Tujuan asli dari pengangkatan dan pengutusan para nabi-nabi (anbiya) Ilahi adalah untuk menyampaikan kalamullah kepada masyarakat dan mengajarkan metode kehidupan yang benar kepada mereka.
Akan tetapi, sebagian dari persoalan-persoalan agama, seperti hukum-hukum kekayaan, jihad dan sebagainya kadangkala tidak akan bisa terwujud tanpa adanya kekuasaan.
Sekarang, meskipun pengaturan dan manajemen masyarakat tidak diletakkan sesuai dengan yang diinginkan oleh para nabi, untuk melakukan implementasi pengamalan, para nabi Allah ini tetap berkewajiban untuk menerima tanggung jawab memegang tampuk kekuasaan dan berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan hukum-hukum Ilahi.
Demikian juga, andai para anbiya Ilahi yang memegang tampuk kekuasaan ini tidak berada dalam penghambaannya kepada Tuhan dan tidak memperlihatkan dan menjadi simbol kejujuran dan kerendahan hati, maka hujjah atas mereka (orang-orang kafir) pun tidak akan berhenti sampai di sini, karena mereka pasti akan berkata bahwa kami tidak berperan dalam dosa-dosa yang kami lakukan, karena siapapun yang mengetahui dan berada dalam kondisi dan posisi kami pasti akan mengalami goncangan dalam agamanya dan kekuasaan yang seperti ini pasti akan menjerumuskan mereka ke dalam kelalaian dan kezaliman.
Dari sisi lain, posisi para penguasa tak berbeda dengan masyarakat secara umum yang menjadi target utama dari agama-agama samawi dan yang hidup di bawah penguasa.
Dari sinilah sehingga diposisikannya sebagian dari para nabi dalam ruang lingkup pemerintahan dan penguasa masyarakat seperti Nabi Sulaiman As, Thaluth As dan Rasulullah saw, dianggap sebagai sebuah hal yang urgen, hal ini dimaksudkan supaya bisa menjadi contoh dan teladan yang khas bagi kelompok khusus ini sehingga tujuan dan risalah para nabi yaitu mengarahkan seluruh amal dan perbuatan manusia kepada-Nya tidak akan menghadapi masalah.
Tapi pertanyaannya adalah kenapa di antara sekian nabi, harus Nabi Sulaiman As yang terpilih untuk memegang tampuk kekuasaan yang sangat istimewa ini? Tentang hal ini terdapat banyak jawaban, akan tetapi di sini kami hanya akan mengisyarahkan beberapa jawaban saja.
1. Kita mengetahui bahwa untuk membuktikan kenabian, masing-masing nabi harus memiliki argumen dan dalil yang bernama mukjizat, dimana mukjizat ini berasal dari nabi itu sendiri yang tidak terulang dalam sepanjang sejarah, dan sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada kala itu. Pada prinsipnya Allah Swt penganugerahan kerajaan dan pemerintahan yang tiada tanding kepada Nabi Sulaiman As ini adalah sebagai mukjizat atas kenabiannya;
2. Penganugerahan pemerintahan yang istimewa ini kepada Nabi Sulaiman As adalah karena permintaan Nabi Sulaiman sendiri kepada Allah Swt. Dan jika para nabi lainnya pun mengajukan permintaan seperti ini kepada-Nya, tentu Dia pun akan mengabulkannya;
3. Karena pada masa itu musuh utama Nabi Sulaiman As adalah para setan yang melakukan perusakan bumi dengan menggunakan kekuatan metafisik dan supranatural, maka penting bagi Nabi Sulaiman As untuk memiliki kekuatan yang sama juga, yaitu dari jenis jin akan tetapi dengan daya yang lebih kuat, sehingga hal ini bisa dipergunakan untuk melakukan perlawanan dengan musuh yang berada di hadapannya. Dan ternyata hal ini juga mengkonsekuensikan padanya untuk mengetahui bahasa binatang, menguasai para jin, mengendalikan angin dsb, dan keseluruhan hal inilah yang telah menyebabkan kerajaan dan pemerintahan Nabi Sulaiman muncul tiada tanding;
4. Kerajaan dan kekuasaan Nabi Sulaiman As merupakan salah satu mukjizat dari mukjizat-mukjizat Ilahi;
5. Rasul Islam saw memiliki kekuasaan dan pemerintahan yang lebih dibandingkan seluruh nabi yang ada.
Sebagai pendahuluan, sebelum memberikan jawaban dari apa yang dipertanyakan, mari kita perhatikan pertanyaan berikut: Kita mengetahui bahwa tujuan dan alasan diutusnya para nabi adalah untuk menyampaikan kalam Ilahi dan menerapkan program-program penghambaan serta mengajak manusia ke arah Tauhid yang merupakan kedudukan terbaik dalam penghambaan Ilahi.
