Apabila setelah mencari tahu dan menelusuri, namun marja' taklid a'lam belum lagi jelas bagi Anda, artinya dalam memilih marja' taklid, Anda sampai pada kesimpulan bahwa seluruh marja' sederajat tingkat a'lamiyah-nya, dalam hal ini jika Anda belum mengamalkan fatwa seorang marja' taklid, maka Anda dapat bersandar pada tab'idh dalam masalah-masalah yang tidak berkaitan satu dengan yang lainnya.
Namun harus dipahami bahwa dalam masalah-masalah yang berkaitan erat satu dengan yang lainnya, Anda harus bertaklid kepada satu marja' saja. Yakni Anda tidak boleh mengikuti fatwa seorang mujtahid –misalnya- dalam hukum kenajisan badan dan pakaian. Sementara pada masalah pakaian untuk shalat, Anda merujuk pada fatwa mujtahid lainnya. Namun apabila setelah beramal (bertaklid), Anda ingin merujuk pada fatwa marja' lainnya, maka hal ini termasuk dalam hukum 'udul (pindah marja' taklid secara total). Jelas, bahwa 'udul dalam taklid dan mengganti marja' taklid, harus dilakukan apabila Anda merasa yakin bahwa marja' yang lain tersebut ternyata a'lam (dibandingkan marja' yang Anda taklidi).[1]
Adapun apabila mukallaf tidak memiliki pengetahuan dan informasi tentang a'lamiyah seorang marja', maka berdasarkan fatwa sebagian marja' agung (Bahjat dan Siistani) dibolehkan merujuk kepada marja' yang sederajat sepanjang tidak ada ilmu ijmali (pengetahuan secara global) tentang adanya penentangan terhadap masalah ini secara pasti.[2]
Untuk penjelasan lebih jauh terkait dengan pertanyaan yang diajukan dalam hal ini kami meminta Anda untuk memperhatikan beberapa hal berikut ini:
Apakah dibolehkan 'udul dari seorang marja' taklid yang hidup kepada marja' yang sederajat dan setingkat a'lamiyah-nya dengannya? Misalnya apakah shalat dan puasa seorang mahasiswa yang melakukan perjalanan (safar) dapat merujuk kepada marja' taklid yang sederajat dengan marja pertama?
Ayatullah Agung Bahjat dan Ayatullah Agung Siistani: Apabila keduanya sederajat dalam ilmu dan kewara’an, maka dibolehkan merujuk kepada keduanya dalam masalah yang tidak berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya ia tidak dapat bertahan pada masalah-masalah hukum puasa musafir dan merujuk dalam masalah shalat.[3]
Apabila taklid Anda kepada seorang marja yang a'lam; dan sekarang pun Anda tetap yakin bahwa ia adalah seorang marja' yang a'lam, maka Anda tidak dapat berpaling ('udul) darinya. Iya (dibolehkan) berpindah (udul) darinya apabila terdapat seorang marja' lainnya yang sederajat a'lamiyah-nya dengan marja' taklid Anda. Akan tetapi apabila pada awalnya Anda meyakini kesederajatannya dan menjadi mukallidnya, maka dalam hal ini Anda dapat merujuk kepada marja' lainnya yang sederajat dan setingkat dalam ilmu dan wara'-nya. [IQuest]
Silahkan lihat, Indeks: Tab'idh dalam Masalah Taklid, Pertanyaan 2621 (Site: 3004)
[1]. Risâlah Dânesyjui, hal. 49. Diadaptasi dari Pertanyaan 1340 (Site: 1335)
[2]. Bahjat, Taudhi al-Masâil, masalah 6. Siistani, Ta’liqât ‘ala al-‘Urwat, masalah 11 dan 13.
[3]. Bahjat, Wasilah al-Najah, jil. 1, masalah 4. Siistani, Ta’liqât ‘ala al-Urwat, masalah 11 dan 13 sesuai nukilan dari Risâlah Dânesyjui.