4. Dengan memperhatikan tipologi seluruh benda ekstensial yang paling jelas (panjang, lebar dan tinggi) dan dari ekstensi volume benda-benda diperoleh dan tatkala volume benda-benda kita bandingkan dengan volume keseluruhan alam maka ruang benda-benda tersebut dapat diabstraksikan. Hal ini bermakna bahwa setiap benda yang mendiami ruang. Nah sekarang dengan menjadikan hal ini sebagai paradigma, bagaimana dapat ditetapkan bahwa setiap entitas jasmani dan materi mendiami zaman dan memiliki dimensi waktu?
Memperhatikan beberapa poin berikut ini dalam membantu Anda dalam memperoleh jawaban atas pertanyaan Anda:
1. Karena kembalinya seluruh sebab berujung pada sebab nominatif (fa’ili). Dalam masalah ini tidak terdapat perbedaan antara sebab final dan sebab nominatif.
2. Konsep-konsep filosofis tidak terdiri dari wujud kuiditas. Genus dan differentia adalah bagian-bagian kuiditas (mahiyyah). Sesuatu yang tidak memiliki kuiditas juga tidak memiliki bagian-bagian.
3. Akibat memilki ilmu presentif terhadap sebabnya namun tidak seperti ilmu presentif sebab terhadap akibat.
4. Sebagaimana ekstensi (imtidâd) merupakan keniscayaan entitas-entitas material, gerakan juga merupakan keniscayaan entitas-entitas material. Dan zaman adalah satuan gerakan; karena itu kapan saja terdapat materi maka akan senantiasa ada gerakan. Dan kapan saja gerakan ada maka zaman juga akan ada.
1. Kemiskinan eksistensial adalah kriteria kebutuhan akibat terhadap seluruh jenis sebab; karena Pertama: Kembalinya segala jenis sebab berujung pada sebab nominatif; karena sebab material dan formal pada hakikatnya adalah akibat itu sendiri yang melalui standar akal menjadi materi dan form; artinya tatkala ditinjau secara tunggal, materi dan form ini adalah akibat itu sendiri. Dan tatkala ditinjau secara mandiri ia adalah sebab material dan formal; karena itu perbedaan keduanya adalah perbedaan non-hakiki. Dan akibat bersumber dari sebab nominatif (illat fa’ili) dan sebab tujuan (illat ghai) meski secara sekilas kembalinya kepada selain pelaku, namun secara subtil pada seluruh hal, kembalinya tujuan (ghayat) kepada pelaku (fa’il) qua pelaku (fâ’il), bahkan pada pelaku hakiki tujuan adalah identik dengan pelaku (fâ’il) itu sendiri;[1] Dengan demikian dalam pembahasan ini tidak terdapat perbedaan antara sebab tujuan (illat ghai) dan sebab nominatif (illat fa’ili).[2] Kedua, kemiskinan eksistensial akibat terhadap sebab; artinya keberadaan akibat bergantung sepenuhnya kepada keberadaan sebab; dan ketergantungan ini terdapat pada seluruh bagian sebab-sebab; karena itu kriteria di atas berlaku pada seluruh bagian sebab-sebab.[3]
2. Konsep-konsep filosofis adalah konsep-konsep yang apabila dipredikasikan pada seluruh entitas hal itu merupakan penjelas dimensi-dimensi eksistensinya (bukan batasan-batasan kuiditasnya). Karena entitas tidak memiliki kuiditas, sebuah konsep yang dipredikasikan kepadanya, dan penjelas dimensi-dimensinya, juga tidak memiliki kuiditas. Karena itu, kuiditas tidak memiliki kesesuaian dengan obyeknya. Ketika tidak terdapat konsep kuiditas maka sudah barang tentu tidak akan dijumpai genus dan differentia. Karena genus dan differentia adalah bagian-bagian kuiditas. [4]
3. Akibat memiliki ilmu presentif terhadap sebabnya; namun tidak berbentuk shurat ilmiah sebab terhadap akibatnya sendiri; karena sebab memiliki seluruh tingkatan akibat dan hakikat akibat seluruhnya hadir padanya. Berbeda dengan akibat yang hanya memiliki sebab lemah yang hadir padanya, dan sebatas seukuran kapasitas eksistensialnya ia memiliki ilmu tentang sebabnya. Pada hakikatnya, ilmu akibat terhadap dirinya adalah identik dengan ilmu akibat terhadap sebab pada tingkatannya.[5]
4. Waktu dengan memperhatikan definisinya akan kami tetapkan untuk materi-materi; karena waktu (zaman) adalah satuan yang memiliki ekstensi gerakan. Karena itu, manakala ada gerakan maka pasti ada waktu (zaman).[6] Entitas-entitas material laksana air yang terus bergerak (in flux), senantiasa keluar dari kosmos potensial menuju alam aktual dan gerakan (harâkah) adalah gerakan dari alam potensial menuju alam aktual; karena itu materi-materi memiliki gerakan dan gerakan memiliki ukuran dan ukuran gerakan adalah waktu (zaman); karena itu entitas-entitas material senantiasa memiliki waktu (zaman) dan berada dalam lingkup (zaman). [iQuest]
[1]. Allamah Thabathabai, Nihâyat al-Hikmah, Abdullah Nurani, hal. 183-184, Muasssah Nasyr Islami, Jamiat al-Mudarrisin, Qum.
[2]. Ibid, hal. 171-195.
[3]. Ibid, hal. 170.
[4]. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Âmuzesy-e Falsafeh, jil. 1, hal. 200, Cetakan Keempat, Markaz-e Cap Nasyr Daftar Tablighat-e Islami, Tabestan, 1370 S.
[5]. Nihâyat al-Hikmah, hal. 260.
[6]. Ibid., 214.