Dalam sebuah klasifikasi umum, agama dapat dibagi menjadi dua bagian, Ilahi dan manusiawi. Agama merupakan sekumpulan keyakinan, akhlak, aturan dan ketentuan yang bertujuan untuk mengatur individu dan masyarakat serta membina manusia melalui jalan wahyu dan akal. Islam secara leksikal bermakna taslim (tunduk) dan pasrah. Adapun Syiah bermakna sebagai pengikut. Keunggulan mazhab Syiah dibandingkan dengan mazhab lainnya adalah disebabkan oleh "kebenarannya". Di setiap masa, agama yang benar hanya terbatas pada satu agama. Allah Swt pada setiap masa memiliki satu syariat. Adapun agama-agama lainnya apakah mereka secara asasi merupakan agama yang batil atau pun tidak memiliki dasar, telah punah atau telah dianulir oleh agama yang datang setelahnya. Islam merupakan agama pamungkas dan sempurna yang diturunkan bagi umat manusia. Sedemikian sehingga Allah Swt hanya akan menerima agama Islam sebagai satu-satunya agama resmi dan sah bagi manusia. "Inna al-din 'indaLlâhi al-Islâm." (Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam, Qs. Ali Imran [3]:19) Waman yattabi' ghair al-Islam dinan falan yaqbla minhu." (Barang siapa yang mengikut agama selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima, Qs. Ali Imran [3]:85)
Asas dan fondasi mazhab Syiah adalah tauhid, keadilan, kenabian, imamah dan ma'ad. Syiah adalah mazhab yang meyakini terhadap adanya 12 imam maksum sebagai khalifah Rasulullah Saw dimana Imam Pertama mazhab Syiah adalah Ali bin Abi Thalib dan Imam Pamungkas (Imam Keduabelas) adalah Imam Mahdi Ajf. Dalam riwayat yang dinukil dari Rasulullah Saw dijelaskan jumlah bilangan dan bahkan nama-nama para Imam Maksum As.
Orang-orang Syiah merupakan sebuah komunitas yang seluruh perbuatan, keyakinan, akhlak dan semangatnya berdasarkan Islam, al-Qur’an dan seluruh titah Rasulullah Saw dan apa pun yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw dipandang sebagai perintah Allah Swt. Dan Rasulullah Saw sendiri yang menganugerahkan gelar (Syiah) ini pada masa hidupnya kepada para pengikut Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As.
Dalam sebuah klasifikasi umum, agama dapat dibagi menjadi dua bagian, agama Ilahi dan agama manusiawi.
Agama manusiawi merupakan sekumpulan keyakinan, akhlak, aturan dan ketentuan yang dibuat dan disusun oleh manusia untuk kehidupannya. Oleh itu, agama adalah tawanan hawa nafsu dan alat di tangan manusia yang membuatnya.
Agama Ilahi (revelasional) adalah sekumpulan keyakinan, akhlak, aturan dan ketentuan yang diturunkan oleh Tuhan sebagai petunjuk bagi manusia sehingga manusia dengan ajaran-ajarannya dapat mengendalikan hawa nafsu dan kecerdasannya serta menyediakan kebebasan baginya.[1]
Islam secara leksikal bermakna taslim (tunduk) dan pasrah. Al-Qur’an menyebut agama yang menyeru untuk tunduk dan pasrah itu sebagai Islam dimana seluruh agenda universalnya adalah tunduk dan pasrahnya mansuia kepada Tuhan alam semesta.[2] Dan berkat ketundukan dan kepasrahan ini manusia tidak menyembah sesuatu kecuali Tuhan dan tidak menuruti titah siapa pun kecuali titah Tuhan.