Jika demikian, lalu kenapa masing-masing dari mereka yaitu para nabi ini harus memiliki sirah dan karakteristik yang tertentu? Dan pada prinsipnya apa urgensinya bagi para nabi ini sehingga harus memiliki kekuasaan dan pemerintahan yang meluas?
Dalam menjawab pertanyaan ini dapat dikatakan bahwa:
Pertama: Menciptakan keseimbangan dalam sebagian persoalan dan melaksanakan mayoritas persoalan-persoalan agama tanpa adanya kekuasaan dan pemerintahan, merupakan sebuah hal yang absurd dan tidak mungkin. Misalnya pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum-hukum kekayaan, jihad dan sebagainya.
Sekarang jika para penguasa tidak menanggapi ataupun tidak menghormati perintah-perintah yang dikeluarkan oleh para nabiullah dan mereka melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam melaksanakan persoalan-persoala agama, maka menjadi sebuah kewajiban bagi para nabi untuk mengambil tampuk kekuasaan tersebut dan mengamalkan kehendak-kehendak Ilahi dengan semaksimal mungkin.
Kedua: Penganugerahan kerajaan dan kekuasaan dari sisi Tuhan kepada para nabi adalah dengan maksud untuk menyempurnakan hujjah terhadap para penguasa kafir, supaya tidak ada lagi klaim dari mereka bahwa siapapun yang berada dalam posisi mereka pasti akan terjerumus dalam waswas setan dan akan terjebak dalam tipu dayanya hingga akhirnya akan tergelincir dalam dosa dan kezaliman.
Ketiga: aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para nabi tidak hanya diperuntukkan kepada masyarakat umum saja, melainkan para perangkat pemerintahan pun menjadi target dari kegiatan ini.
Dengan alasan inilah sehingga diperlukan kehadiran dari sebagian para nabi yang selain menjalankan risalah kenabian, mereka juga merupakan pemilik dari sebuah kekuasaan atau pemerintahan, sehingga hal ini bisa menjadi contoh dan teladan untuk para penguasa kala itu maupun penguasa pada masa mendatang.
Jadi, Allah Swt menganugerahkan kekuasaaan dan pemerintahan kepada sebagian dari para nabi-Nya seperti kepada Nabi Sulaiman As, Nabi Thaluth As dan Nabi Muhammad Saw adalah supaya orang lain meniru dan mempelajari lintasan yang benar dalam kehidupan dari mereka dan mengetahui bahwa pada kondisi yang bagaimanapun dan memiliki tanggung jawab pemerintahan yang bagaimanapun, tidak akan pernah mengeluarkan seseorang dari kehendak-Nya, karena dia tetap merupakan sebuah eksistensi yang lemah dimana keberadaan dan ketiadaannya senantiasa hanya tergantung pada kehendak dan izin-Nya.[1]
Poin ini bisa dilihat dengan jelas pada peristiwa penganugerahan kekuasaan kepada nabi Sulaiman As dan doa-doa beliau di hadapan-Nya, atau kisah meninggalnya Nabi Sulaiman As.
Sekarang untuk menjawab pertanyaan asli yaitu tentang faktor penganugerahan kekuasaan yang istimewa ini kepada nabi Sulaiman As, bisa dikatakan bahwa:
1. Jika dengan pemberian kekuasaan mutlak dan pemerintahan yang meluas kepada salah satu dari para nabi akan menghasilkan tujuan-tujuan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tidak ada lagi urgensi untuk mengulang pemerintahan tersebut dari sisi-Nya. Karena dalam perbuatan Tuhan Yang Maha Bijaksana, tidak ada istilah pengulangan yang sia-sia dan tidak bermanfaat;
2. Kekuasaan dan pemerintahan tak tertandingi yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman As yang terjadi setelah sebelumnya beliau memohon ampunan dari Tuhan ini, sebenarnya terjadi berdasarkan permintaan Nabi Sulaiman sendiri, dimana beliau memohon kepada-Nya supaya Tuhan memberikan kekuasaan dan pemerintahan yang tidak pernah dimiliki oleh selainnya.[2] Jadi alasan keistimewaan yang terdapat pada kerajaan dan pemerintahan Nabi Sulaiman As harus kita temukan pada doa-doa dan permintaan-permintaan beliau;
3.
Dengan menyandingkan riwayat di atas dengan ayat ke 102 dari surah al-Baqarah[4] serta permintaan yang diajukan oleh Nabi Sulaiman As, menjadi jelaslah bahwa pada masa kenabian nabi Sulaiman ini, metode yang dipergunakan oleh setan untuk menjerumuskan manusia dilakukan melalui sarana kekuatan-kekuatan khusus mereka yang bersifat metafisik seperti sihir untuk memperngaruhi manusia dan binatang supaya mereka taat kepada segala perintahnya. Dengan alasan inilah sehingga untuk mengalahkan kondisi yang sangat mencekam pada masa itu, nabi Sulaiman As juga harus memiliki kekuatan dari jenis yang sama supaya bisa menaklukkannya. Dan konsekuensi dari kekuatan dan kekuasaan semacam ini adalah dimilikinya pengetahuan akan bahasa hewan, pengetahuan dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu metafisika, seperti bagaimana cara menaklukkan jin, mengendalikan angin dan sebagainya. Dan keberadaan kekuasaan dan pemerintahan yang semacam inilah yang telah memunculkan kekuasaan yang istimewa dan tak tertandingi dari seorang nabi Sulaiman As.
