Kode Site
id23482
Kode Pernyataan Privasi
36782
Ringkasan Pertanyaan
Apakah setiap orang yang memakan keju di awal bulan maka hajat dan keperluannya akan terpenuhi?
Pertanyaan
Dalam sebuah hadis disebutkan, “Barangsiapa membiasakan makan keju di awal bulan hampir tidak pernah ditolak apa yang diinginkannya (Mafaatihul Jinan 366).” Pertanyaannya adalah apakah hadis ini ada benarnya. Apakah benar memakan keju di awal bulan maka hajat-hajat manusia akan terpenuhi?
Jawaban Global
Riwayat ini disebutkan oleh Sayid Ibnu Thawus dalam al-Duru’ al-Waqiyah[1] dan setelahnya termaktub dalam Wasail al-Syiah.[2]
Sayid Ibnu Thawus mengutip riwayat ini sebagaimana berikut:
“Saya meriwayatkan dengan sanad saya dari Harun bin Musa Tal’uqbari dan dari Muhammad bin Hamam bin Suhail, dari Muhammad bin Yahya Farisi dari Muhammad bin Yahya Thabari dari Walid bin Aban Razi dari Muhammad bin Sama’i dari ayahnya dari Imam Shadiq As, “Keju adalah makanan baik. Ia akan menyegarkan air liur dan mengharumkan bau mulut dan mencerna makanan sebelumnya serta menimbulkan nafsu makan. Barang siapa yang memakan keju di awal bulan boleh jadi hajatnya tidak tertolak.”[3]
Terlepas dari sanad antara Sayid Ibnu Thawus hingga Harun bin Musa Tal’uqbari (ulama dan ahli hadis besar abad kelima yang semasa dengan Najjasyi)[4] yang tidak termasuk dalam rentetan sanad, beberapa orang yang disebutkan dalam sanad ini tidak dikenal atau tidak disebutkan tentangnya dalam buku-buku Rijal. Di antara orang tersebut adalah Muhammad bin Yahya Farisi dan Muhammad bin Yahya Thabari yang namanya tidak disebutkan dalam literatur-literatur primer kitab Rijal.[5] Adapun Walid bin Razi yang disebutkan pada sebagian kitab Rijal namun tidak ada penilaian tentangnya.
Atas dasar itu, riwayat ini lemah dari sudut pandang sanad dan dari sudut pandang kandungan, tidak ditemukan satu pun riwayat yang serupa yang mendukung kandungan riwayat ini. Riwayat ini hanya disebutkan untuk pertama kalinya pada buku al-Duru’ al-Wâqiyah Sayid Ibnu Thawus dan riwayat ini tidak disebutkan pada buku-buku lainnya.
Benar! Mendiang Burqi menyebutkan sebagian dari riwayat ini dalam bukunya tanpa menyertakan sanad. Katanya, “Imam bersabda, ‘Keju akan mencernakan makanan sebelumnya dan menimbulkan selera makan setelah menyantapnya.”[6] Sebagaimana yang kita saksikan; bagian akhir riwayat “memakan (keju) di awal bulan supaya dikabulkan hajatnya” tidak disebutkan dalam nukilan Burqi.
Namun dari sisi lain, dengan memperhatikan riwayat lainnya; secara umum kita tahu bahwa memakan keju memiliki banyak manfaat dan sangat dianjurkan kepada setiap orang untuk memakan keju. Berikut ini kami akan menyebutkan sebagian di antara manfaat memakan keju:
Dalam sebagian riwayat disebutkan anjuran untuk memakan keju disertai walnut. Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Keju dan walnut apabila dimakan bersama akan berfungsi sebagai obat (artinya tidak berbahaya dan boleh jadi akan menyehatkan badan) dan masing-masing apabila dimakan sendiri-sendiri akan berbahaya bagi badan.”[7]
Demikian juga dalam beberapa riwayat disebutkan anjuran untuk memakan keju, “Keju sebaiknya dikonsumsi pada waktu malam dan (lebih baik disantap) ketika makan malam ketimbang makan siang.”[8] [iQuest]
Sayid Ibnu Thawus mengutip riwayat ini sebagaimana berikut:
“Saya meriwayatkan dengan sanad saya dari Harun bin Musa Tal’uqbari dan dari Muhammad bin Hamam bin Suhail, dari Muhammad bin Yahya Farisi dari Muhammad bin Yahya Thabari dari Walid bin Aban Razi dari Muhammad bin Sama’i dari ayahnya dari Imam Shadiq As, “Keju adalah makanan baik. Ia akan menyegarkan air liur dan mengharumkan bau mulut dan mencerna makanan sebelumnya serta menimbulkan nafsu makan. Barang siapa yang memakan keju di awal bulan boleh jadi hajatnya tidak tertolak.”[3]
Terlepas dari sanad antara Sayid Ibnu Thawus hingga Harun bin Musa Tal’uqbari (ulama dan ahli hadis besar abad kelima yang semasa dengan Najjasyi)[4] yang tidak termasuk dalam rentetan sanad, beberapa orang yang disebutkan dalam sanad ini tidak dikenal atau tidak disebutkan tentangnya dalam buku-buku Rijal. Di antara orang tersebut adalah Muhammad bin Yahya Farisi dan Muhammad bin Yahya Thabari yang namanya tidak disebutkan dalam literatur-literatur primer kitab Rijal.[5] Adapun Walid bin Razi yang disebutkan pada sebagian kitab Rijal namun tidak ada penilaian tentangnya.
