Sesuai dengan hukum akal dan syariat sesungguhnya Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata lahir, baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi Dia dapat disaksikan dan dilihat dengan mata hati. Hati seukuran kapasitas eksistensialnya dapat menyaksikan dan melihat Allah Swt. Hal ini dapat dilakukan melalui jalan penyaksian (syuhud) batin, setelah menata hati dan memoles batin melalui pensucian jiwa dan kesucian ruh lewat ibadah dan riyâdha syari' (yang dibolehkan syariat).
Apabila yang dimaksud dengan melihat itu adalah melihat secara lahir dan kasat mata maka sekali-kali tiada seorang pun yang dapat menyaksikan dan melihat Tuhan. Hal ini sesuai dengan hukum akal juga dengan penjelasan syariat.
Hukum Akal
Berkenaan mustahilnya Tuhan dapat dilihat dengan hukum akal dapat dijelaskan sebagai berikut.
Asktifitas melihat dan menyaksikan didapatkan melalui berhadap-hadapannya seseorang dengan sesuatu yang ada di luar dengan mata dan getaran cahaya yang merupakan kiriman dan refleksi gelombang cahaya. Artinya pertama, yang disaksikan itu adalah sesuatu bendawi yang ada di dunia luar. Kedua, mata berhadapan dengan benda yang ada di hadapannya. Karena itu, mata kita tidak melihat sesuatu yang berada di balik itu, sementara Tuhan bukan benda (jism) juga tidak memiliki tipologi dan karakteristik benda (seperti yang dihadapan mata). Karena itu Tuhan sekali-kali tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata lahir.
Hukum Syariat
Berikut ini adalah ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang secara tegas memandang mustahil Tuhan dapat dilhat.
A. Al-Qur'an
1. "Lan tarani." (Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, Qs. Al-A'raf [7]:143)
2. "La tudrikuhu al-abshar." (Dia tidak dapat digapai oleh penglihatan mata," Qs. Al-An'am [6]:103)
B. Riwayat
Wamtani' ala ain al-Bashir, (Tuhan tidak akan pernah nampak di hadapan mata).[1]
Lam taraka al-'Uyun (Mata tidak dapat menyaksikan-Mu).[2]
La tudrikuhu al-'Uyun bimusyahadati al-'Iyân (Mata tidak melihatnya berhadap-hadapan).[3]
Akan tetapi apabila melihat yang dimaksudkan adalah melihat secara batin, yang disaksikan itu adalah ilmu, makrifat, nama-nama dan sifat-sifat Tuhan mengikut pada kapasitas eksistensial, potensial dan kemampuan manusia maka Tuhan dapat disaksikan dengan penyaksian batin. Sebagaimana Amirul Mukminin As bersabda: "Lakin tudrikuhu al-Qulub bihaqaiq al-iman (Namun hati dapat menggapai dan menyaksikannya dengan kebenaran iman).[4] Dari hadis yang lain dimana Amirul Mukminin bersabda kepada Dza'lab: Celakalah engkau! Mata-mata tidak dapat menyaksikannya. Namun hati-hati dapat menyaksikannya.[5][]