A. Katakanlah istihâdhanya adalah istihâdha medium (mutawassith) apakah ia harus mandi untuk mengerjakan salat-salat yang ditinggalkan semenjak hari kedepalan dan seterusnya?
B. Apabila setelah suci ia ingin mengerjakan salat-salat qadhâ yang ditinggalkan pada masa istihâdha apakah ia juga harus meng-qadhâ mandinya?
C. Mengingat bahwa sebelum satu salat yang ditinggalkan karena istihâdha medium (mutawassith) ia harus mandi masa bermulanya istihâdha pada hari ketujuh sebelum salat Maghrib dan Isya atau sebelum salat Subuh hari kedelapan (dengan memperhatikan adatnya adalah tujuh hari pada dua waktu [salat Magrib dan Subuh] terdapat kemungkinan selesai yaitu selesainya masa istihâdha tidak jelas apakah sebelum salat Magrib atau salat Subuh)?
D. Apabila ia mengira bahwa ia mengalami istihâdha banyak (katsirah) dan mandi dengan niat istihâdha katsirah kemudian tahu bahwa istihâdha-nya istihâdha sedikit (qalilah) apakah mandi wajibh yang ia lakukan dengan niat istihâdha katsirah itu telah memadai baginya?
Pertanyaan-pertanyaan Anda telah kami ajukan kepada kantor-kantor marja agung taklid dan menerima jawaban dari mereka sebagaimana berikut ini:
Kantor Ayatullah Agung Imam Khamenei (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Jawaban A: Mandi harus dilaksanakan bagi salat pertama yang ingin dikerjakan.
Jawaban B: Telah jelas pada jawaban sebelumnya.
Jawaban C: Ia harus menghitungnya semenjak salat Magrib dan Isya.
Kantor Ayatullah Agung Siistani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Jawaban A: Yang dihitung hingga sepuluh hari darahnya adalah haidh namun apabila darahnya berlanjut hingga lebih dari sepuluh hari maka 7 hari adalah adat haidh dan selebihnya adalah istihâdha.
Jawaban B: Setelah mandi haidh ia dapat mengerjakan salat-salat qadhâ[1] dan adâ[2] dengan mandi tersebut. Dengan mencermati jawaban ini maka jawaban atas pertanyaan-pertanyaan (setelahnya) Anda juga menjadi jelas.
Kantor Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Jawaban A: Mandi yang dilakukan untuk mengerjakan salat-salat adâ telah memadai.
Jawaban B: Mandi tidak memiliki qadhâ dan setelah suci ia tidak perlu mengulang (qadhâ ) mandi untuk salat-salat qadhâ kecuali mandi untuk mengerjakan salat-salat ada.
Jawaban C: Ia menghitung semenjak adat bermula hingga waktu 7 hari dan mengerjakan ulang (qadhâ ) salat-salat setelah itu (waktu 7 hari) dan bermulanya adat ia hitung tatkala yakin terhadap terjadinya adat.
Jawaban D: Istihâdha qalilah (sedikit) tidak perlu mandi.
Kantor Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Jawaban A dan B: Kami tidak yakin terhadap istihâdha medium (mutawassith). Menurut hemat kami, istihâdha itu (hanya) ada dua: Istihâdha qalilah (sedikit) atau istihâdha katsirah (banyak). Apabila ia melihat darah lewat dari sepuluh hari seperti pada bulan-bulan sebelumnya (maka kondisi tersebut) ia jadikan sebagai adat bulanannya (haidh). Selebihnya dihukumi istihâdha. Apabila tidak melewati sepuluh hari maka seluruhnya dihitung sebagai haidh.
Jawaban D: Istihâdha qalilah (sedikit) tidak perlu mandi.