Atas dasar itu, riwayat ini lemah dari sudut pandang sanad dan dari sudut pandang kandungan, tidak ditemukan satu pun riwayat yang serupa yang mendukung kandungan riwayat ini. Riwayat ini hanya disebutkan untuk pertama kalinya pada buku al-Duru’ al-Wâqiyah Sayid Ibnu Thawus dan riwayat ini tidak disebutkan pada buku-buku lainnya.
Benar! Mendiang Burqi menyebutkan sebagian dari riwayat ini dalam bukunya tanpa menyertakan sanad. Katanya, “Imam bersabda, ‘Keju akan mencernakan makanan sebelumnya dan menimbulkan selera makan setelah menyantapnya.”[6] Sebagaimana yang kita saksikan; bagian akhir riwayat “memakan (keju) di awal bulan supaya dikabulkan hajatnya” tidak disebutkan dalam nukilan Burqi.
Namun dari sisi lain, dengan memperhatikan riwayat lainnya; secara umum kita tahu bahwa memakan keju memiliki banyak manfaat dan sangat dianjurkan kepada setiap orang untuk memakan keju. Berikut ini kami akan menyebutkan sebagian di antara manfaat memakan keju:
Dalam sebagian riwayat disebutkan anjuran untuk memakan keju disertai walnut. Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Keju dan walnut apabila dimakan bersama akan berfungsi sebagai obat (artinya tidak berbahaya dan boleh jadi akan menyehatkan badan) dan masing-masing apabila dimakan sendiri-sendiri akan berbahaya bagi badan.”[7]
Demikian juga dalam beberapa riwayat disebutkan anjuran untuk memakan keju, “Keju sebaiknya dikonsumsi pada waktu malam dan (lebih baik disantap) ketika makan malam ketimbang makan siang.”[8] [iQuest]
[1]. Ali bin Musa, Sayid Ibnu Thawus, al-Duru’ al-Wâqiyah, hal. 42, Muassasah Alu al-Bait As, 1415 H.
[2]. Syaikh Hurr al-Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 25, hal. 122, Qum, Muassasah Alu al-Bait, Cetakan Pertama, 1409 H.
[3]. Al-Duru’ al-Wâqiyah, hal. 42.
«رَوَیْنَا ذَلِکَ بِإِسْنَادِنَا إِلَى هَارُونَ بْنِ مُوسَى التَّلَّعُکْبَرِیِّ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَیْهِ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ هَمَّامِ بْنِ سُهَیْلٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْخَیْرِ مُحَمَّدُ بْنُ یَحْیَى الْفَارِسِیُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو حَنِیفَةَ مُحَمَّدُ بْنُ یَحْیَى الطَّبَرِیُّ، عَنِ الْوَلِیدِ بْنِ أَبَانٍ الرَّازِیِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَمَاعَةَ، عَنْ أَبِیهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ(عَلَیْهِ السَّلَامُ) یَقُولُ: نِعْمَ اللُّقْمَةُ الْجُبُنُّ، تُعْذِبُ الْفَمَ وَ تُطَیِّبُ النَّکْهَةَ وَ تَهْضِمُ مَا قَبْلَهُ وَ تُشَهِّی الطَّعَامَ، وَ مَنْ یَعْتَمِدْ أَکْلَهُ رَأْسَ الشَّهْرِ أَوْشَکَ أَنْ لَا تُرَدَّ (لَهُ) حاجة»
«رَوَیْنَا ذَلِکَ بِإِسْنَادِنَا إِلَى هَارُونَ بْنِ مُوسَى التَّلَّعُکْبَرِیِّ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَیْهِ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ هَمَّامِ بْنِ سُهَیْلٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْخَیْرِ مُحَمَّدُ بْنُ یَحْیَى الْفَارِسِیُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو حَنِیفَةَ مُحَمَّدُ بْنُ یَحْیَى الطَّبَرِیُّ، عَنِ الْوَلِیدِ بْنِ أَبَانٍ الرَّازِیِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَمَاعَةَ، عَنْ أَبِیهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ(عَلَیْهِ السَّلَامُ) یَقُولُ: نِعْمَ اللُّقْمَةُ الْجُبُنُّ، تُعْذِبُ الْفَمَ وَ تُطَیِّبُ النَّکْهَةَ وَ تَهْضِمُ مَا قَبْلَهُ وَ تُشَهِّی الطَّعَامَ، وَ مَنْ یَعْتَمِدْ أَکْلَهُ رَأْسَ الشَّهْرِ أَوْشَکَ أَنْ لَا تُرَدَّ (لَهُ) حاجة»
[4]. Ahmad bin Ali Najjasyi, Fahrast Asmâ Mushannif al-Syiah (Rijâl Najjâsyi), hal. 439, Qum, Daftar Intisyarat Islami Qum, Cetakan Keenam, 1365 S.
