Kode Site
id24008
Kode Pernyataan Privasi
36766
Ringkasan Pertanyaan
Apakah hal ini ada benarnya bahwa buah manis adalah pecinta Ahlulbait dan buah masam musuh Ahlulbait As?
Pertanyaan
Apakah sesuai dengan hadis berikut ini, buah melon itu pecinta atau pembenci Ahlulbait? Apakah hadis ini sahih yang disebutkan Syiah dalam kitab-kitab mereka?
Dari Hamzah bin Muhammad Al Alawi dari Ahmad bin Muhammad Alhamdani dari Mundzir bin Muhammad dari Husain bin Muhammad dari Sulaiman bin Ja’far dari ayahnya dari ayahnya dari ayahnya dan ayah kakeknya berkata bahwa: Amirul mukminin mengambil buah semangka dan memakannya; namun rasanya pahit maka lantas melemparkan sambil berkata hancurlah dan menjauhlah. Amirul mukminin ditanya ada apa dengan semangka? Dia mejawab Rosul bersabda bahwa Allah telah mengambil perjanjian untuk mencintai Ahlul bait dari setiap hewan dan tumbuh-tumbuhan. Buah mana saja yang menerima perjanjian dan melaksanakannya maka akan terasa manis, dan yang menolak akan terasa pahit. Dengan ini kita dapat mengenal mazhab setiap buah.
Jawaban Global
Teks Arab riwayat yang disebutkan pada pertanyaan di atas dikutip dari Syaikh Shaduq Rah sebagaimana berikut:
«حَدَّثَنَا حَمْزَةُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَلَوِیُّ قَالَ أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْهَمْدَانِیُّ قَال حَدَّثَنَا الْمُنْذِرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْحُسَیْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَیْمَانُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنِ الرِّضَا(ع) قَالَ أَخْبَرَنِی أَبِی عَنْ أَبِیهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ أَمِیرَ الْمُؤْمِنِینَ(ع) أَخَذَ بِطِّیخَةً لِیَأْکُلَهَا فَوَجَدَهَا مُرَّةً فَرَمَى بِهَا فَقَالَ بُعْداً وَ سُحْقاً فَقِیلَ لَهُ یَا أَمِیرَ الْمُؤْمِنِینَ وَ مَا هَذِهِ الْبِطِّیخَةُ فَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَکَ وَ تَعَالَى أَخَذَ عَقْدَ مَوَدَّتِنَا عَلَى کُلِّ حَیَوَانٍ وَ نَبْتٍ فَمَا قَبِلَ الْمِیثَاقَ کَانَ عَذْباً طَیِّباً وَ مَا لَمْ یَقْبَلِ الْمِیثَاقَ کَانَ مِلْحاً زُعَاقا»
“Ali mengambil buah semangka untuk dimakan namun semangka itu terasa masam. Kemudian Ali melemparkan buah semangka itu dan berkata, ‘Enyalah dan binasalah!’ Orang-orang bertanya, ‘Wahai Amirul Mukminin! Apa celanya semangka ini?’
‘Rasulullah Saw bersabda, ‘Allah Swt menawarkan kecintaan kami kepada setiap hewan dan tumbuhan. Mereka yang menerima kecintaan dan persahabatan itu manis dan enak. Adapun yang menolak masam dan kecut.’”[1]
Sanad riwayat ini dan riwayat-riwayat lainnya – yang disebutkan oleh Allamah Majlisi Rah dalam Bihâr al-Anwâr dengan judul “Ma Aqarra min al-Jamâdât wa al-Nabatât biwilayâtihim” – adalah lemah karena kesimpang siuran (majhul) sebagian para perawinya. Namun terkait dengan teks dan kandungan riwayat dapat disebutkan beberapa poin sebagai berikut:
«حَدَّثَنَا حَمْزَةُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَلَوِیُّ قَالَ أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْهَمْدَانِیُّ قَال حَدَّثَنَا الْمُنْذِرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْحُسَیْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَیْمَانُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنِ الرِّضَا(ع) قَالَ أَخْبَرَنِی أَبِی عَنْ أَبِیهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ أَمِیرَ الْمُؤْمِنِینَ(ع) أَخَذَ بِطِّیخَةً لِیَأْکُلَهَا فَوَجَدَهَا مُرَّةً فَرَمَى بِهَا فَقَالَ بُعْداً وَ سُحْقاً فَقِیلَ لَهُ یَا أَمِیرَ الْمُؤْمِنِینَ وَ مَا هَذِهِ الْبِطِّیخَةُ فَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَکَ وَ تَعَالَى أَخَذَ عَقْدَ مَوَدَّتِنَا عَلَى کُلِّ حَیَوَانٍ وَ نَبْتٍ فَمَا قَبِلَ الْمِیثَاقَ کَانَ عَذْباً طَیِّباً وَ مَا لَمْ یَقْبَلِ الْمِیثَاقَ کَانَ مِلْحاً زُعَاقا»
“Ali mengambil buah semangka untuk dimakan namun semangka itu terasa masam. Kemudian Ali melemparkan buah semangka itu dan berkata, ‘Enyalah dan binasalah!’ Orang-orang bertanya, ‘Wahai Amirul Mukminin! Apa celanya semangka ini?’