Agama Islam merupakan agama paling sempurna dan paling meliputi yang diturunkan Tuhan sebagai petunjuk kepada manusia supaya manusia dapat menggapai kesempurnaan dan kebahagiaan abadi.[3]
Apa yang menyebabkan kita menerima agama Islam karena beberapa dalil berikut ini: 1. Serba meliputinya agama Islam. 2. Keharmonisan ajaran Islam dengan akal sehat manusia. 3. Tidak ekspressifnya agama-agama lain selain Islam (dalam mengungkapkan ajaran-ajarannya) 4. Berakhirnya usia agama-agama lainnya dan terjadinya
penyimpangan pada agama-agama tersebut sepanjang perjalanan sejarah.[4]
Banyak jumlah mazhab-mazhab dan agama-agama samawi yang hingga kini diturunkan untuk manusia. Bilangan agama tersebut adalah bilangan vertikal bukan horizontal. Artinya bahwa agama baru adalah agama yang menganulir dan menyempurnakan agama sebelumnya. Seiring dengan datangnya agama baru maka masa pakai agama lama sudah kadaluarsa dan tidak laku lagi. Lantaran sudah expired (masa pakainya sudah usai) maka agama lama tersebut memberikan tempatnya kepada agama baru dan semua penganutnya harus mengikuti dan beriman kepada ajaran baru tersebut. Atas alasan ini, dalam teks-teks suci agama menyebut orang-orang yang tidak beriman kepada agama yang baru disebut sebagai "kafir."
Islam merupakan agama pamungkas dan sempurna yang diturunkan bagi umat manusia. Sedemikian sehingga Allah Swt hanya akan menerima agama Islam sebagai satu-satunya agama resmi dan sah bagi manusia. "Inna al-din 'indaLlâhi al-Islâm." (Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam, Qs. Ali Imran [3]:19) Waman yattabi' ghair al-Islam dinan falan yaqbla minhu." (Barang siapa yang mengikut agama selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima, Qs. Ali Imran [3]:85)
Amat disayangkan kaum Muslimin juga sebagaimana kaum-kaum dan pemeluk agama-agama sebelumnya berpencar pada agama-agama lainnya. Dan tentu saja semuanya tidak berpijak di atas agama yang benar. Nabi Saw bersabda: "Sesungguhnya umatku setelahku akan terpecah menjadi 73 golongan. Satu golongan yang selamat dan 72 golongan semuanya berada dalam neraka."[5]
Masing-masing dari golongan ini mengklaim bahwa merekalah sebagai golongan yang selamat (firqah al-Najiyah) dan mereka menyodorkan dalil-dalil untuk menyokong klaim mereka ini. Yang pasti golongan yang selamat itu hanya ada satu dan selainnya bukanlah golongan yang benar. Berdasarkan dalil-dalil qath’i (pasti) mazhab hak dan firqah nâjiyah di kalangan mazhab-mazhab Islam adalah mazhab Syiah Itsna Asyariyah. Mazhab inilah yang merefleksikan ajaran Islam hakiki dan benar.
Syiah untuk menetapkan kebenaran dan keselamatannya bersandar pada dalil-dalil dan bersikukuh atas validitas dalil-dalil tersebut. Karena keyakinan ini terangkai dari akal dan naql (Al-Qur’an, Sunah Rasulullah Saw dan Ahlulbait As). Sebelum membahas dalil-dalil yang digunakan Syiah untuk menetapkan kebenarannya ada baiknya kita terlebih dahulu mengulas sekilas tentang makna Syiah.
Apa itu Syiah?
Syiah dalam bahasa Arab bermakna pengikut. Al-Qur’an menyebutkan, “Wa Inna min Syi’atihi li Ibrahim, (Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk pengikut Nuh, Qs. Shaffat [37]:83). Secara teknis terminologis Syiah disebutkan untuk kelompok yang meyakini bahwa Rasulullah Saw sebelum wafatnya mengangkat penggantinya dan khalifah kaum Muslimin pada pelbagai kesempatan, di antaranya pada tanggal delapan belas (18) Dzulhijjah, tahun 10 Hijriah di bumi Ghadir Khum pada sebuah perlehatan akbar dan menetapkannya (khalifah) sebagai pemimpin politik, keilmuan dan agama selepasnya.
