Bertaklid kepada marja a’lam maksudnya adalah bahwa orang-orang yang tidak memiliki keahlian dalam masalah-masalah juristik (fikih) dalam menunaikan tugas-tugas syar’inya harus beramal berdasarkan fatwa seorang mujtahid yang memiliki keahlian sempurna dalam ilmu Fikih dan lebih pandai (a’lam) daripada mujtahid lainnya. Mujtahid a’lam dapat diidentifikasi melalui tiga cara berikut ini: Pertama, ia sendiri meyakininya (bahwa mujtahid ini a’lam). Kedua, dua orang adil ahli khibrah (pakar) membenarkan bahwa ia adalah seorang mujtahid atau a’lam. Ketiga, sebagian ulama membenarkan bahwa ia seorang mujtahid atau a’lam dalam masalah hukum syariat.
Untungnya tatkala sekelompok guru Hauzah Ilmiah Qum memperkenalkan beberapa orang yang memiliki kelayakan sebagai marja taklid maka setiap Muslim dapat memilih salah seorang dari mereka sebagai marja taklid dan beramal sesuai dengan Taudhi al-Masâil marja tersebut maka dengan cara seperti ini sudah barang tentu ia telah menunaikan tugas syar’inya. Mengingat adanya media-media komunikasi yang canggih orang-orang yang baru memeluk Islam (muallaf) dapat, dengan berbagai model dan apa pun bahasanya, memperoleh informasi terhadap masalah ini.
Merujuknya orang-orang non-ahli kepada orang-orang ahli merupakan sebuah tindakan rasional dan mendapatkan sokongan dari seluruh umat manusia. Karena seseorang tidak dapat menjadi seorang ahli dan spesialis dalam seluruh bidang keahlian. Oleh itu, pada bidang yang bukan menjadi keahliannya ia merujuk kepada seorang ahli dan spesalis. Taklid a’lam dalam terma fikih bermakna orang-orang yang tidak memiliki keahlian dalam masalah-masalah fikih merujuk kepada seorang mujtahid yang memiliki keahlian dan kepakaran sempurna dalam bidang ilmu Fikih dan lebih pandai daripada mujtahid-mujtahid lainnya (a’lam) kemudian menunaikan tugas-tugas syariatnya berdasarkan fatwa mujtahid yang telah ia pilih.
Untuk mengenal mujtahid a’lam (ahli yang paling pandai dalam fikih) dapat dilalukukan melalui tiga cara yang telah ditentukan sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengenal dan memilih marja taklid yang ia yakini melalui salah satu dari tiga cara ini:
1. Dengan keyakinan hati yang berdasarkan ilmu pengetahuan, seperti seorang ulama yang telah mampu mengenal mujtahid dan a’lamiyah seseorang.
2. Dengan melalui kesaksian dua orang alim yang adil yang telah mampu menentukan dan menetapkan kemujtahidan dan a’lamiyah seseorang. Dengan syarat kesaksian keduanya itu tidak dibantah oleh kesaksian dua orang alim dan adil yang lainnya.
3. Dengan kesaksian dan penetapan sekelompok ahli khibrah (ulama) atas kemujtahidan dan a’lamiyah seseorang, dan atas dasar penetapan dan kesaksian mereka dapat diperoleh keyakinan (ithmi'nân, kemantapan hati).[1]
Pada masa sekarang ini, kemajuan teknologi sedemikan pesatnya sehingga siapa pun dari belahan dunia mana pun dapat berhubungan dengan Hauzah-hauzah Ilmiah dan kaum ruhani lainnya yang mengenal masalah taklid dan kemudian memilih marja taklidnya. Penting untuk diingat bahwa dewasa ini untungnya terdapat sekelompok guru dan mujtahid Hauzah Ilmiah Qum (Jâme’e Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qum) memperkenalkan beberapa orang yang memiliki kelayakan sebagai marja taklid. Orang-orang tersebut, sesuai dengan urutan abjad, adalah sebagai berikut:
1. Ayatullah al-Uzhma Sayid Kazhim Hairi
2. Ayatullah al-Uzhma Sayid Ali Khamenei
3. Ayatullah al-Uzhma Sayid Ali Siistani
4. Ayatullah al-Uzhma Sayid Musa Syubairi Zanjani
5. Ayatullah al-Uzhma Luthfullah Shafi Gulpaigani
6. Ayatullah al-Uzhma Nashir Makarim Syirazi
7. Ayatullah al-Uzhma Husain Wahid Khurasani
Setiap Muslim dapat memilih salah seorang dari marja agung taklid ini sebagai marja taklidnya dan beramal sesuai dengan Taudhi al-Masâil marja taklid yang dipilihnya dan sudah barang tentu dengan melakukan hal ini ia telah mengerjakan tugas-tugas syariatnya.
Terkait dengan penerjemahan kitab-kitab Taudhi al-Masâil ke dalam pelbagai bahasa yang lain di antaranya bahasa Inggris harus dikatakan bahwa meski telah dilakukan pelbagai upaya dalam masalah ini namun disayangkan masih terdapat banyak kekurangan yang kami harapkan dapat segera ditutupi dengan usaha yang lebih besar pada masa-masa yang akan datang. [IQuest]
[1]. Taudhi al-Masâil (Al-Muhasysyâ li al-Imâm al-Khomeini), jil. 1, hal. 15, Masalah 3. Jelas bahwa yang dimaksud alim di sini adalah alim dalam masalah-masalah agama.