‘Rasulullah Saw bersabda, ‘Allah Swt menawarkan kecintaan kami kepada setiap hewan dan tumbuhan. Mereka yang menerima kecintaan dan persahabatan itu manis dan enak. Adapun yang menolak masam dan kecut.’”[1]
Sanad riwayat ini dan riwayat-riwayat lainnya – yang disebutkan oleh Allamah Majlisi Rah dalam Bihâr al-Anwâr dengan judul “Ma Aqarra min al-Jamâdât wa al-Nabatât biwilayâtihim” – adalah lemah karena kesimpang siuran (majhul) sebagian para perawinya. Namun terkait dengan teks dan kandungan riwayat dapat disebutkan beberapa poin sebagai berikut:
- Sehubungan dengan sekelompok riwayat ini, Allamah Majlisi berkata, “Riwayat seperti ini merupakan jenis riwayat mutâsyabih yang tidak diketahui takwilnya kecuali oleh Allah dan orang-orang yang kokoh dalam pengetahuan (râsikhun fi al-‘ilm). Takwilnya harus dikembalikan kepada para imam As.” Kemudian Allamah Majlisi memberikan beberapa kemungkinan terkait dengan sekelompok riwayat ini:
“Mungkin saja dikatakan bahwa Allah Swt memberikan intelegensia kepada batu akik dan kemudian meletakkan taklif terkait dengan wilayah lalu mencabut intelegensia darinya. Boleh jadi hal ini merupakan sebuah analogi untuk menunjukkan baik dan buruknya sebagian ciptaan. Demikian juga indah dan jeleknya mereka. Karena segala sesuatu yang baik dan bernilai dari segala jenis dan tipe, tentunya memiliki kesesuaian bagi kebaikannya sendiri. Dan sesuatu yang buruk dan tidak bernilai juga memiliki kesesuaian bagi dirinya sendiri. Karena itu segala sesuatu yang memiliki kemuliaan dan nilai mempunyai hubungan dengan semulia-mulianya ciptaan, Muhammad dan Ahlulbait As sehingga seolah-olah telah diambil perjanjian wilayah dari ciptaan tersebut dan mereka menerimanya.
Atau maksudnya adalah bahwa sekiranya memiliki pencerapan maka mereka pasti akan menerima wilayah.
Demikian juga segala sesuatu yang terdapat kerendahan dan kehinaan maka seluruhnya memiliki hubungan dengan sehina-hina ciptaan, musuh Ahlulbait As dan orang-orang yang terpisah dari Ahlulbait. Sepertinya mereka telah ditawarkan untuk mengikat perjanjian wilayah namun menolaknya dan sebagai gantinya mereka menerima ikrar permusuhan. Atau sekiranya mereka memiliki intelegensia namun menolak untuk menerima wilayah dan sebaliknya menerima hubungan dengan mereka yang menjadi musuh-musuh Ahlulbait As.”[2]
Atau maksudnya adalah bahwa sekiranya memiliki pencerapan maka mereka pasti akan menerima wilayah.
Demikian juga segala sesuatu yang terdapat kerendahan dan kehinaan maka seluruhnya memiliki hubungan dengan sehina-hina ciptaan, musuh Ahlulbait As dan orang-orang yang terpisah dari Ahlulbait. Sepertinya mereka telah ditawarkan untuk mengikat perjanjian wilayah namun menolaknya dan sebagai gantinya mereka menerima ikrar permusuhan. Atau sekiranya mereka memiliki intelegensia namun menolak untuk menerima wilayah dan sebaliknya menerima hubungan dengan mereka yang menjadi musuh-musuh Ahlulbait As.”[2]
- Sebagian peniliti hadis menilai riwayat-riwayat seperti ini sebagai riwayat-riwayat langka.[3]
- Boleh jadi kita dapat mencari sisi benar dari teks riwayat-riwayat seperti ini sebagaimana berikut:
Allah Swt dalam al-Quran menyebutkan buah-buah yng baik dan buruk, “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”[4]
Demikian juga penyebutan pohon yang baik dan pohon yang telah mendapatkan kutukan dan laknat, “dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al-Qur’an.”[5]
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”[6]
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.”[7]
Allah Swt dalam al-Quran bersumpah dengan menyebut buah Tin dan Zaitun serta menilai pohon zaitun itu sebagai pohon penuh keberkahan, “Demi (buah) Tin dan Zaitun.”[8]
“Pelita itu berada dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api (lantaran minyak itu sangat bening berkilau).”[9] (Qs. al-Nur [24]:35)
Mengingat bahwa Zaitun itu sangat pahit namun demikian Allah Swt bersumpah dengan nama buah Zaitun ini. Tatkala Allah Swt bersumpah dengan sesuatu maka tentu saja hal itu sangat penuh nilai dan berarti bagi-Nya.