Menurut beberapa riwayat, Rasulullah Saw menyematkan gelar (Syiah) ini semasa hidupnya kepada para pengikut Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib As. Ketika itu, dengan menunjuk Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda: “Walladzi nafsi biyadih, Inna hadza wa Syia’tahu lahum al-Faizun yaumal Qiyama.” Demi jiwaku yang (berada) ditangan-Nya! Sesungguhnya dia (Ali) dan para pengikutnya adalah orang-orang berjaya di hari Kiamat.”[6]
Asas dan fondasi mazhab Syiah adalah tauhid, keadilan, kenabian, imamah dan ma'ad. Syiah adalah mazhab yang meyakini terhadap adanya 12 imam maksum sebagai khalifah Rasulullah Saw dimana Imam Pertama mazhab Syiah adalah Ali bin Abi Thalib dan Imam Pamungkas (Imam Keduabelas) adalah Imam Mahdi Ajf.
Dalil-dalil Syiah
Terdapat banyak riwayat terkait dengan masalah ini dimana kami akan menyebutkannya sebagian di sini mengingat ruang dan waktu yang terbatas.
1. Dalil rasional (aqli)
1.1. Kaidah Luthf: Sesuai dengan kaidah bahwa sebagaimana Allah Swt harus dan wajib mengutus seorang nabi dalam rangka menyebarkan agama untuk memberikan petunjuk kepada manusia demikian juga setelah Rasulullah Saw, Allah Swt juga wajib mengangkat para imam untuk melanjutkan jalan para nabi.
1.2. Syiah, berdasarkan ajaran-ajaran agama yang telah ditetapkan pada tempatnya sendiri,[7] meyakini bahwa untuk menjadi seorang imam, ia harus memiliki beberapa syarat di antaranya kemaksuman (ishmat), kelebihpandaian (a’lamiyah), keutamaan (afdhaliyyah) dan seterusnya dimana untuk mengenal sifat (khusunya kemaksuman) tidak mudah bagi manusia dan hanya Tuhan yang tahu ihwal sifat ini sehingga Dia memilih dan mengangkat seorang imam.
2. Dalil referensial (naqli)
2.1. Al-Qur’an:
A. "Innama waliyyukumuLlah wa rasulah wa al-mu'minun alladzina yuqimuna al-shalat yuthu'na al-zakat wa hum raki'un."[8]
Rasulullah Saw dalam sebuah lantunan doanya bersabda, “Tuhanku! Lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku. Dari keluargaku, jadikanlah Ali sebagai wazirku sehingga dengan perantaranya menjadi kuat dan kokoh punggungku.” Jibril As turun dan bersabda kepada Rasulullah Saw: Bacalah!. Rasulullah Saw bertanya, “Apa gerangan yang harus aku baca?” Jibril bersabda: Bacalah.. Innama waliyyukumuLlah wa rasulah wa al-mu'minun alladzina yuqimuna al-shalat yuthu'na al-zakat wa hum raki'un. Artinya sebagaimana Allah dan Rasul-Nya memiliki wilayah (otoritas) atas manusia demikian juga Ali bin Abi Thalib memiliki otoritas yang sama.[9]
B. “Yaa ayyuhalladzina Amanu Athi’uLlah wa Athi’u Rasul wa Ulilamri minkum.”[10] Yang dimaksud dengan “Ulilamri” pada ayat ini adalah para Imam Maksum yang merupakan pemimpin material dan spiritual masyarakat Islam pada seluruh dimensi kehidupan yang diamanahkan oleh Allah Swt dan Rasulullah Saw kepada mereka, dan tidak selain mereka.[11]
Dan ayat-ayat seperti “wa andzir asyiratakal aqrabin,"[12] "Ya ayyuharrasul balligh maa unzila ilaik min Rabbik wa inlam taf'al fama ballaghta risalatah,"[13] "Al-Yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu 'alaikum ni'mati wa radhitu lakum al-Islama Dina."[14] "Innama yuriduLlah liyudzhiba 'ankum al-rijs Ahlalbait,"[15] dan banyak lagi ayat lainnya yang disebutkan dalam hal ini. [16]
2.2. Sunnah
Rasulullah Saw juga sesuai dengan penegasan sejarah dan sebagian riwayat senantiasa menyebut Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib As sebagai washi dan khalifahnya. Di sini kita hanya akan menyebut sebagian dari penegasan sejarah dan sebagian riwayat tersebut:
A. Hadis yaumuddar: Qala Rasulullah Saw: Inna hadza Akhi wa Washi wa Khalifati fiikum Fasma’u lahu wa Athi’u.”[17] Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya (dia ini) adalah saudaraku, washiku dan khalifahku bagi kalian. Dengarkanlah perkataannya dan taatilah perintahnya.”
