Tuhan Maha Pencipta menciptakan wanita untuk pria dan pria untuk wanita. Hubungan di antara keduanya telah dicanangkan oleh Allah Swt dalam frame pernikahan yang berasaskan pengenalan satu dengan yang lain, disertai selaksa kriteria dan syarat-syarat yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam ajaran Islam dijelaskan selaksa kriteria dan pelbagai syarat dalam memilih istri dan pasangan hidup yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagian kehidupan rumah tangga dan masyarakat. Sebagian dari kriteria tersebut adalah iman sejati, berakhlak mulia, berasal dari keluarga baik-baik, memiliki akal dan pikiran yang sehat, menarik dan menyenangkan, mempunyai tingkat usia dan pendidikan yang sesuai, terhormat, suci dan terpelihara dari pelbagai noda dan seterusnya.
Tuhan Maha Pencipta menciptakan wanita untuk pria dan pria untuk wanita. Allah Swt berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Al-Rum [30]:21) Namun hubungan dan jalinan rumah tangga ini harus dan hanya dapat dibina dalam frame aturan syariat (pernikahan). Dalam agama suci Islam pernikahan dipandang sebagai salah satu ibadah dan penjaga agama manusia. Di samping itu, pernikahan juga merupakan media untuk meraih kemuliaan dan kesucian hidup.
Namun demikian Islam tidak memandang benar apa pun model pernikahan yang ada lantaran Islam meyakini bahwa masyarakat yang sehat bergantung pada keluarga yang sehat. Keluarga yang sehat terletak pada pernikahan yang benar dan berasaskan pengenalan serta memiliki selaksa kriteria dan syarat-syarat yang selaras dengan pandangan Islam. Dapat dikatakan bahwa banyaknya problema yang terjadi pada kehidupan rumah tangga manusia lantaran wanita dan pria tidak memilih pasangan yang cocok dan pantas baginya. Ketidakcocokan ini dijumpai setelah beberapa tahun berlalu dari usia pernikahan mereka. Pelbagai riset menunjukkan bahwa faktor-faktor utama terjadinya talak (divorce) adalah kecanduan, intervensi pihak ketiga, ketidakcocokan, masalah-masalah keuangan, miskin budaya dan model-model tradisional dalam memilih pasangan yang kebanyakan bersandar pada faktor kebetulan dan berujung pada berpisahnya pasangan suami dan istri.
Memilih pasangan merupakan asas dan batu sandaran sebuah kehidupan bahagia dan sukses. Dan harus dikatakan bahwa kebanyakan kegagalan dalam kehidupan rumah tangga bertitik tolak dan bersumber dari batu pijakan yang tidak sesuai ini. Bahwa sebuah kehidupan bahagia dan hangat setelah beberapa lama berubah menjadi kehidupan yang getir dan dingin. Tidak jarang dijumpai ucapan bahwa kita berdua semenjak awal tidak memiliki kecocokan antara satu dengan yang lain. Artinya bahwa kesimpulan dari ketidakcocokan ini adalah kesalahan pada tingkatan memilih calon pasangan hidup.
Para psikolog dan ahli dalam bidang keluarga berpendapat bahwa semakin banyak pria dan wanita memiliki informasi yang benar dan akurat ihwal satu dengan yang lain maka kehidupan rumah tangga keduanya akan semakin sukses atau gagal. Karena itu, masalah ini tidak boleh dipandang sederhana bahkan diperlukan waktu ekstra untuk mengurus masalah mahapenting “memilih pasangan hidup” ini dan menindaklanjutinya secara cermat dan serius.
