Hubungan dan menggunakan secara keilmuan dan praktik arwah dan para jin serta setan dalam istilah leksikal dan teknikal fikih disebut sebagai sihir.[i] Sesuai dengan dalil-dalil Al-Qur’an, riwayat dan fikih, sihir tidak mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan bagi manusia dunia dan akhirat.
Al-Qur’an memandang penyihir sebagai kafir, tidak beriman, tidak bertakwa, bertransaksi buruk dengan dirinya, tidak memberdayakan diri,[ii] dan menambah dosa.[iii]
Riwayat-riwayat juga memandang bahwa penyihir sebagai kafir,[iv] kafir terhadap Al-Qur’an,[v] syirik,[vi] jauh dari rahmat Tuhan[vii] dan agama Islam,[viii] tidak memerlukan penghambaan kepada Tuhan,[ix] sebab terjerembabnya orang ke dalam neraka,[x] dan penyihir itu sebagai orang terkutuk.[xi]
Fukaha juga memandang haram sihir berdasarkan dalil-dalil ayat dan riwayat serta kerugian material dan kejiwaan, agama dan sosial.[xii]
[i]. Kemudian sesungguhnya seluruh jenis memperalat (jin, malaikat, setan) berserta bagiannya termasuk dalam definisi sihir, Syarh Makasib Muharramah, Mazji, Sayid Muhammad Ali Jazairi, jil. 2, hal. 112. Sesungguhnya Syahidain (Syahid Awwal dan Tsani), menggolongkan memperalat malaikat, jin dan menurunkan setan itu sebagai sihir. Ibid.
[ii]. “Dan mereka (orang-orang Yahudi) mengikuti apa yang dibaca oleh seta-setan pada masa kerajaan Sulaiman (untuk masyarakat dan mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (dan tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102); Tafsir al-Mizan, jil. 1, hal. 234.
[iii]. “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari golongan jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Qs. Jin [72]:6)
[iv]. Al-Wasâil, jil. 12, hal. 107.
[v]. Ibid, hal. 109.
[vi]. Ibid, hal. 106.
[vii]. Ibid, hal. 107.
[viii]. Ibid, hal. 108.
[ix]. Ibid, hal. 108.
[x]. Bihar, jil, 85, hal. 223. Wasail, jil. 12, hal. 108.
[xi]. Ibid, hal. 103.
[xii]. Makâsib Muharramah, Masalah Kesepuluh. Imam Khomeini Ra, kendati tidak memandang pelbagai hubungan ini sebagai sihir namun beliau memandangnya sebagai haram. “Yalhiqu bidzalik istikhdam al-malaikah wa ihdhar al-jin wa taskhirihim wa ihdhar al-arwah wa taskhirihim wa amtsalu dzalik..” Tahrir al-Wasilah, jil. 1; al-Makâsib al-Muharramah, Masalah 16.
Meski dalam pendefinisian dan penentuan obyek-obyek sihir dalam kitab-kitab bahasa dan fikih banyak definisi yang dikemukakan, akan tetapi dalam hal ini hubungan dengan arwah, jin-jin dan setan-setan disebut sebagai sihir. Hal ini merupakan sesuatu yang terima secara umum.[1]
Sihir memiliki latar belakang yang panjang dalam sejarah umat manusia dimana masa penyebarannya terjadi tatkala para nabi Ilahi tidak hadir di tengah masyarakat atau kekuasaan mereka tidak terlalu berpengaruh. Karena itu, ghalibnya kehadiran para penyihir semakin bertambah banyak pasca masa Nabi Nuh As[2] dan Sulaiman As.[3] Akan tetapi, sebagaimana yang tampak pada sejarah para penyihir dan setengah ilmu yang dimiliki oleh arwah, jin dan setan dan para pengklaim palsu yang mengklaim hubungan dengan mereka, para penyihir banyak menyisakan kerugian pada umat manusia, baik kerugian agama atau pun kerugian spiritual. Karena itu, menurut hemat kami, di samping cara-cara untuk mengakses dunia jin, setan dan arwah bertentangan dengan agama dan juga pelbagai pengaruh yang diberikan oleh setan, jin dan arwah bertentangan dengan agama dan boleh jadi di antara para penyihir ada yang mengklaim diri sebagai nabi atau Imam Mahdi.[4]
Kebahagiaan seorang manusia, pertemanan dan permusuhan, segala harapan dan kekuatiran, segala tidur dan bangung, segala perjalanan dan mukimnya berdasarkan kemaslahatan duniawi dan ukhrawinya, namun dalam sejarah para penyihir tidak demikian adanya.[5]
Dari sisi lain, dalam menghadirkan ruh dan memperalat jin dan setan tergolong penafian kehendak, kebebasan, dan pemaksaan pada mereka. Atau menghadirkan ruh perempuan atau seorang bocah (arwah atau jin) lantaran penghadiran ruh perempuan dan bocah ini termasuk jenis gangguan dan merugikan mereka.[6]
Kesimpulannya mengingat bahwa di samping informasi yang dimiliki oleh arwah, para jin dan setan itu terbatas[7] juga pengaruh yang mereka berikan juga terbatas.[8] Dan dari sisi lain, apabila informasi dan pengaruh dari setan maka pekerjaan setan adalah untuk menyesatkan dan memperindah segala yang batil.[9]
Karena itu, tidak ada yang dapat diandalkan dari hubungan semacam ini. [IQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa indeks berikut ini:
- Hubungan Manusia dan Jin, Pertanyaan 556.
- Hubungan dengan Makhluk Halus, Pertanyaan 293.
- Kemampuan Setan dan Jin, Pertanyaan 138.
[1]. Imam Hasan Askari As, “Kana ba’d Nuh Katsurat al-Sihrat.” Wasâ’il, al-Syiah, jil. 12, hal. 106.
[2]. Tafsir al-Mizân, jil. 1, hal. 237.
[3]. Ibid, jil. 10, hal. 330.
[4]. Syarh Makâsib Muharramah Mazji, jil. 2, hal. 67.
[5]. Ibid, hal. 69.
[6]. Ibid, hal. 69.
[7]. Al-Ihtijâj, jil. 2, hal. 81.
[8]. Ibid.
[9]. “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada tagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari tagut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” Nisa [4]:60; “Dan setan pun mengindahkan bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan.”( Qs. al-An’am [6]:60) dan banyak lagi ayat dalam al-Qur’an yang berkisah tentang setan.