B. Hadis thair: Fainna Rasulallah Utiya bithairin masywi minal Jannah Fada’aLlah Azza wa Jalla an yadkhula ‘alaihi Ahabbu khaliqihi ilaihi fawaffaqaniyaLlah liddukhul ‘alaihi hatta akaltu ma’ahu min dzalika al-thair.[18] Sesungguhnya Rasullullah Saw diantarkan seekor ayam panggang dari surga kemudian beliau berdoa kepada Allah Swt supaya seseorang yang paling dicintai-Nya datang kepadanya. Kemudian Allah Swt memberikan taufik kepadaku untuk datang kepada Rasulullah Saw sehingga menyantap hidangan tersebut bersama Rasulullah Saw.
C. Hadis manzilah: Qala Rasulullah Saw: Ya Ali! Anta minni bimanzilati Harun min Musa illa Annahu Laa Nabiya Ba’di.” Rasulullah Saw bersabda: Wahai Ali! Engkau bagiku laksana Harun bagi Musa. Hanya saja tiada nabi selepasku.”[19]
D. Hadis tsaqalain: Qala Rasulllah Saw: Inni Tarik fikum al-Khalifatain ahaduhma Akbar minal akhar. Kitaballah hablu mamdud min al-Sama ila al-Ardh wa ‘Ithtrati Ahlu Baiti al-Latif al-Khabir annahuma lan yaftariqa hatta yarida ‘ala al-Haudh.” Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku tinggalkan bagi kalian dua hal dimana salah satunya lebih besar dari yang lain. (Yang pertama) Kitabullah (al-Qur’an) yang merupakan tali yang terulur dari langit hingga bumi dan (yang kedua) adalah Ahlulbaitku. Allah Swt mengabariku bahwa keduanya tidak akan pernah terpisah hingga keduanya bertemu denganku di telaga Kautsar.”[20]
E. Hadis ghadir: Qala Rasulullah Saw: Man Kuntu Mawlahu Fa’Aliyyu Mawlahu.” Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya.” Dan Rasulullah Saw menyampaikan sabdanya ini sebanyak tiga kali. Menurut sebagian riwayat sebanyak empat kali – dan setelah bersabda Rasulullah Saw mendongakkan kepalanya ke langit dan bersabda: “Allahumma wala man walahu wa ‘ada man ‘adahu. Wa Ahabba man ahabbahu. Wa abghadh man abghadahu. Wanshur man nasharahu wakhdzal ma khadzalahu. Wa adirru al-Haq ma’ahu haitsu dar.” Tuhanku! Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Jadikanlah kekasih-Mu orang yang menjadikannya sebagai kekasih. Murkailah orang yang murka dengannya. Tolonglah orang yang menolongnya. Dan tinggalkanlah orang yang meninggalkannya. Jadikanlah kebenaran senantiasa bersamanya dan jangan pisahkan kebenaran darinya.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda: Ala Fayuballigh al-syahidu al-Ghaiba.” Hendaknya yang hadir (mendengarkan) menyampaikan kepada yang tidak hadir.”[21]
Hadis-hadis ini merupakan setetes dari samudera hadis yang disebutkan dalam masalah ini.