Dalam masalah ini, para psikolog, pakar dalam bidang keluarga dan konsultan keluarga yang memandang diri mereka bertugas untuk memberikan panduan dan bimbingan kepada generasi muda dan merasa concern untuk memberikan solusi bagi anak-anak gadis dan remaja putra-putri untuk keluar dari satu kehidupan yang dingin dan tanpa semangat atau berujung pada perceraian antara keduanya, mereka meminta perhatian dari anak-anak putra-putri terhadap akar-akar yang mungkin saja menjadi persoalan utama dan melalui jalan ini berusaha untuk meminimalisir pelbagai kesalahan yang boleh saja terjadi. Salah satu hal penting dalam masalah ini adalah memilih pasangan hidup yang cocok dan sesuai. Sebelum segala sesuatunya, pertama-tama kita harus mengenal dengan baik calon pasangan hidup yang kelak akan kita pilih untuk menemani kita mengarung bahtera kehidupan. Apabila pilihan ini tepat dan didasari dengan kesadaran penuh maka badai persoalan apa pun yang akan menghantam tidak akan membuat kandas atau karam bahtera rumah tangga yang dibina. Segala persoalan akan ditangani dan dilalui dengan kepala dingin. Bagaimanapun harus dicermati bahwa memilih pasangan hidup bukanlah memilih pakaian atau memilih pembantu. Lantaran seseorang dengan memilih pasangan hidup ingin menentukan mitra dalam kehidupan rumah tangganya. Seorang mitra yang akan senantiasa menyertai langkahnya dalam senang dan susah, dalam suka dan duka. Di samping itu, ia ingin menjadikan pasangan tersebut sebagai mitra keuangan, mitra kehidupan dan lebih penting dari semuanya mitra dalam menjaga segala rahasianya. Karena itu, akal sehat (common sense) menghukumi bahwa manusia harus melakukan penelitian tentang calon pasangan hidupnya dan menghindar untuk tidak melakukan perbuatan tergesa-gesa dan bersikap toleran dari seluruh sisi persoalan. Ia harus mengenal dengan baik tipologi moral dan spiritual calon pasangan hidupnya. Kemudian menimbang siapa yang pantas dan layak mendampinginya mengarungi samudera kehidupan. Oleh itu, tingkatan evaluasi dan pengenalan untuk memilih calon pasangan hidup sangat vital dan fundamental dalam kehidupan manusia. Karena pengalaman menunjukkan bahwa kebanyakan perbedaan yang muncul dalam keluarga dan talak, keruntuhan keluarga adalah bersumber dari tindakan tergesa-gesa dalam memilih pasangan hidupnya.[1]
Karena itu, dalam menghadapi persoalan mahapenting dan menentukan ini dalam menentukan calon pasangan hidup, para Imam Maksum As memberikan instruksi untuk pertama-tama berwudhu, menunaikan dua rakaat shalat kemudian memohon semoga Allah Swt menganugerahkan pasangan hidup yang pantas dari sisi akhlak, kemuliaan, pandai mengatur keuangan dan menjaga kehormatan suami, rupawan dan mampu memberikan keturunan baginya kemudian melangkah pada tingkatan berikutnya yaitu tingkatan memilih calon istri.[2]
Instruksi para Imam Maksum As ini menjelaskan bahwa hanya bersandar pada pikiran dan gagasan manusia semata-mata tidaklah memadai melainkan juga harus bersandar kepada Allah Swt dan memohon pertolongan dari-Nya.
Syariat Islam telah menetapkan selaksa kriteria dan pakem untuk memilih pasangan hidup dimana wanita dan pria (pemuda-pemudi) dalam memilih pasangan hidupnya harus menjalankan kriteria-kriteria dan pakem-pakem tersebut sehingga dalam kehidupan rumah tangga, hubungan di antara kedua pasangan terjalin lebih baik, lebih sehat, lebih atraktif, lebih indah dan lebih manis.
Berikut ini kami akan menyinggung sebagian dari kriteria tersebut sebagaimana berikut ini:
1. Memiliki iman sejati, karena orang seperti ini lantaran jalinan hubungan hati dengan Tuhan tentulah merupakah seorang yang dapat dipercaya.
2. Berakhlak mulia, artinya bahwa manusia dihiasi dengan sifat-sifat, kebiasaan-kebiasaan, perilaku dan keinginan-keinginan terpuji, segala keutamaan, kesempurnaan, amalan dan perbuatan baik. Di samping itu, jauh dari sifat-sifat tercela, penyakit-penyakit moral dan sebagainya. Lantaran satu-satunya faktor yang dapat menjinakkan ruh pembangkang manusia dan insting-insting maksiat manusia adalah akhlak mulia. Sains dan industri tidak akan dapat memberikan ketenangan dan kedamaian bagi hidup manusia. Moral sejati yang bersumber dari iman hakiki kepada Allah Swt yang memberikan ketenangan dan kedamaian bagi manusia. Memiliki akhlak budiman dalam kehidupan akan menyebabkan keceriaan bagi kedua pasangan dan sebagian anggota keluarga lainnya. Disebutkan dalam riwayat bahwa istri yang berakhlak tercela akan menyebabkan penuaan dini bagi manusia.
