Menurut hukum fikih memandang aurat (alat kelamin) selain pasangan (suami-isteri) adalah haram, kecuali untuk tujuan pengobatan yang mau-tidak-mau harus dilakukan dengan memandangnya. Dalam riwayat dijelaskan bahwa pelakunya akan dikenakan berbagai sanksi, antara lain digolongkan ke dalam kelompok orang-orang munafik dan mendapat kutukan dari tujuh puluh ribu malaikat.
Untuk menjawab pertanyaan di atas perlu kiranya kami kemukakan pandangan hukum fiksih disamping juga pandangan dari sisi sanksi dan akibat dari memandang tersebut:
A. Dari sudut pandang yuridis (hukum fikih):
Alat kelamin (penis dan vagina) dan anus menurut istilah fikih disebut sebagai "aurat." Imam Khomeini Ra ketika menjelaskan tentang aurat lelaki berkata: "Aurat lelaki yang wajib ditutupi ketika sedang shalat adalah seukuran yang diharamkan memandangnya, yakni bagian depan dan belakangnya yang berupa dubur (anus) dan alat kelamin lelaki dan kedua bijinya. Hal itu wajib ditutupi.”[1]
Dalam pandangan Islam hukumnya haram bagi lelaki memandang tubuh wanita yang bukan mahramnya (selain bagian muka -seukuran yang wajib dibasuh ketika berwudhu- dan kedua telapak tangannya sampai pergelangannya), sekalipun tidak memandang kepada alat kelaminnya. Demikian pula diharamkan memandang aurat yang lainnya, dan tidak ada perbedaan baik wanita memandang kepada aurat wanita atau lelaki lainnya atau lelaki memandang kepada aurat lelaki dan wanita lainnya. Hal itu diharamkan. Dan terdapat pengecualian, terkait dengan memandang ini, hanya pada dua keadaan:
Pertama, suami isteri dibolehkan saling memandang seluruh badannya. Imam Khomeini Ra dalam hal ini berkata: "Memandang aurat orang lain hukumnya adalah haram walaupun dari balik kaca atau melalui cermin atau air yang jernih dan selainnya. Dan secara ihtiyâth wâjib, hendaknya jangan melihat aurat anak kecil yang sudah mumayyiz (anak yang sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk). Akan tetapi bagi pasangan suami isteri dibolehkan memandang seluruh badan pasangannya.”[2]
Kedua, dokter dibolekan memandang aurat pasiennya untuk tujuan pengobatan (medis). Sehubungan dengan hal ini Imam Khomeini Ra berkata, "Apabila seseorang -untuk tujuan mengobatan- terpaksa harus memandang auratnya, maka secara ihtiyath wajib, ia harus menggunakan cermin yang dihadapkan kepadanya, dan ia memandangnya melalui cermin tersebut. Akan tetapi jika tidak ada jalan lain kecuali harus melihatnya secara langsung, maka hal itu dibolehkan.[3] Adapun memandang selain bagian aurat seperti memandang bagian pantat dan bukan bagian tempat keluarnya tinja (anus), maka wanita dibolehkan memandang bagian tersebut pada wanita lainnya jika tanpa tujuan memperoleh syahwat, sebagaimana juga lelaki dibolehkan memandang bagian tersebut pada lelaki lainnya tanpa tujuan syahwat.[4]
B. Sisi balasan dan sanksi atas orang yang memandang aurat telah dijelaskan dalam sebagian riwayat, antara lain:
1.Barang siapa dengan sengaja memandang aurat orang lain (selain pasangan suami isteri), maka Allah Swt akan memasukkannya ke dalam kelompok orang-orang munafik.[5]
2. Barang siapa dengan sengaja memandanga aurat orang lain (selain pasangan suami isteri), maka ia akan dikutuk oleh tujuh puluh ribu malaikat.[6] [IQuest]
[1] . Najâtu al-'Ibâd (li al- Imâm Khomeini Ra), hal. 91, Masalah: 3.
[2]. Taudhih al-Masâil (Al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini Ra), jil. 2, hal. 489, Masalah: 2436.
[3]. Taudhih al-Masâil (Al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini Ra), jil. 2, hal. 491, Masalah: 2442.
[4]. Taudhih al-Masâil (Al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini Ra), jil. 2, hal. 490, Masalah : 2438 "Lelaki diharamkan memandang badan lelaki lainnya jika untuk tujuan kenikmatan syahwat. Demikian juga wanita diharamkan memandang badan wanita lainnya jika untuk tujuan tersebut".
[5]. Ash-Shaduq, Man La Yahdhuruh al-Faqih, jil. 4 hal. 13, Terbitan Jami'atu al-Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qum, 1413 H. Barangsiapa yang memandang aurat saudaranya sesama muslim atau aurat selain suami-isterinya dengan sengaja, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka bersama kaum munafikin.
“مَنْ نَظَرَ إِلَى عَوْرَةِ أَخِیهِ الْمُسْلِمِ أَوْ عَوْرَةِ غَیْرِ أَهْلِهِ مُتَعَمِّداً أَدْخَلَهُ اللَّهُ تَعَالَى مَعَ الْمُنَافِقِینَ”
[6]. Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 1 hal. 299. (….dan beliau juga melarang lelaki memandang aurat saudaranya sesama muslim dan berkata 'Barangsiapa memandang aurat saudaranya sesama muslim, maka ia akan dilaknat oleh tujuh puluh ribu malaikat. Dan melarang wanita untuk melihat aurat wanita lainnya, dan …..).
"...وَ نَهَى أَنْ یَنْظُرَ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ أَخِیهِ الْمُسْلِمِ وَ قَالَ مَنْ تَأَمَّلَ عَوْرَةَ أَخِیهِ الْمُسْلِمِ لَعَنَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَکٍ وَ نَهَى الْمَرْأَةَ أَنْ تَنْظُرَ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَ..."