Akal dan pemikiran senantiasa bersama dengan semua manusia dan manusia tidak akan kehilangan kekuatan berpikir dan kontemplasi pasca alam materi ini, melainkan ia akan menemukan hakikat-hakikat secara lebih jelas dan teliti dengan sirnanya hijab-hijab dan penghalang-penghalang.
Begitu banyak ayat-ayat di dalam al-Quran yang jika dicermati secara seksama akan menuai suatu kesimpulan bahwa manusia akan berpikir dan bertafakkur baik di hari kiamat, di surga, dan di neraka serta berperilaku dan bertindak sesuai dengan buah pikirannya. Tidaklah demikian bahwa kehidupan manusia setelah kematian sama seperti kehidupan binatang. Yang pasti, dan merupakan suatu hal yang gamblang, bahwa sebagian fungsi akal di alam akhirat tidak teraplikasikan sebagaimana halnya di alam dunia, seperti penemuan-penemuan akal tidak memiliki tempat di surga dan neraka, karena orang-orang yang berdomisili di surga tidak membutuhkannya dan Tuhan menegaskan bahwa penghuni neraka berada pada suatu keterbatasan yang menghalangi dan memustahilkan adanya suatu bentuk penemuan yang menyebabkan berubahnya kondisi mereka menjadi lebih baik.
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita harus memperhatikan poin ini bahwa dalam literatur Islam, akal dan pemikiran memiliki makna yang beragam.[1] Makna pertama akal, tafakkur dan berpikir secara mutlak. Banyak ungkapan-ungkapan suci al-Quran mengandung kata-kata yang merupakan turunan dari akar kata akal, menegaskan makna pertama akal ini.[2]
Sebagian hadis-hadis, dengan tanpa menafikan makna akal tersebut, juga mengungkapkan makna-makna khusus lain akal, sebagai contoh akal didefinisikan sebagai “yang dengan bantuannya bisa meraih keridhaan Tuhan dan surga abadi.”[3]
Adalah hal yang alami bahwa orang-orang beriman di surga yang menjalani kehidupan abadinya di bawah naungan keridhaan Tuhan, akal tidak lagi memiliki fungsinya sebagaimana definisi dalam hadis tersebut. Akal ini juga tidak akan berfungsi bagi para penghuni neraka, mereka tidak dapat menggunakan akalnya untuk mengantarkannya ke derajat keridhaan Tuhan dan meraih kenikmatan surgawi. Namun yang jelas bahwa bukan hanya karena alasan ini sehingga sebagian fungsi-fungsi akal akan sirna di alam akhirat, lantas kita berkesimpulan bahwa orang-orang yang hadir di hari kiamat, surga dan neraka, akan kehilangan kemampuan berpikir dan bertafakkur serta tidak lagi mengetahui apa-apa yang mereka alami.
Dalam kelanjutan kajian ini, secara ringkas dalam tiga bagian akan diutarakan contoh-contoh dari kekuatan berpikir manusia berdasarkan ayat-ayat al-Quran:
- Kita menemukan petunjuk akal dan tafakkur manusia dalam banyak ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang keadaan hari kiamat. Ketika orang-orang mukmin dan bertakwa menerima lembaran amal-amal mereka dari sebelah kanan, mereka memahami bahwa surga abadi berada dalam genggamannya dan dengan penuh bahagia[4] ia menunjukkan kepada orang lain untuk melihat lembaran cemerlang perbuatannya, mereka mengungkapkan itu sebagai suatu hasil dari tafakkur dan aktivitasnya di dunia.[5] Sementara orang-orang yang menerima lembaran buruk perbuatannya dari sebelah kiri, segera berteriak dan meraung-raung[6] karena neraka berada di hadapannya, mereka sangat ketakutan dan bingung karena mengetahui secara jelas bahwa tidak sedikitpun kekuatan duniawi dan kekayaan besar mereka mampu menyelamatkannya, karena itu mereka berharap tidak menyaksikan lembaran amal buruknya dan dapat kembali merasakan kematian (kembali ke dunia untuk melakukan segala perbuatan baik).[7]
Tuhan secara tegas mengatakan bahwa manusia, setelah meninggalkan dunia fana ini dan konsekuensi selanjutnya, dengan sirnanya sebagian penghalang dan hijab yang membatasi kekuatan tafakkurnya, akan menemukan kejernihan dan ketelitian pandangan secara khusus terkait dengan analisa terhadap apa-apa yang telah berlalu (alam dunia) dan yang hadir di sisinya (alam akhirat, surga atau neraka).[8] Karena alasan inilah, dengan diberikannya lembaran amal perbuatan manusia, Tuhan menginginkan agar setiap manusia menghakimi secara sendiri-sendiri berkenaan dengan amal dan perbuatannya.![9]