3. Berasal dari keluarga baik-baik; artinya bahwa pasangan hidup manusia lahir, tumbuh dan besar di pangkuan seorang ibu dan ayah yang mulia dan suci. Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah khadra al-diman” (wanita jelita yang berasal dari keluarga buruk).[3]
4. Memiliki akal dan pikiran yang sehat. Akal yang sehat merupakan syarat terpenting bagi seorang pasangan hidup yang laik. Karena pengaturan dan manajemen kehidupan serta menyingkirkan pelbagai kesulitan kehidupan rumah tangga, melintasi jalan kebahagiaan, melakukan pekerjaan baik merupakan pekerjaan besar yang memerlukan akal dan pikiran yang sehat.
5. Cantik dan segar, seorang pasangan hidup yang memiliki sifat-sifat seperti ini, pada umumnya adalah penjamin untuk mencegah istri dari pelbagai penyimpangan dan kerlingan kepada yang lain. Galibnya masalah ini disertai dengan akhlak budiman. Adalah lebih baik pria dan wanita dalam acara pinangan, dengan izin dan restu dari kedua orang tua (dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam Taudhih al-Masail) melihat satu sama lain dan menyebutkan pelbagai fakta-fakta yang ada di antara keduanya. Atau dari pihak pria memilih saudarinya atau salah seorang kerabatnya yang dapat dipercaya kemudian mengutusnya melihat dari dekat calon mempelai wanita dan menjelaskan pelbagai karakteristik dan tipologi yang dimiliki oleh pihak mempelai pria.
6. Tingkat usia dan pendidikan yang sesuai. Dalam memilih istri diperlukan perhatian terhadap kesesuaian usia. Perbedaan tingkat usia baligh pada pria dan wanita adalah sebuah perkara wajar. Anak-anak putra kurang lebih empat tahun lebih lambat mencapai usia baligh dibandingkan dengan anak-anak putri. Karena itu, perbedaan usia mereka dalam masalah pernikahan juga minimal seukuran usia ini (anak putra lebih berusia) lebih baik namun bukan merupakan sebuah keharusan.
7. Terhormat dan suci dari pelbagai noda, memelihara kemuliaan dalam ucapan dan perbuatan akan menjaga keluarga tetap stabil dan steril. Karena apabila dalam masyarakat kesucian dan kemuliaan dijalankan secara sempurna dan segala kelezatan seksual dibatasi hanya pada lingkungan keluarga maka para pemuda dan pemudi akan memilih untuk segera menikah dan membentuk ikatan rumah tangga dan juga akan semakin menemukan stabilitas dalam masyarakat. Dan sebaliknya apabila tidak ada pembatasan sedemikian, pergaulan dijalankan secara bebas dan tidak terdapat kemuliaan dalam masyarakat dan eksplorasi seksual hanya dapat dicapai di luar lingkungan rumah tangga, maka kaum pemuda-pemudi akan mengalami kecongcangan dan tentu tidak ingin memikul tanggung jawab keluarga dan membentuk ikatan rumah tangga. Terdapat kriteria lainnya yang dapat disimpulkan dari beberapa riwayat dan ajaran-ajaran agama yang akan disinggung secara selintasan. Kriteria tersebut adalah keperawanan istri untuk membina generasinya yang akan datang, kesucian dan kemuliaan, dapat bekerja dengan baik, dan apabila masyarakat menyebutkan kriteria-kriteria, kecantikan, mampu mengelola keuangan dengan baik, bersikap hemat, menjaga harta dan kekayaan, berselera untuk menyambut suaminya ketika pulang, menyertai setiap langkah suami dan sebagainya merupakan kriteria-kriteria derajat kedua dalam memilih calon pasangan yang apabila dipenuhi dengan baik maka kehidupan rumah tangga akan berjalan dengan indah, menyenangkan dan mulus. Karena itu, untuk perkara penting ini Anda jangan pernah sekali-kali memandang cukup hanya dengan perjumpaan dan perkenalan di jalan dan menyukai seseorang dari satu pihak saja. Karena boleh jadi hal tersebut akan menyebabkan penyesalan yang berkepanjangan. [IQuest]
[1]. Mi’yâr-hâ-ye Guzinesy Hamsar dar Âmuzehâ-ye Islâmi, Askari Islampur, Karimi, Majallah Pâsdar-e Islâm, Mehr 1386 S, No. 310, hal. 19.
[2]. Mustadrak al-Wasâil, Muhaddits Nuri, jil. 14, hal. 217, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, 1408 H.
[3]. Al-Kâfi, Tsiqat al-Islam, Kulaini, jil. 5, hal. 333. Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.