Kode Site
id21727
Kode Pernyataan Privasi
28018
Ringkasan Pertanyaan
Apa pendapat Syiah tentang riwayat yang menyatakan bahwa sepeninggal sepeninggal Rasulullah saw kekhalifahan berlangsung selama 30 tahun dan jumlah khalifah serta raja adalah 12 orang?
Pertanyaan
Tolong jelaskan pendapat Syiah tentang riwayat yang berbunyi: Kekhilafahan akan berlangsung selama 30 tahun (setelah itu) para penguasa Muslim adalah raja dan jumlah seluruh khalifah dan raja adalah 12 orang? (mengisyarahkan riwayat 12 khalifah yang disebutkan dalam kitab-kitab terpercaya Ahlusunnah)
Jawaban Global
Riwayat pertama yang berbunyi: Di tengah-tengah umatku akan berlangsung kekhalifahan selama 30 tahun dan setelah itu akan berubah menjadi kerajaan,[1] dapat dikaji dari kedua segi baik teks maupun sanad riwayatnya:
A. Kajian dari segi sanad: Pertama: hadis ini hanya diriwayatkan dari nabi Muhammad saw oleh Safinah, yang merupakan salah satu dari para sahabat, yang nama aslinya adalah Mahran bin Forugh, dan sebagian ulama menyatakan bahwa namanya adalah Najran atau Ruman.[2] Oleh karena itu hadis tersebut termasuk khabar wâhid yang tidak bisa memberikan kita kepastian akan kebenarannya.
Kedua: di tingkatan kedua dari sanad riwayat tersebut ada yang bernama Sa’id bin Jamhan Aslami, yang meski sebagian dari ulama Ahlu Sunah menganggapnya tsiqah,[3] namun orang itu mendapat banyak kritikan dari sebagian ulama lainnya. Dikatakan tentangnya bahwa hadis darinya hanya tertulis begitu saja tanpa bisa digunakan sebagai dalil.[4] Begitu pula Abu ‘Abid Ajari menukil dari Abi Dawud: Sebagian ulama menyebutnya dha’if (lemah).[5] Selain itu, hanya ada Sa’id bin Jamhan ini saja di dalam tingkatan sanad riwayat tersebut, yang dengan demikian hadis itu tergolong khabar wâhid.
B. Teks riwayat: Jika kita perhatikan teks riwayat tersebut secara seksama, kita bakal menemukan beberapa masalah yang membuat kita sulit untuk menerimanya:
1. Di sebagian kitab-kitab riwayat Ahlusunnah, di akhir riwayat tersebut dijelaskan: “Jumlah para khalifah dan raja-raja setelah mereka ada dua belas orang.”[6] Sedangkan ada banyak orang yang lebih jumlahnya dari angka yang disebut yang telah menjadi raja. Yakni riwayat tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, dan hal itu menjadi bukti palsunya riwayat tersebut.
2. Dalam penukilan lain riwayat di atas dengan silsilah sanad yang sama, ada penggalan lebih di awal riwayat. Safinah di awal riwayat mengatakan: Rasulullah saw usai shalat subuh bertanya kepada para sahabat: “Siapa di antara kalian yang telah bermimpi semalam?” Seseorang berkata: “Aku bermimpi ada sebuah timbangan diturunkan dari langit. Aku diletakkan di satu sisi timbangan dan Abu Bakar di sisi lainnya, kemudian aku melihat aku lebih berat dari Abu Bakar.”[7] Penggalan riwayat ini menggambarkan bahwa ada orang lain yang lebih baik dan lebih utama dari Abu Bakar, padahal itu sama sekali tidak sesuai dengan keyakinan Ahlusunnah. Jadi riwayat ini susah diterima oleh kalangan Ahlusunnah sekalipun.
3. Teks hadis itu bertentangan dengan teks hadis lain dari kalangan Ahlu Sunah yang menjelaskan bahwa jumlah khaliah setelah nabi adalah 12 orang.[8] Oleh karenanya sebagian ulama Ahlu Sunah berusaha untuk menyatukan dua riwayat itu, dan mereka berkata: tidak harus dua khalifah itu silih berganti satu sama lain secara berurutan. Kemudian mereka menyebut para penguasa dan raja-raja Bani Umayah dan Bani Abbasiah termasuk dua belas khalifah tersebut.[9] Dengan apa yang mereka lakukan itu, maka orang-orang yang berkuasa setelah seratus tahun sepeninggal nabi dianggap khalifah nabi. Padahal riwayat pertama menyatakan: setelah tiga puluh tahun kekhalifahan berubah menjadi kerajaan, dan setelah itu tidak ada lagi khalifah dan kekhalifahan. Jadi hal itu bertentangan dengan riwayat pertama.