4. Dari doa yang dipanjatkan oleh nabi Sulaiman As di hadapan Tuhan terdapat pula makna lain yang bisa dipahami yaitu permintaan beliau akan mukjizat dari Tuhan.
Untuk membuktikan kenabian, setiap nabi harus menampakkan mukjizat yaitu sebuah amalan atau sesuatu yang tidak akan bisa dilakukan atau dimiliki oleh selainnya. Pada sisi lalin, mukjizat yang dimiliki oleh para nabi juga harus sesuai dengan kondisi pengetahuan, ilmu dan keinginan-keinginan masyarakat kala itu.
Pada bagian ketiga dari jawaban bisa dikatakan bahwa kebanyakan kasus yang diinginkan dan diminta oleh masyarakat pada masa Nabi Sulaiman As adalah hal-hal yang berkaitan dengan ilmu-ilmu metafisika, dan masyarakat menampakkan keinginan yang kuat untuk menggapai kekuasaan dengan menggunakan cara-cara yang tak wajar ini. Dengan alasan inilah sehingga mukjizat Nabi Sulaiman As pun harus bergerak sesuai dengan arah ini sehingga bisa diterima dan disambut oleh masyarakat dan juga akan menjadi penyempurna hujjah bagi mereka. Oleh karena itulah Nabi Sulaiman As memohon diberikannya kekuasaan yang istimewa dan tiada tanding. Dan dalam menjawab permintaan nabi-Nya ini, Tuhan yang Maha Bijaksana pun memberikan kekuasaan yang luas kepada nabi Sulaiman sebagai sebuah mukjizat, sedemikian hingga dia mampu mengendalikan angin, menguasai para jin dan mengetahui bahasa para binatang.[5]
5. Dalam berbagai riwayat dari Rasulullah Saw telah dinukilkan bahwa beliau bersabda, "Sesungguhnya aku telah bersumpah bahwa, kepada kami telah dianugerahkan apa yang telah dianugerahkan kepada Sulaiman As dan segala apa yang belum dianugerahkan kepadanya dan kepada seluruh para nabi…"[6]
Oleh karena itulah Rasul saw mempunyai kekuasaan dan pemerintahan yang melebihi apa yang telah dimiliki oleh Nabi Sulaiman As.
Akhirnya harus dikatakan bahwa: dalam kisah pemerintahan Nabi Sulaiman As atau sumber kekuasaan serta reaksi beliau, terdapat berbagai khurafat di kalangan masyarakat umum. Oleh karena itu para pencari hakikat harus melakukan pengkajian yang lebih cermat dan mendalam pada literatur-literatur Islam yang benar dan menghindarkan diri dari nukilan-nukilan yang menyesatkan.[]
Literatur untuk telaah lebih jauh:
1. Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Intisyarat Darul Fikr,
2. Qumi, Abi al-Hasan, Ali bin Ibrahim, Tafsir Qumi, Darul Kitab, Qom, cetakan ke 14, tahun 1367 HSy.
3. Makarim Syirazi, Tafsir Namuneh, Darul Kitab Al-Islamiyyah, cetakan ke 23.
4. Allamah Majlisi, Muhammad Taqi, Biharul Anwar, Darul Kitab Al-Islamiyyah, cetakan Marwa, 1361 HSy.
[1] . Makarim Syirazi, Nashir, Tafsir Namuneh, jil. 19, hal. 279.
[2] . "Qola Rabbi habli malikan la yanbagi …", hal. 35.
[3] . Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, jil. 2, hal. 61.
[4] . Dan mereka (orang-orang Yahudi) mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (untuk masyarakat dan mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (dan tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu). Oleh sebab itu, janganlah kau kafir (dan jangan kau menyalahgunakan pelajaran ini).” (Akan tetapi), mereka (menyalahgunakan hal itu dan) hanya mempelajari dari kedua malaikat itu apa dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka (ahli sihir) tidak akan dapat mendatangkan mudarat dengan sihir itu bagi seorang pun kecuali dengan izin Allah. Mereka (hanya) mempelajari sesuatu yang dapat mendatangkan mudarat bagi (diri) mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka meyakini bahwa barang siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, ia tidak akan mendapatkan keuntungan di akhirat, dan amat jeleklah perbuatan mereka menjual diri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
[5] . Qumi, Abi al-Hasan, Ali bin Ibrahim, Tafsir Qumi, jil. 2, hal. 236.
[6] . Allamah Majlisi, Biharul Anwar, jil. 14, hal. 86.