Karena itu, orang-orang Syiah merupakan sebuah komunitas yang seluruh perbuatan, keyakinan, akhlak dan semangatnya berdasarkan Islam, al-Qur’an dan seluruh titah Rasulullah Saw dan apa pun yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw dipandang sebagai perintah Allah Swt. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada al-Qur’an demikian juga patuh kepada Rasulullah Saw.”[22] Orang-orang Syiah adalah kaum yang meyakini bahwa Rasulullah Saw senantiasa mengumumkan kenabiannya beserta wishaya dan khilafah Ali bin Abi Thalib As.[IQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan Anda melihat beberapa indeks berikut ini:
- Qur’an dan Definisi Islam-Muslimin, Pertanyaan 665 (Site: 829)
- Dalil-dalil Kebenaran Syiah, Pertanyaan 6862 (Site:6941)
- Dalil-dalil Mengapa Kita Menerima Islam, Pertanyaan 1146 (Site: 1168)
[1]. Abdullah Jawadi Amuli, Intizhâr-e Basyar az Din, hal-hal. 24-6.
[2]. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan.” (Qs. Al-Baqarah [2]:208)
[3]. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu.” (Qs. Al-Maidah [5]:3)
[4]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat: Indeks: Beberapa Alasan Mengapa Saya Menerima Islam, Pertanyaan 1146 (Site: 1168)
[5]. Al-Ibânat al-Kubrâ, Ibnu Battah, jil. 1, hal. 3; al-Khisâl, Ibnu Babewai hal. 585.
[6]. Jalaluddin Suyuthi, Durr al-Mantsur, jil. 6, terkait dengan ayat 7 surah al-Bayyinah, Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah sebaik-baik makhluk.” Syiah Pâsukh Midahad, hal-hal. 22-23.
[7]. Silahkan lihat, kitab kalam Syiah di antaranya Kasyf al-Murâd, bab Imâmah, syarâith al-Imâm (syarat-syarat seorang imam).
[8]. "Sesungguhnya pemimpinmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam kondisi rukuk." (Qs. Ali Imran [3]:55).
[9]. Dalam kitab Tafsir Majma’ al-Bayân dan kitab-kitab lainnya dinukil dari Abdullah bin Abbas yang pada suatu hari duduk di samping sumur Zamzam dan menyampaikan hadis dari Rasulullah Saw kepada masyarakat. Tiba-tiba seseorang yang mengenakan sorban yang menutupi wajahnya datang mendekat. Kapan saja Ibnu Abbas menukil hadis dari Rasulullah Saw ia juga dengan redaksi “Qala Rasulullah Saw” (Rasulullah Saw bersabda) menukil hadis yang lain dari Rasulullah Saw. Ibnu Abbas bersumpah (meminta) supaya ia memperkenalkan dirinya. Orang itu membuka wajahnya dan berteriak! Ayyuhannas! Barang siapa yang tidak mengenalku maka ketauhilah aku ini Abu Dzar al-Ghifari. Aku mendengar sendiri (dengan dua telingaku) dari Rasulullah Saw dan apabila aku berdusta semoga dua telingaku ini menjadi tuli. Dan aku melihat dengan dua mataku sendiri peristiwa ini. Apabila aku berdusta semoga dua mataku ini menjadi buta. Rasulullah Saw bersabda: ‘Ali Qâid al-bararah wa Qâtil al-kufrah. Manshur man nasharah makhdzul man khadzalah. (Ali adalah pemimpin orang-orang bijak dan pembunuh orang-orang kafir. Barang siapa yang menolongnya maka Tuhan akan menolongnya dan barang siapa yang membiarkannya maka Tuhan akan membiarkannya). Kemudian Abu Dzar menambahkan: Ayyuhannas! Suatu hari aku menunaikan shalat bersama Rasulullah Saw di masjid. Seorang peminta-minta datang ke masjid dan memohon pertolongan. Namun tiada seorang pun yang memberikan sesuatu kepadanya. Ia