Kesimpulannya, riwayat pertama dan kedua bertentangan, sedangkan riwayat kedua lebih dapat didahulukan daripada riwayat pertama; karena tidak seperti riwayat pertama yang di tingkat pertama dan tingkat kedua silsilah sanadnya hanya ada satu orang, riwayat kedua ada dua orang di tingkat pertama silsilah sanadnya; yakni ada dua orang yang meriwayatkan hadis tersebut dari Nabi Muhammad saw, mereka adalah Abdul Malik bin ‘Amir[10] dan Jabir bin Samrah.[11] Berbeda dengan riwayat pertama yang mana sanadnya lemah, perwai riwayat ini (dua belas khalifah) terpercaya (muwatssaq), dan diakui oleh banyak ulama Ahlu Sunah secara sepakat.[12] [iQuest]
A. Kajian dari segi sanad: Pertama: hadis ini hanya diriwayatkan dari nabi Muhammad saw oleh Safinah, yang merupakan salah satu dari para sahabat, yang nama aslinya adalah Mahran bin Forugh, dan sebagian ulama menyatakan bahwa namanya adalah Najran atau Ruman.[2] Oleh karena itu hadis tersebut termasuk khabar wâhid yang tidak bisa memberikan kita kepastian akan kebenarannya.
Kedua: di tingkatan kedua dari sanad riwayat tersebut ada yang bernama Sa’id bin Jamhan Aslami, yang meski sebagian dari ulama Ahlu Sunah menganggapnya tsiqah,[3] namun orang itu mendapat banyak kritikan dari sebagian ulama lainnya. Dikatakan tentangnya bahwa hadis darinya hanya tertulis begitu saja tanpa bisa digunakan sebagai dalil.[4] Begitu pula Abu ‘Abid Ajari menukil dari Abi Dawud: Sebagian ulama menyebutnya dha’if (lemah).[5] Selain itu, hanya ada Sa’id bin Jamhan ini saja di dalam tingkatan sanad riwayat tersebut, yang dengan demikian hadis itu tergolong khabar wâhid.
B. Teks riwayat: Jika kita perhatikan teks riwayat tersebut secara seksama, kita bakal menemukan beberapa masalah yang membuat kita sulit untuk menerimanya:
1. Di sebagian kitab-kitab riwayat Ahlusunnah, di akhir riwayat tersebut dijelaskan: “Jumlah para khalifah dan raja-raja setelah mereka ada dua belas orang.”[6] Sedangkan ada banyak orang yang lebih jumlahnya dari angka yang disebut yang telah menjadi raja. Yakni riwayat tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, dan hal itu menjadi bukti palsunya riwayat tersebut.
2. Dalam penukilan lain riwayat di atas dengan silsilah sanad yang sama, ada penggalan lebih di awal riwayat. Safinah di awal riwayat mengatakan: Rasulullah saw usai shalat subuh bertanya kepada para sahabat: “Siapa di antara kalian yang telah bermimpi semalam?” Seseorang berkata: “Aku bermimpi ada sebuah timbangan diturunkan dari langit. Aku diletakkan di satu sisi timbangan dan Abu Bakar di sisi lainnya, kemudian aku melihat aku lebih berat dari Abu Bakar.”[7] Penggalan riwayat ini menggambarkan bahwa ada orang lain yang lebih baik dan lebih utama dari Abu Bakar, padahal itu sama sekali tidak sesuai dengan keyakinan Ahlusunnah. Jadi riwayat ini susah diterima oleh kalangan Ahlusunnah sekalipun.
