Harta benda yang dikenai zakat apabila setelah zakatnya diserahkan kemudian ada kelebihan dari harta benda tersebut dari pengeluaran setahun maka harta benda tersebut harus dikeluarkan khumusnya.[1]
Obyek zakat terdiri dari sembilan hal: Pertama, gandum. Kedua, bibit gandum. Ketiga, kurma. Keempat, kismis. Kelima, emas. Keenam, perak.[2] Ketujuh, unta. Kedelapan, sapi. Kesembilan, kambing. Apabila seseorang memiliki salah satu dari kesembilan obyek zakat ini, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan maka ia harus menyerahkan zakatnya kepada salah satu muzakki (orang yang berhak mendapatkan zakat).[3]
Lalu apabila harta benda seseorang merupakan salah satu obyek zakat ini, dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuannya, maka zakatnya harus dikeluarkan. Namun apabila harta benda seseorang bukan merupakan salah satu obyek zakat ini, dengan memperhatikan syarat-syaratnya, maka harta benda tersebut dikenai khumus.
Salah satu perbedaan zakat dan khumus bahwa zakat tidak diserahkan kepada orang-orang miskin dari kalangan sayid Bani Hasim (keturunan Nabi Saw).[4] Berbeda dengan khumus yang setengah darinya dikhususkan untuk orang-orang miskin dari kalangan sayid Bani Hasyim.[5]
Seseorang yang diwajibkan atasnya zakat dapat menyerahkan zakatnya kepada orang-orang fakir dari sanak dan kerabatnya. Namun ia tidak dapat menyerahkan zakat untuk menutupi kebutuhan anak-anaknya yang memang menjadi kewajibannya untuk menafkahi mereka.[6] Di antara hal-hal yang menjadi alokasi zakat adalah menyerahkan zakat tersebut kepada orang-orang yang bertugas dari pihak Imam As atau deputi Imam As yang mengurus dan mengumpulkan zakat kemudian menyerahkannya kepada Imam As atau deputi Imam atau kepada orang-orang fakir. Sejatinya zakat tidak ada sangkut pautnya dengan pajak. Umumnya setiap negara menetapkan pajak untuk biaya penyelenggaraan negara dan pemerintahannya masing-masing. [IQuest]
[1]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 6, hal. 10. Demikian juga lihat Shirât al-Najâh (lil Khui ma’a hawâsyi al-Tabrizi), jil. 3, hal. 119, Pertanyaan 360, Nasyr Muntakhab, Qum, 1416 H.
[2]. Zakat emas dan perak menjadi wajib apabila berbentuk koin dan orang-orang ramai melakukan transaksi dengan emas. Taudhi al-Masail (al-Muhassyâ li al-Imam Khomeini), jil. 2, hal. 130.
[3]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imam Khomeini), jil. 2, hal. 107.
[4]. Akan tetapi sayid dapat menerima zakat dengan syarat bahwa zakat itu dari sesama sayid . Para marja agung berkata, sayid tidak dapat menerima zakat dari selain sayid. Namun apabila dengan khumus dan setoran-setoran lainnya ia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mau tidak mau harus menerima zakat maka ia boleh menerima zakat dari selain sayid. Silahkan lihat, Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 155.
[5]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 155.
[6]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 152.