Kode Site
fa15258
Kode Pernyataan Privasi
73265
Tema
Irfan Teoritis ,روزه و رمضان
Ringkasan Pertanyaan
Apakah arti dan hakikat Ramadhan itu?
Pertanyaan
Apakah arti dan hakikat Ramadhan itu?
Jawaban Global
Ramadhan secara leksikal berarti panas yang menyengat, panasnya batu, intensitas sinar matahari. Juga dikatakan bahwa ramadhan diambil dari asal kata “harr” yang artinya adalah kembali dari gurun menuju kota.
Secara teknis ramadhan adalah nama bulan ke-9 bulan Hijriah, bulan-bulan Islam dan bulan turunnya al-Quran. Imam Sajjad As ketika mendeskripsikan bulan Ramadhan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan itu bulannya bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan pembersihan, bulan menegakkan salat malam, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagi petunjuk bagi manusia dan penjelasan, petunjuk dan pembeda.”
Oleh itu, dapat dikatakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan kesucian, bulan untuk menempa diri menuju akhlak-akhlak Ilahi. Hakikat dan batin Ramadhan adalah mencapai pertemuan dengan Tuhan, membebaskan dari ego insani, hawa nafsu hewaninya dan melahirkan ego-Ilahi.
Secara teknis ramadhan adalah nama bulan ke-9 bulan Hijriah, bulan-bulan Islam dan bulan turunnya al-Quran. Imam Sajjad As ketika mendeskripsikan bulan Ramadhan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan itu bulannya bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan pembersihan, bulan menegakkan salat malam, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagi petunjuk bagi manusia dan penjelasan, petunjuk dan pembeda.”
Oleh itu, dapat dikatakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan kesucian, bulan untuk menempa diri menuju akhlak-akhlak Ilahi. Hakikat dan batin Ramadhan adalah mencapai pertemuan dengan Tuhan, membebaskan dari ego insani, hawa nafsu hewaninya dan melahirkan ego-Ilahi.
Jawaban Detil
Makna-makna Ramadhan:
- Ramadahan merupakan derivasi dari kata “ra-ma-dha“ berarti panas yang menyengat, panasnya batu, teriknya panas sinar matahari.[1] Juga dikatakan bahwa ramadhan berasal dari asal kata “harr” yang artinya adalah kembali dari gurun menuju kota.[2] Oleh itu, ketika dikatakan bahwa “irtimadha” ramadha min al-huzn yaitu batin lelaki itu terbakar oleh kesedihan dan kepiluan atau ketika dikatakan “irtimadha (ramadah) li fulan” berarti sedih dan pilu bagi seseorang, juga ketika dikatakan “irmadha (ramadh kabuduhu)” artinya hatinya rusak seperti terkena suatu penyakit dan terbakar.[3]
- Ramadhan berasal dari kata “ramaidha” berarti awan dan hujan yang turun pada musim panas dan permualaan musim gugur sehingga dapat mengurangi teriknya musim panas. Dinamakan demikian karena bulan Ramadhan menghapus dosa-dosa badan manusia.[4]
- Ramadhan diambil dari kata “ramadhta al-nashl armadhahu ramdha” dengan makna tombak yang ditaruk di antara dua batu dan ditindihkan atasnya sehingga akan menjadi pipih.[5] Jika demikian, maka ramadhan adalah manusia meletakkan dirinya di antara ketaatan-ketaatan Ilahi sehingga jiwanya akan lunak dan siap menuju kehambaan.
- Makna Ramadhan dalam riwayat: Dalam hadis-hadis dari Ahlulbait tentang larangan menyebut Ramadhan tanpa menyertakan bulan dan anjuran untuk menyebut nama ramadhan dengan “Bulan Ramadhan” karena ramadhan adalah salah satu dari nama-nama Ilahi.[6] Diriwayatkan oleh Imam Ali As: “Janganlah kalian berkata “Ramadhan” tapi berkatalah bulan Ramadhan dan peliharalah kemuliaannya.”[7]
Namun secara teknikal, bulan Ramadhan adalah nama bulan ke-9 dari bulan-bulan Hijriyah, bulan-bulan Islam dan merupakan bulan diturunkannya al-Quran.