Karena itu kita tidak dapat secara keseluruhan berkata bahwa setiap jenis buah kecut atau masam artinya mereka tidak mengakui wilâyah dan imâmah Ahlulbait dan setiap jenis buah manis telah menyatakan menerima dan mengakui wilâyah dan imâmah Ahlulbait. Karena sebagian buah mengikut pada tabiatnya adalah kecut atau masam seperti Zaitun, jeruk nipis, apel masam dan buah-buah lainnya yang memang dari penciptaannya demikian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis menyinggung tentang hal ini bahwa buah yang diciptakan pada dasarnya memang manis kemudian berseberangan dengan kondisi naturalnya berubah menjadi kecut, maka buah itu tidak memberikan pengakuan dan penerimaan terhadap wilayah Ahlulbait As. Dan apabila manis maka buah itu telah memberikan pengakuan dan penerimaan terhadap wilayah Ahlulbait As. [iQuest]
Demikian juga penyebutan pohon yang baik dan pohon yang telah mendapatkan kutukan dan laknat, “dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al-Qur’an.”[5]
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”[6]
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.”[7]
Allah Swt dalam al-Quran bersumpah dengan menyebut buah Tin dan Zaitun serta menilai pohon zaitun itu sebagai pohon penuh keberkahan, “Demi (buah) Tin dan Zaitun.”[8]
“Pelita itu berada dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api (lantaran minyak itu sangat bening berkilau).”[9] (Qs. al-Nur [24]:35)
Mengingat bahwa Zaitun itu sangat pahit namun demikian Allah Swt bersumpah dengan nama buah Zaitun ini. Tatkala Allah Swt bersumpah dengan sesuatu maka tentu saja hal itu sangat penuh nilai dan berarti bagi-Nya.
Karena itu kita tidak dapat secara keseluruhan berkata bahwa setiap jenis buah kecut atau masam artinya mereka tidak mengakui wilâyah dan imâmah Ahlulbait dan setiap jenis buah manis telah menyatakan menerima dan mengakui wilâyah dan imâmah Ahlulbait. Karena sebagian buah mengikut pada tabiatnya adalah kecut atau masam seperti Zaitun, jeruk nipis, apel masam dan buah-buah lainnya yang memang dari penciptaannya demikian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis menyinggung tentang hal ini bahwa buah yang diciptakan pada dasarnya memang manis kemudian berseberangan dengan kondisi naturalnya berubah menjadi kecut, maka buah itu tidak memberikan pengakuan dan penerimaan terhadap wilayah Ahlulbait As. Dan apabila manis maka buah itu telah memberikan pengakuan dan penerimaan terhadap wilayah Ahlulbait As. [iQuest]
[1]. Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali, Ilal al-Syarâ’i, jil. 2, hal. 464, Qum, Kitabpurusyi Dawari, Cetakan Pertama, 1385 S.
[2]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 283-284, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Cetakan Kedua, 1403 H.
[3]. Azizullah ‘Atharidi, Musnad al-Imâm al-Ridhâ Abi al-Hasan Ali bin Musâ As, jil. 1, hal. 233-235, Masyhad, Astand Quds Radhawi, Cetakan Pertama, 1406 H.
[4]. (Qs. Al-A’raf [7]:58)
«وَ الْبَلَدُ الطَّیِّبُ یَخْرُجُ نَباتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَ الَّذی خَبُثَ لا یَخْرُجُ إِلاَّ نَکِداً کَذلِکَ نُصَرِّفُ الْآیاتِ لِقَوْمٍ یَشْکُرُونَ».
«وَ الْبَلَدُ الطَّیِّبُ یَخْرُجُ نَباتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَ الَّذی خَبُثَ لا یَخْرُجُ إِلاَّ نَکِداً کَذلِکَ نُصَرِّفُ الْآیاتِ لِقَوْمٍ یَشْکُرُونَ».
[6]. (Qs. Ibrahim [14]:24)
«کَیْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً کَلِمَةً طَیِّبَةً کَشَجَرَةٍ طَیِّبَةٍ أَصْلُها ثابِتٌ وَ فَرْعُها فِی السَّماء».
«کَیْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً کَلِمَةً طَیِّبَةً کَشَجَرَةٍ طَیِّبَةٍ أَصْلُها ثابِتٌ وَ فَرْعُها فِی السَّماء».
[7]. (Qs. Ibrahim [14]:26)
«وَ مَثَلُ کَلِمَةٍ خَبیثَةٍ کَشَجَرَةٍ خَبیثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ ما لَها مِنْ قَرارٍ».
«وَ مَثَلُ کَلِمَةٍ خَبیثَةٍ کَشَجَرَةٍ خَبیثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ ما لَها مِنْ قَرارٍ».