3. Teks hadis itu bertentangan dengan teks hadis lain dari kalangan Ahlu Sunah yang menjelaskan bahwa jumlah khaliah setelah nabi adalah 12 orang.[8] Oleh karenanya sebagian ulama Ahlu Sunah berusaha untuk menyatukan dua riwayat itu, dan mereka berkata: tidak harus dua khalifah itu silih berganti satu sama lain secara berurutan. Kemudian mereka menyebut para penguasa dan raja-raja Bani Umayah dan Bani Abbasiah termasuk dua belas khalifah tersebut.[9] Dengan apa yang mereka lakukan itu, maka orang-orang yang berkuasa setelah seratus tahun sepeninggal nabi dianggap khalifah nabi. Padahal riwayat pertama menyatakan: setelah tiga puluh tahun kekhalifahan berubah menjadi kerajaan, dan setelah itu tidak ada lagi khalifah dan kekhalifahan. Jadi hal itu bertentangan dengan riwayat pertama.
Kesimpulannya, riwayat pertama dan kedua bertentangan, sedangkan riwayat kedua lebih dapat didahulukan daripada riwayat pertama; karena tidak seperti riwayat pertama yang di tingkat pertama dan tingkat kedua silsilah sanadnya hanya ada satu orang, riwayat kedua ada dua orang di tingkat pertama silsilah sanadnya; yakni ada dua orang yang meriwayatkan hadis tersebut dari Nabi Muhammad saw, mereka adalah Abdul Malik bin ‘Amir[10] dan Jabir bin Samrah.[11] Berbeda dengan riwayat pertama yang mana sanadnya lemah, perwai riwayat ini (dua belas khalifah) terpercaya (muwatssaq), dan diakui oleh banyak ulama Ahlu Sunah secara sepakat.[12] [iQuest]
[1]. Nasa’i, Ahmad bin Syu’aib, al-Sunan al-Kubrâ, Riset oleh Shalbi, Hasan Abdul Mun’im, jil. 7, hal. 313, Muasasah Al-Risalah, Beirut, Cetakan Pertama, 1421 H.Q.
[2]. Mazi, Yusuf bin Zaki, Tahdzib al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl, Riset oleh Ma’ruf, Bashar ‘Iwad, jil. 11, hal. 205, Muasasah Al-Risalah, Beirut, Cetakan Pertama, 1400 H.Q.
[3]. Muhammad bin Habban, al-Tsiqât, Riset oleh Ahmad, Sayid Syarafuddin, jil. 4, hal. 278, Dar Al-Fikr, Beirut, cetakan pertama, 1395 H.Q.
[4]. Razi, Ibnu Abi Hatim, al-Jarh wa al-Ta’dil, jil. 4, hal. 10, Dar Ihya’ Al-Turats Al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Pertama, 1271 H.Q.
[5]. Tahdzib al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl, jil. 10, hal. 377; silahkan rujuk juga: Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad, Man Tukullima fihi wa Huwa Muwatssaqun au Shalihu al-Hadits, hal. 145, Maktabah Al-Madinah, cetakan pertama, 1426 H.Q.; Ibnu Hajar ‘Asqalani, Tahdzib Al-Tadzhib, jil. 14, hal. 72, Dairatul Ma’arif Al-Nadhamiah, India, cetakan pertama, 1326 H.Q.
[6]. Muhammad bin Habban, Shahih Ibnu Habbân, jil. 15, hal. 34, Muasasah Al-Risalah, Beirut, cetakan kedua, 1414 H.Q.
[7]. Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Riset oleh ‘Atha, Musthafa ‘Abdul Qadir, jil. 3, hal. 75, Darul Kutub Al-‘Ilmiah, Beirut, cetakan pertama, 1411 H.Q.
[8]. Muslim bin Al-Hajjaj, Abul Hasan Al-Qushairi Al-Naisaburi, al-Musnad al-Shahih al-Muktashar binaql al-‘Adl ‘an Aal-‘Adl ila Rasulillâh (Shahih Muslim), Riset oleh ‘Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad, jil. 3, hal. 1453, Dar Ihya’ Al-Turats Al-‘Arabi, Beirut.
[9]. Aini, Badruddin, Umdah al-Qâri, jil. 16, hal. 74, Dar Ihya Al-Turats Al-‘Arabi, Beirut.
[10]. Baghawi Syafi’i, Husain bin Mas’ud, Syarh Al-Sunnah, jil. 15, hal. 31, hadis 4237, Al-Maktab Al-Islami, Damisq, Beirut, cetakan kedua, 1403 H.
[11]. Shahih Muslim, jil. 3, hal. 1453.
[12]. Syarh al-Sunnah, hal. 31.