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya Al-Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. al-Baqarah [2]:185)[8]
Hakikat dan Batin Bulan Ramadhan
Segala sesuatu yang ada di alam ini, mempunyai sisi hakikat dan batin, karena dunia adalah turunan dari alam-alam atas. Segala yang ada di dunia ini adalah contoh dari apa-apa yang ada di alam makna. Hukum-hukum dan aturan-aturan Ilahi di dunia yang ada dalam bentuk agama dan tata cara beribadah juga memiliki sisi batin dan lahir. Sesuatu, zaman, dan tempat juga mempunyai hakikat dan batin. Salah satu waktu itu adalah bulan Ramadhan. Dalam kamus Islam, bulan Ramadhan merupakan salah satu bulan yang paling penting dan dimuliakan dalam satu tahunnya, sebuah bulan yang menurut orang-orang Muslim merupakan bulan yang dikenal dengan bulan ibadah dan kesucian, sedangkan menurut Nabi Muhammad Saw adalah bulan Tuhan.[9]
Imam Sajjad dalam kitab Shahifah Sajjādiyah dalam menjemput kedatangan bulan Ramadhan dengan penjelasan secara fasih dan represif menjelaskan tentang hakikat bulan Ramadhan. Pada kesempatan ini, kami hanya akan menjelaskan sedikit tentang hal ini. Pada permulaan doanya, Imam menyampaikan rasa syukurnya atas keberadaan Allah Swt sebagai cara untuk memperoleh hidayah kepada agama Ilahi dan menerima anugerah tentang nikmat kehambaan, adanya ciri-ciri tentang kejelasan hidayah, jelasnya kebenaran atas kebatilan. Oleh itu, keutamaan bulan ini atas bulan-bulan yang lain adalah jelas baik dari sisi kemuliaan dan keutamaannya.[10]
Deskripsi tentang bulan Ramdhan seperti bulan Islam dan bulan turunnya al-Quran. Menurut Imam Sajad As dan maktab Ahlulbait As, bulan Ramadhan merupakan sarana untuk mengekspresikan hakikat agama Islam, yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah Swt. Sarana ini merupakan peluang sehingga seorang hamba dengan keridhaan-Nya bahkan akan mengabaikan kebutuhan naturalnya dan akan menempuh jalan kehambaan demi untuk meraih kemuliaan pencipta yang tiada bandingannya.
Latihan selama satu bulan ini yang akan menempa jiwa manusia dan akan menjauhkan keinginan hawa nafsunya merupakan sebuah latihan yang bermanfaat dan baik untuk memperkuat iradah dan untuk menahan nafsu dalam sisa-sisa waktu akhir tahun karena manusia yang selama satu bulan penuh menahan dan melawan keinginan hawa nafsunya demi meraih keridhaan Ilahi dengan menjauhi makan dan minum, akan cukup berpengaruh baginya sehingga pada 11 bulan yang lain, ia akan kuat dalam menahan keinginan hawa nafsu amarahnya dan menjadi seorang yang bertakwa dan akan selamat.
Bulan Ramadhan adalah bulan kesucian. Bulan yang di dalamnya seorang hamba akan membersihkan wujudnya dari keinginan materi dan hewani. Puasa, di samping merupakan sarana untuk mensucikan jasad juga merupakan cara untuk mesucikan jiwa sehingga ruhnya akan suci dan akan memperoleh cahaya hidayah dari Allah Swt.
Oleh itu, dapat dikatakan bahwa hakikat bulan Ramadhan adalah membebaskan dari ego insani, hawa nafsu hewaninya dan melahirkan ego-Ilahi. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan bahwa Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjarnya.” [11]
Sebagian berpendapat bahwa “ajzi” dibaca dengan “ujza” sebagai fi’il majhul (kata kerja pasif) artinya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah ganjaran itu. Sayang sekali jika manusia terikat dengan selain dirinya, selain Tuhan dan segala sesuatu yang berubah karena segala hal yang bukan Tuhan akan berubah dan, lenyap dan tidak dapat dijadikan ganjaran bagi manusia. Ganjaran bagi orang-orang yang berpuasa adalah pertemuannya dengan Tuhan.[12] [iQuest]
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya Al-Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. al-Baqarah [2]:185)[8]
Hakikat dan Batin Bulan Ramadhan
Segala sesuatu yang ada di alam ini, mempunyai sisi hakikat dan batin, karena dunia adalah turunan dari alam-alam atas. Segala yang ada di dunia ini adalah contoh dari apa-apa yang ada di alam makna. Hukum-hukum dan aturan-aturan Ilahi di dunia yang ada dalam bentuk agama dan tata cara beribadah juga memiliki sisi batin dan lahir. Sesuatu, zaman, dan tempat juga mempunyai hakikat dan batin. Salah satu waktu itu adalah bulan Ramadhan. Dalam kamus Islam, bulan Ramadhan merupakan salah satu bulan yang paling penting dan dimuliakan dalam satu tahunnya, sebuah bulan yang menurut orang-orang Muslim merupakan bulan yang dikenal dengan bulan ibadah dan kesucian, sedangkan menurut Nabi Muhammad Saw adalah bulan Tuhan.[9]
Imam Sajjad dalam kitab Shahifah Sajjādiyah dalam menjemput kedatangan bulan Ramadhan dengan penjelasan secara fasih dan represif menjelaskan tentang hakikat bulan Ramadhan. Pada kesempatan ini, kami hanya akan menjelaskan sedikit tentang hal ini. Pada permulaan doanya, Imam menyampaikan rasa syukurnya atas keberadaan Allah Swt sebagai cara untuk memperoleh hidayah kepada agama Ilahi dan menerima anugerah tentang nikmat kehambaan, adanya ciri-ciri tentang kejelasan hidayah, jelasnya kebenaran atas kebatilan. Oleh itu, keutamaan bulan ini atas bulan-bulan yang lain adalah jelas baik dari sisi kemuliaan dan keutamaannya.[10]
Deskripsi tentang bulan Ramdhan seperti bulan Islam dan bulan turunnya al-Quran. Menurut Imam Sajad As dan maktab Ahlulbait As, bulan Ramadhan merupakan sarana untuk mengekspresikan hakikat agama Islam, yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah Swt. Sarana ini merupakan peluang sehingga seorang hamba dengan keridhaan-Nya bahkan akan mengabaikan kebutuhan naturalnya dan akan menempuh jalan kehambaan demi untuk meraih kemuliaan pencipta yang tiada bandingannya.