Apa yang sudah dijelaskan, dengan mengacu kepada sebagian kecil ayat-ayat al-Quran yang terkait dengan kajian tersebut menunjukkan kekuatan berpikir dan kontemplasi semua manusia di hari kiamat. Namun, masih akan diterangkan tentang masih adanya kekuatan berpikir manusia di surga dan neraka:
- Kita mesti mengetahui bahwa akal dan pemikiran merupakan suatu nikmat terbesar yang dihadiahkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada manusia.[10] Dan orang-orang yang tidak memanfaatkan hadiah Ilahi ini diperkenalkan dalam al-Quran sebagai paling buruknya binatang (makhluk manusia).[11] Dengan kondisi ini, apakah selayaknya Tuhan mencabut nikmat besar ini dari hamba-hamba-Nya yang saleh yang tinggal abadi di surga?!
Dengan mencermati secara seksama ayat-ayat al-Quran yang mencerikan keadaan para penghuni surga, akan kita saksikan petunjuk-petunjuk tentang keberpikiran manusia: mereka membandingkan nikmat-nikmat surga dengan apa-apa yang diberikan oleh Tuhan ketika di dunia,[12] mereka memandang baik bantuan Ilahi untuk sampai ke kondisi ini (menjadi penghuni surga),[13] mereka mengingatkan kebenaran ancaman-ancaman Ilahi ke penghuni neraka,[14] duduk bersama dengan para nabi,[15] dan mereka tidak mendengar kata-kata yang tidak bermanfaat di sana[16]...mereka merasakan kelezatan dan memilih nikmat Ilahi di antara ribuan nikmat-nikmat ilahi,[17] dan setelah mengkaji kondisi yang ada dan berkesimpulan bahwa yang lebih baik dari itu tak terlukiskan, mereka tidak menginginkan sedikitpun adanya perubahan,[18] dan lain sebagainya.
Apakah semua ini bukan merupakan tanda dari akal dan pengetahuan, dan apakah kehidupan manis seperti itu yang diliputi dengan perasaan dan tafakkur bisa disamakan dengan kehidupan binatang yang hanya berpikir memanfaatkan secara tidak sempurna kehidupan duniawi?!
- Namun dari sisi lain, para penghuni neraka juga berpikir dan akan tersiksa dari apa-apa yang niscaya mereka alami. Mereka terkadang memangggil para penghuni surga dan memohon untuk diberikan air dan sebagian nikmat-nikmat Ilahi yang berada dalam kekuasaannya,[19] dan terkadang mereka memanggil para malaikat penjaga neraka dan memohon kepadanya untuk meminta izin kepada Tuhan supaya diringankan azabnya,[20] atau mereka memohon dengan sangat kepada “Malik”, ketua para malaikat penjaga neraka, untuk disegerakan kematiaannya jika tidak ada keringanan azab supaya dapat terlepas dari kondisi ini,[21] bahkan secara langsung meminta kepada Tuhan untuk diberikan kesempatan yang kedua kali supaya mereka dapat mengganti perbuatan buruk mereka di masa lampau [di dunia].[22] Para penghuni neraka saling melaknat dan mengutuk di antara mereka[23] dan masing-masing meletakkan dosa dan kesalahannya di pundak orang yang lain.[24] Mereka sangat menyesal mengapa tidak menerima kata-kata para nabi dan rasul[25] dan akhirnya mereka berkesimpulan bahwa jika mereka mendengar nasehat-nasehatnya atau secara maksimal memanfaatkan akal dan pengetahuan mereka sendiri, maka mustahil terjebak dalam lembah sengsara ini.[26]
Dengan mengkaji ayat-ayat di atas, kita akan menemukan bahwa para penghuni neraka juga tidak kehilangan kekuatan berpikir dan tafakkurnya, melainkan tafakkur inilah yang justru melahirkan azab batin bagi mereka yang lebih menyiksa dari azab jasmani, karena lebih dalam mempengaruhi hati dan jiwa mereka.[27] Hal ini sebagaimana yang tertera dalam doa Kumail, “Ya Ilahi. Junjunganku, Pelindungku, Tuhanku. Sekiranya aku dapat sabar menanggung siksamu, mana mungkin aku mampu bersabar berpisah dari-Mu. Dan seandainya aku dapat bersabar menahan panas api-Mu, mana mungkin aku bersabar tidak melihat kemuliaan-Mu.“
Sangat dipastikan bahwa jika di neraka tidak berfungsi akal dan pikiran, dan manusia hanya menjalani kehidupan binatang, maka penjelasan yang seperti di atas tidaklah bermakna.
