi.
Namun dalam menyucikan tempat itu dengan menggunakan air qalil apabila najis tersebut adalah air seni, maka sekiranya telah dialirkan air qalil di atasnya sekali sehingga najis tersebut terpisah dari tempat tersebut kemudian sekali lagi air dialirkan di atasnya maka barang tersebut akan menjadi suci.[2]
Namun apabila sesuatu ternodai najis dengan selain air seni, apabila benda najisnya telah disingkirkan, kemudian air sekali dialirkan di atasnya dan najis tersebut terpisah darinya, maka tempat itu akan menjadi suci. Meski lebih baik dicuci dua kali apabila menggunakan air qalil.[3]
Benar bahwa apabila tidak memungkinkan mencuci tempat yang ternoda najis, Anda harus, bagaimanapun caranya, menempelkan sesuatu di atasnya sehingga sesuatu tidak terkena najis akibat bersentuhan dengannya.[4] Apabila benda yang bersentuhan dengan tempat najis tersebut juga terkena najis maka cukup benda yang telah ternodai najis tersebut dicuci. [iQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa indeks terkait sebagai berikut:
1. Indeks: Menyucikan Sesuatu Yang Ternodai Najis, Pertanyaan No. 1073 (Site: 1230)
2. Indeks: Air Ghusala Yang Telah Menjadi Najis, Pertanyaan 11633 (Site: 12563).
3. Indeks: Menyucikan Lantai Najis dengan Kain Basah, Pertanyaan 3904 (Site: 4184)
[1]. Karena di antara hal-hal yang mensucikan (muthahhirât) selain air yang telah dijelaskan, hanya sinar matahari yang dapat digunakan sebagai penyuci hal-hal yang telah dimungkinkan itupun dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam Risalah-risalah Amaliah (Tuntutan Praktis Fikih), tidak dapat dijadikan sebagai penyuci barang-barang seperti ini. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 118.
[2]. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 105, Masalah 160.
[3]. Ibid, hal. 106, Masalah 162.
[4]. Untuk telaah lebih jauh tentang bagaimana sesuatu yang najis menajiskan barang-barang lainnya, silahkan lihat Indeks: Pindahnya Najis dari Sesuatu yang Ternoda Najis, Pertanyaan No. 1769.