Latihan selama satu bulan ini yang akan menempa jiwa manusia dan akan menjauhkan keinginan hawa nafsunya merupakan sebuah latihan yang bermanfaat dan baik untuk memperkuat iradah dan untuk menahan nafsu dalam sisa-sisa waktu akhir tahun karena manusia yang selama satu bulan penuh menahan dan melawan keinginan hawa nafsunya demi meraih keridhaan Ilahi dengan menjauhi makan dan minum, akan cukup berpengaruh baginya sehingga pada 11 bulan yang lain, ia akan kuat dalam menahan keinginan hawa nafsu amarahnya dan menjadi seorang yang bertakwa dan akan selamat.
Bulan Ramadhan adalah bulan kesucian. Bulan yang di dalamnya seorang hamba akan membersihkan wujudnya dari keinginan materi dan hewani. Puasa, di samping merupakan sarana untuk mensucikan jasad juga merupakan cara untuk mesucikan jiwa sehingga ruhnya akan suci dan akan memperoleh cahaya hidayah dari Allah Swt.
Oleh itu, dapat dikatakan bahwa hakikat bulan Ramadhan adalah membebaskan dari ego insani, hawa nafsu hewaninya dan melahirkan ego-Ilahi. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan bahwa Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjarnya.” [11]
Sebagian berpendapat bahwa “ajzi” dibaca dengan “ujza” sebagai fi’il majhul (kata kerja pasif) artinya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah ganjaran itu. Sayang sekali jika manusia terikat dengan selain dirinya, selain Tuhan dan segala sesuatu yang berubah karena segala hal yang bukan Tuhan akan berubah dan, lenyap dan tidak dapat dijadikan ganjaran bagi manusia. Ganjaran bagi orang-orang yang berpuasa adalah pertemuannya dengan Tuhan.[12] [iQuest]
[1] Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukarram, Lisān al’Arab, jil. 7, hal. 160, cet. 3, Dar Shadir, Beirut, 1414.
[2] Ibid.
[3] Mahyar, Ridha, Farhang Abjadi Arabi, Farsi, hal. 41, tanpa tahun, tanpa tempat.
[4] Lisān al-‘Arabi, jil 7, hal. 161.
[5] Ibid.
[6] Thuraihi, Fakhrruddin, Majma’ al-Bahrain, Riset: Husaini, Sayid Ahmad, jil. 2, hal. 223, Ketab Furusyi Murtadhawi, Tehran, cet. 3, hal. 1375.
[7] Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Riset: Ghifari, Ali Akbar Akbar, Akhundi, Muhammad, jil. 4, hal. 69, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Tehran, cet. 4, 1407.
[8] Qarisyi, Sayid Ali Akbar, Qāmus al-Qurān, jil. 3, hal. 123, cet. 6, Dar al-Islamiyah, Tehran, 1371.
[9] Syaikh Shaduq, Āmāli, hal. 93, Intisyarat Kitab Khaneh Islamiyah, 1362.
[10] “Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan itu bulannya bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan pembersihan, bulan menegakkan salat malam, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagi petunjuk bagi manusia dan penjelasan, petunjuk dan pembeda.” Penggalan Shahifah Sajādiyah Kāmiliyah, Sya’rani, Abul Hasan, Doa 44, hal. 267. cet. 6, Qaim Ali Muhammad, Qum, 1386.
[11] Syaikh Shaduq, Man Lā Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 1, hal. 75, Intisyarat Jamiah Mudarisin, Qum, 1413.
«الصَّوْمُ لِي وَ أَنَا أَجْزِي بِه»
[12] Jawadi Amuli, Abdullah, Hikmat 'Ibādāt, hal. 131-133 dan 145-147, Isra, Qum, cet. 1, 1378.