Namun berkaitan dengan pemisalan Anda tentang ‘penemuan’, akan dikatakan bahwa tidak ada kemungkinan hadirnya ‘penemuan’, sesuai dengan definisi yang disepakati oleh kami dan Anda pada masa kini, itu di surga maupun di neraka. Sedangkan di surga, apa yang kita inginkan, ketika kita memintanya akan hadir seketika bersama dengan nikmat-nikmat lain yang tidak terlintas dalam pikiran kita[28] dan kita tidak perlu mengerahkan pikiran dalam hal ini. Dengan ungkapan lain, ‘pilihan’ di sana (surga) adalah sama dengan efek ‘penemuan’ itu sendiri.![29]
Walaupun di neraka ada keperluan dan kebutuhan, namun ‘penemuan’ yang berefek pada suatu kondisi yang menguntungkan para penghuni neraka adalah hal yang tidak mungkin; karena Tuhan tidak menginginkan mereka keluar dari keadaan yang dialaminya. Terdapat ayat-ayat al-Quran yang mengisyaratkan bahwa para penghuni neraka berusaha keluar dari neraka dengan berbagai cara yang kuantitas dan kualitasnya tidak kita ketahui, namun upaya mereka ini senantiasa gagal dan mereka dikembalikan ke neraka.[30]
Diakhir uraian disimpulkan bahwa seluruh manusia tidak akan kehilangan kekuatan berpikir dan tafakkur sekalipun di hari kiamat, surga dan neraka. Dan kehidupan mereka tidak akan seperti dengan kehidupan binatang. [iQuest]
[1]. Terkait dengan hal ini, kami persilahkan Anda untuk menelaah Pertanyaan 6057 (Site: id6232) dan 788 (Site: 847).
[2]. “Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu merenungkan.” (Qs. Baqarah [2]: 242), “Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?.” (Ali Imran [3]: 65), “Katakanlah, “Seandainya Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya (dan aku belum pernah membawakan sebuah ayat pun). Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Qs. Yunus [10]: 16).
[3]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 4, hal. 369, Jami’u Mudarrisin, Qum, 1413 H.
[4]. “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya. Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dan dia akan kembali kepada keluarganya dengan gembira.” (Qs. Insyiqaq [84]: 7-9)
[5]. “Malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit (dan siap untuk melaksanakan setiap titah). Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhan-mu di atas (kepala) mereka. Pada hari itu, kamu sekalian dihadapkan (kepada Tuhan-mu), tidak satu pun dari amalanmu yang tersembunyi (bagi Allah). dapun orang-orang yang menerima kitab (amal)nya dengan tangan kanan, maka dia berkata (lantaran bahagia dan bangga), “Ambillah, bacalah kitabku (ini).” (Qs. Haqqah [69]: 17-19)
[6]. “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang. Maka dia akan berteriak, “Celakalah aku.” (Qs. Insyiqaq [84]: 10-11)
[7]. “Adapun orang yang menerima kitab (amal)nya dengan tangan kiri, maka dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya kitabku ini tidak diberikan kepadaku. dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang musnah sel+uruh kekuasaanku dari diriku. Ambillah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.” (Qs. Haqqah [69]: 25-30)
[8]. “(Dikatakan kepadanya), “Sesungguhnya kamu lalai tentang (hal) ini, lalu Kami singkapkan darimu tirai (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Qs. Qaf [50]: 22)
[9]. “Dan Kami gantungkan amal perbuatan tiap-tiap manusia di lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang ia jumpai terbuka. (Kami berfirman kepadanya), “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (Qs. Isra’ [17]: 13-14)
[10]. Silahkan lihat hadis pertama yang terdapat pada jilid pertama kitab Ushûl Kâfi.