menegakkan kedua tangannya ke langit dan berkata: Tuhanku! Engkau jadi saksi bahwa aku di masjid Rasul-Mu memohon pertolongan namun tiada seorang pun yang menolongku. Pada saat itu, Ali As yang sedang menunaikan shalat menunjukkan (member isyarat pada) jari kecil tangan kanannya. Sang peminta-minta itu datang mendekat dan mengeluarkan cincin dari tangan Baginda Ali. Rasulullah Saw yang sedang menunaikan shalat menyaksikan kejadian ini. Selepas shalat, beliau mendongakkan kepalanya ke langit dan berkata demikian: “Tuhanku! Saudaraku Musa memohon kepada-Mu supaya Engkau lapangkan dadanya, mudahkan urusannya dan lepaskan kekakuan dari lisannya supaya orang-orang memahami perkataannya. Dan juga Musa memohon (kepada-Mu) kiranya Harun saudaranya Engkau jadikan sebagai wazir dan penolong baginya dan melalui perantaranya Engkau perbanyak kekuatannya serta menjadi mitranya dalam usahanya. Tuhanku! Aku Muhammad, nabi dan rasul-Mu, lapangkanlah dadaku, mudahkan segala urusanku, dan jadikanlah Ali, dari keluargaku, sebagai wazirku sehingga dengan perantaranya, ia menguatkan dan mengokohkan punggungku.” Abu Dzar berkata: Belum lagi Rasulullah Saw menyelesaikan doanya sehingga Jibril turun dan bersbda kepada Rasulullah Saw: “Bacalah!” Apa gerangan yang harus Aku harus baca?” Tanya Rasulullah. Jibril bersabda: Bacalah “Innama waliyyukumuLlah wa rasulah wa al-mu'minun alladzina yuqimuna al-shalat yuthu'na al-zakat wa hum raki'un…” (Tafsir Nemune, jil. 4, hal. 422).
[10]. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulul amri (para washi Rasulullah) di antara kamu.” (Qs. Al-Nisa [4]:59) Seluruh muffasir Syiah sepakat dan mencapai konsensus (ijma) dalam hal ini bahwa yang dimaksud dengan “Ululamri” pada ayat ini adalah para Imam Maksum yang menjadi pemimpim material dan spiritual masyarakat Islam, pada seluruh dimensi dan strata kehidupan dari sisi Allah Swt. Dan tidak termasuk selain mereka. Tentu saja mereka yang diangkat dari pihak mereka dan memangku jabatan dalam masyarakat Islam, dengan syarat-syarat tertentu, harus ditaati bukan lantaran mereka adalah Ululamri melainkan lantaran mereka adalah representasi Ululamri.
[11]. Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 436.
[12]. “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Qs. Al-Syua’ra [26]:214)
[13]. "Hai rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya." (Qs. Al-Maidah [5]:67)
[14]. "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu." (Qs. Al-aidah [5]:3)
[15]. "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya." (Qs. Al-Ahzab [33]:33)
[16]. Allamah Hilli dalam kitab Alfain menyodorkan seribuan dalil untuk menetapkan imamah Imam Ali bin Abi Thalib dan seribu dalil untuk menggugurkan pelbagai keraguan para penentang.
[17]. Tafsir Nemune, jil. 15, hal. 372.
[18]. Shaduq, al-Khisâl, jil. 2, hal. 580.
[19]. Raudha al-Kâfi, terjemahan Kumrei, jil. 2, hal. 182.
[20]. Kasyf al-Murâd, terjemahan dan ulasan Zawarei, jil. 1, hal. 44.
[21]. Tafsir Nemune, jil. 5, hal. 12.
[22]. Sesuai dengan ayat, “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan aatlah “Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” kepada rasul.” (Qs. Muhammad [47]:33) dan ayat (Qs. Al-Hasyr [59]:7)