[5]. Ahmad bin Muhammad bin Khalid Burqi, al-Thabaqât, hal. 54, Intisyarat Danesygah Tehran, 1383 H.
[6]. Ahmad bin Muhammad bin Khalid Burqi, al-Mahâsin, jil. 2, hal. 497, Riset dan edit oleh Jalaluddin Muhaddits, Qum, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Kedua, 1371 S.
[7]. Muhammad Yakub Kulaini, al-Kâfi, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 6, hal. 340, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Keempat, 1407 H.
«قَالَ أَلامام الصادق(ع): الْجُبُنُّ وَ الْجَوْزُ إِذَا اجْتَمَعَا فِی کُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا شِفَاءٌ وَ إِنِ افْتَرَقَا کَانَ فِی کُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا دَاءٌ»
«قَالَ أَلامام الصادق(ع): الْجُبُنُّ وَ الْجَوْزُ إِذَا اجْتَمَعَا فِی کُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا شِفَاءٌ وَ إِنِ افْتَرَقَا کَانَ فِی کُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا دَاءٌ»
[8]. Ibid.
«أَبِی عَبْدِ اللَّهِ(ع) قَالَ: سَأَلَهُ رَجُلٌ عَنِ الْجُبُنِّ فَقَالَ دَاءٌ لَا دَوَاءَ فِیهِ فَلَمَّا کَانَ بِالْعَشِیِّ دَخَلَ الرَّجُلُ عَلَى أَبِی عَبْدِ اللَّهِ ع فَنَظَرَ إِلَى الْجُبُنِّ عَلَى الْخِوَانِ فَقَالَ جُعِلْتُ فِدَاکَ سَأَلْتُکَ بِالْغَدَاةِ عَنِ الْجُبُنِّ فَقُلْتَ لِی إِنَّهُ هُوَ الدَّاءُ الَّذِی لَا دَوَاءَ لَهُ وَ السَّاعَةَ أَرَاهُ عَلَى الْخِوَانِ قَالَ فَقَالَ لِی هُوَ ضَارٌّ بِالْغَدَاةِ نَافِعٌ بِالْعَشِیِّ وَ یَزِیدُ فِی مَاءِ الظَّهْرِ»
«أَبِی عَبْدِ اللَّهِ(ع) قَالَ: سَأَلَهُ رَجُلٌ عَنِ الْجُبُنِّ فَقَالَ دَاءٌ لَا دَوَاءَ فِیهِ فَلَمَّا کَانَ بِالْعَشِیِّ دَخَلَ الرَّجُلُ عَلَى أَبِی عَبْدِ اللَّهِ ع فَنَظَرَ إِلَى الْجُبُنِّ عَلَى الْخِوَانِ فَقَالَ جُعِلْتُ فِدَاکَ سَأَلْتُکَ بِالْغَدَاةِ عَنِ الْجُبُنِّ فَقُلْتَ لِی إِنَّهُ هُوَ الدَّاءُ الَّذِی لَا دَوَاءَ لَهُ وَ السَّاعَةَ أَرَاهُ عَلَى الْخِوَانِ قَالَ فَقَالَ لِی هُوَ ضَارٌّ بِالْغَدَاةِ نَافِعٌ بِالْعَشِیِّ وَ یَزِیدُ فِی مَاءِ الظَّهْرِ»