Menyatakan sumpah memiliki syarat-syarat dimana dengan adanya seluruh syarat tersebut maka seseorang memiliki tugas dan taklif untuk melaksanakannya. Apabila ia tidak melaksanakannya maka ia harus membayar kaffarahnya. Namun apabila salah satu syarat tersebut (syarat-syarat sumpah) tidak ada maka sumpah (qasam) belum lagi terealisir dan dalam hal ini ia tidak melakukan dosa.
Adapun bagaimana bersumpah, syarat-syaratnya dan sebagainya akan dijelaskan pada jawaban detil. Namun terkait dengan pertanyaan Anda harus dikatakan bahwa Anda bersumpah untuk tidak menjalin hubungan lagi dengan perempuan itu adalah perbuatan yang baik. Akan tetapi sumpah ini karena tidak dinyatakan dengan lafaz jalLâlah (misalnya demi Allah) maka ia tidak dapat disebut sebagai sumpah syar’i.
Adapun terkait dengan akad temporal jawabannya adalah bahwa sumpah tidak mengharamkan akad tersebut dan sebagai hasilnya melanggar sumpah tidak menyebabkan kaffarah. Dalam hal ini kami persilahkan Anda untuk merujuk pada beberapa link yang terdapat pada jawaban detil.
Apabila seseorang bersumpah untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, misalnya bersumpah untuk berpuasa atau tidak merokok, apabila ia dengan sengaja menentangnya (mengabaikannya), maka ia harus menyerahkan kaffarah perbuatan tersebut. Artinya kaffarah yang harus ia serahkan adalah membebaskan seorang budak atau mengeyangkan sepuluh orang fakir atau memberikan pakaian kepada mereka. Apabila ia tidak mampu melakukan hal ini maka ia harus berpuasa selama tiga hari[1] dan hal ini terlaksana apabila sumpah tersebut memiliki syarat-syarat sebagaimana berikut ini:
Syarat-syarat Bersumpah:
Pertama: Seseorang yang bersumpah harus berusia dewasa (baligh) dan berakal (âqil). (Dan apabila ia ingin bersumpah demi hartanya maka ia harus telah berusia baligh dan bukan termasuk orang yang kurang waras. Di samping itu, hakim syar’i tidak melarangnya untuk menggunakan harta bendanya). Ia bersumpah dengan memiliki maksud tertentu dan berada dalam kondisi ikhtiar. Karena itu, sumpah yang dinyatakan seorang anak kecil, kurang waras, mabuk dan seseorang telah memaksanya tidak sah. Demikian juga apabila ia bersumpah dalam keadaan marah dan tanpa disertai maksud untuk bersumpah (niat).
Kedua: Pekerjaan yang menjadi obyek sumpah yang ingin dilakukan bukan merupakan pekerjaan haram dan makruh. Demikian juga, pekerjaan yang menjadi obyek sumpah yang ingin ditinggalkan bukan merupakan pekerjaan wajib dan mustahab. Apabila ia bersumpah untuk melaksanakan pekerjaan mubah, maka meninggalkannya tidak boleh lebih baik ketimbang mengerjakannya dalam pandangan masyarakat (urf). Demikian juga, apabila ia bersumpah untuk meninggalkan pekerjaan mubah maka mengerjakannya tidak boleh lebih baik ketimbang meninggalkannya dalam pandangan masyarakat (urf).
Ketiga: Bersumpah dengan salah satu nama Tuhan Semesta Alam yang tidak disebut sebagai nama non-Zat-Nya seperti “Tuhan” dan “Allah” dan juga ia bersumpah dengan nama selain Tuhan, namun sedemikian menyebut nama tersebut sehingga tatkala orang-orang mendengar nama tersebut maka orang-orang memahaminya sebagai Zat Suci Allah Swt, misalnya bersumpah demi Pencipta (Khâliq) dan Maha Pemberi Rezeki (Razzâq) maka sumpahnya sah. Bahkan apabila bersumpah dengan sebuah lafaz tanpa indikasi (qarinah), tampak secara lahir bukan Tuhan, namun ia maksudkan adalah Tuhan maka sesuai dengan ihtiyâth wâjib ia harus melaksanakan sumpah tersebut.
Keempat: Ia harus menyatakan sumpah dengan lisannya. Dan apabila ia menulis atau menyatakan sumpah dalam hatinya maka sumpah tersebut tidak sah. Namun apabila seorang bisu menyatakan sumpah dengan isyarat maka sumpah tersebut sah.
Kelima: Memungkinkan baginya untuk melaksanakan sumpah dan apabila suatu waktu memungkinkan baginya untuk menyatakan sumpah dan setelah itu hingga akhir ia tidak mampu melaksanakan sumpah yang telah ia nyatakan atau ia kesusahan melaksanakannya maka sumpah tersebut harus ia batalkan tatkala ia memang tidak mampu melaksanakannya.[2]
Pengecualian:
Namun apabila ia menyatakan sumpah palsu supaya ia atau kaum Muslimin lainnya selamat dari kejahatan seorang zalim maka tidak ada masalah terhadap sumpah tersebut, bahkan terkadang menjadi wajib baginya untuk bersumpah palsu selain sumpah yang telah disebutkan pada masalah-masalah sebelumnya.[3]
Konklusi:
Karena itu, apabila seseorang bersumpah dengan salah satu nama Tuhan dan syarat-syarat yang telah disebutkan terpenuhi, dalam hal ini apabila ia menentang (mengabaikan) sumpah tersebut maka ia dinyatakan berdosa dan ia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang disebutkan dalam pembahasan kaffarah (harus membayar kaffarah).
Akan tetapi terkait dengan pertanyaan Anda harus dikatakan bahwa apabila sumpah ini lantaran tidak bersumpah dengan salah satu nama Allah Swt (bersumpah dengan lafaz al-Qur’an) karena itu dari sudut pandang syar’i tidak termasuk sebagai sumpah (syar’i) dan tidak memberikan efek syariat.
Adapun bahwa Anda bersumpah untuk tidak lagi menjalin hubungan dengan perempuan tersebut adalah pekerjaan yang sangat baik. Namun sumpah ini karena tidak dinyatakan dengan lafaz jalLâlah (nama Tuhan) maka ia tidak termasuk sebagai sumpah syar’i.
Terkait dengan akad temporal jawabannya adalah bahwa sumpah tidak mengharamkan akad tersebut dan sebagai hasilnya melanggarnya tidak menyebabkan kaffarah. Dalam hal ini kami persilahkan Anda untuk merujuk pada beberapa indeks terkait di bawah ini:
1. Indeks: Syarat Sah dalam Pernikahan Temporal, Pertanyaan No. 1290 (Site: 1275).
2. Indeks: Falsafah Diperlukannya Izin Ayah dalam Pernikahan Temporal Seorang Putri, Pertanyaan No. 2074 (Site: 2125).
3. Indeks: Pernikahan Temporal dengan Putri Perawan, Pertanyaan No. 610 (Site: 667).
4. Indeks: Bahasa Arab dalam Formula Pernikahan Temporal, Pertanyaan No. 1098 (Site: 1150).
5. Indeks: Akibat-akibat Sumpah Palsu, Pertanyaan No. 2724 (Site: 2981).