[11]. “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang bisu dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun.” (Qs. Al-Anfal [8]: 22)
[12]. “Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat baik bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka berkata, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan di dalam surga-surga itu mereka memiliki istri-istri yang suci, serta mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Baqarah: 25)
[13]. “Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada dalam dada mereka; sungai-sungai mengalir di bawah mereka dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (semua kenikmatan surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi petunjuk kepada kami. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami dengan membawa kebenaran.” Dan diserukan kepada mereka, “Itulah surga yang diwariskan kepadamu disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (Qs. Al-A’raf [7]: 43)
[14]. “Dan penghuni-penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka (seraya berkata), “Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Lalu apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhanmu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka (penduduk neraka) menjawab, “Betul.” Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (Qs. A’raf: 44)
[15]. “Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. Al-Nisa’ [4]: 69)
[16]. “Ia tidak mendengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.” (Qs. Al-Ghasyiyah [88]: 11)
[17]. “(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuki, di bawahnya mengalir sungai-sungai, di dalam surga itu mereka memperoleh segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Nahl [16]: 31)
[18]. “Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah darinya.” (Qs. Al-Kahf [18]: 108)
[19]. “Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu.” Mereka (penghuni surga) menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir.” (Qs. Al-A’raf [7]: 50)
[20]. “Dan (ingatlah) ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, lalu orang-orang yang tertindas berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menanggung sebagian azab api neraka sebagai ganti dari kami?” (Qs. Ghafir [40]: 47)
[21]. “(Mereka berseru, “Hai Malik, biarlah Tuhan-mu membunuh kami saja.” Dia menjawab, “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (Qs. Al-Zukhruf [43]: 77).
[22]. “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.” (Qs. Al-Fathir [35]: 37)
[23]. “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuk mereka dalam kitab (Lawh Mahfûzh); hingga bila datang kepada mereka para utusan (malaikat) Kami untuk mengambil nyawanya, para utusan Kami itu bertanya, “Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah? (Mengapa mereka tidak datang membantumu)?” Orang-orang musyrik itu menjawab, “Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami”, dan mereka mengakui terhadap diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Qs. Al-A’raf [7]: 37)
[24]. “Dan (ingatlah) ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, lalu orang-orang yang tertindas berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menanggung sebagian azab api neraka sebagai ganti dari kami?” (Qs. Ghafir [40]: 47)
[25]. “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada rasul.” (Qs. Al-Ahzab [33]: 66)
[26]. “Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Al-Mulk [67]: 10)
[27]. “(Neraka Huthamah adalah) api Allah yang membara. (yang) membakar sampai ke hati.” (Qs. Humazah [104]: 6-7)
[28] . “Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan di sisi Kami ada tambahan (rezeki lain yang belum pernah terpikirkan oleh siapa pun).” (Qs. Qaf [50]: 35).
[29]. Adalah gamblang dan jelas bahwa sebagaimana kita di dunia ini mustahil menginginkan memakan mayat busuk dan meminum air selokan, para penghuni surga pun yang dikarenakan perspektif rasional mustahil menghendaki sesuatu yang tidak diridhai oleh Tuhan mereka.
[30]. “Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasailah azab yang membakar ini.” (Qs. Al-Hajj [22]: 22); “Dan adapun orang-orang yang fasik, maka tempat mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu senantiasa mendustakannya.” (Qs. Al-Sajdah [32]: 20).