Seluruh instruksi dan hukum Islam ditetapkan berdasarkan hikmah atau hikmah-hikmah yang sangat subtil dan berguna bagi umat manusia. Di antara instruksi dan hukum Islam yang hukumnya wajib bagi para haji pada hari raya Idul Adha di padang Mina adalah berkurban.
Sebagian hikmah berkurban pada musim haji adalah supaya para haji mengurbankan hawa nafsu dan menyembelih nafs al-ammarah, meraih ketakwaan dan kedekatan kepada Allah Swt, menolong orang-orang miskin dan lain sebagainya, bahkan apabila daging-daging kurban itu sama sekali tidak ada gunanya maka hikmah-hikmah ini tetap dapat diperoleh dan dipetik oleh manusia.
Untungnya dalam beberapa tahun terakhir, fasilitas-fasilitas yang sangat baik telah digunakan di tempat-tempat penyembelihan kurban di kota Mekkah, pemetian es, dan penyaluran daging-daging kurban ini kepada orang-orang yang membutuhkan hingga pada tataran tertentu mampu mencegah israf (perbuatan boros). Meski tindakan antisipatif ini belum sampai pada tingkat seratus persen namun demikian banyak kesuksesan yang telah dicapai dalam hal ini sehingga hanya tersisa sedikit jarak ideal yang harus ditempuh untuk penggunaan maksimal daging-daging kurban ini.
Mengingat bahwa Pemberi syariat Islam dan Pembuat hukum Tuhan Yang Mahabijaksana, seluruh instruksi dan hukum Islam ditetapkan dan dibuat berdasarkan hikmah atau hikmah-hikmah yang sangat subtil dan berguna bagi seluruh makhluk. Kendati boleh jadi manusia tidak mengetahui seluruh sebab dan hikmah hukum dan instruksi tersebut.
Di antara hukum dan instruksi Islam itu adalah bahwa orang-orang yang telah menunaikan haji tamattu’ dan qirân diwajibkan untuk berkurban pada hari raya Idul Kurban (Idul Adha) di padang Mina.[1]
Ulama Islam dengan memanfaatkan ayat-ayat dan riwayat-riwayat menjelaskan hikmah-hikmah dan falsafah-falsafah berkurban pada musim haji yang akan kita singgung sebagian darinya sebagaimana berikut ini:
1. Simbol Perlawanan terhadap Pelbagai Keterikatan Nafsu
Berkurban bagi para haji di hari Idul Kurban adalah sebuah simbol pengurbanan hawa-hawa nafsu dan penyembelihan nafs ammarah. Sebagaimana instruksi Allah Swt kepada Nabi Ibrahim As untuk menyembelih Nabi Ismail As adalah untuk maksud ini. Sehingga Nabi Ibrahim melalui amalan ini berperang melawan faktor yang paling sukar dan paling mengakar sehubungan dengan keterikatan nafsu yaitu kecintaan kepada anak. Namun hanya dengan ketaatan kepada Allah Swt Nabi Ibrahim dapat mencerabut segala keterikatan nafsu yang menguasai. Karena itu, sebagaimana ketaatan kepada instruksi ini menuai hasil edukatif yang besar untuk melepaskan diri dari penjara nafsu dan segala keterikatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail juga melambungkan kedudukan mereka berdua di sisi Allah Swt. Atas dasar itu, berkurban bagi para haji pada hakikatnya adalah sejenis jihad melawan hawa nafsu dalam upaya memerangi pelbagai keterikatan dan ketergantungan duniawi dan materi serta terlepas dari penjara penyembahan harta dan kekuasaan.[2]
2. Meraih Ketakwaan dan Kedekatan kepada Tuhan
Al-Qur’an dalam hal ini menyatakan, “Daging dan darah unta itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya.“[3] (QS. Al-Hajj [22]: 37) Karena pada dasarnya Allah Swt tidak membutuhkan daging hewan kurban, mengingat Dia bukanlah jasmani dan juga tidak membutuhkan. Dia adalah Entitas Sempurna dan Nirbatas dari segala sisi.
Dengan kata lain, tujuan Allah Swt mewajibkan para haji berkurban adalah supaya manusia dengan melintasi pelbagai tingkatan ketakwaan, ia berada dalam lintasan seorang manusia sempurna dan setiap harinya semakin mendekat kepada Allah Swt.
Seluruh ibadah dalam Islam adalah kelas-kelas pendidikan dan tarbiyah. Berkurban adalah pelajaran untuk berkorban, mempersembahkan, berdedikasi dan bersiap-siap untuk meraih kesyahidan di jalan Tuhan. Berkurban mengajarkan manusia untuk mengulurkan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan dan memerlukan.[4]
Apabila kita mencermati hikmah-hikmah yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa bahkan sekiranya daging-daging kurban tersebut tidak bermanfaat maka hikmah-hikmah ini tetap saja dapat diperoleh dan dipetik oleh manusia.
3. Menolong Orang-orang Miskin
Menolong orang-orang miskin (memberi makanan kepada mereka). Dari al-Qur’an dapat disimpulkan dengan baik bahwa salah satu tujuan memotong hewan kurban adalah supaya dagingnya dapat dikonsumsi baik oleh orang yang berkurban juga sebagian lainnya untuk orang-orang fakir.[5]
Berdasarkan tujuan mulia ini, kaum Muslimin tidak diperbolehkan untuk membiarkan daging-daging hewan kurban di Mina membusuk atau dikuburkan, melainkan daging-daging kurban tersebut pertama-tama harus didistribusikan kepada penduduk miskin di sekitar tempat itu dan apabila tidak terdapat orang miskin maka daging-daging kurban tersebut harus dikirim ke tempat-tempat lain dan didistribusikan kepada orang-orang miskin.
Bahkan berdasarkan hikmah ini juga apabila daging-daging hewan kurban tidak sampai di tangan orang-orang yang membutuhkan tepat pada waktunya dan membusuk, Anda tidak dapat melontarkan perkataan bahwa memotong hewan kurban tidak wajib! Sebaliknya, kaum Muslimin harus, berusaha dengan memanfaatkan pelbagai fasilitas modern, menjaga kekayaan melimpah ini dan sesegera mungkin menyerahkannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan kata lain, tidak dapat dikatakan bahwa karena daging-daging hewan kurban ini tidak sampai di tangan orang-orang miskin maka memotong hewan kurban tidak diwajibkan. Harus ditegaskan bahwa karena memotong hewan kurban wajib hukumnya dan salah satu hikmahnya adalah supaya orang-orang miskin memanfaatkannya. Karena itu fasilitas-fasilitas yang diperlukan harus disediakan supaya sampai di tangan mereka tepat pada waktunya.
Untungnya dalam beberapa tahun terakhir telah disediakan pelbagai fasilitas modern dan sangat berguna di pelbagai tempat penyembelihan dan para petugas haji hingga pada tataran tertentu telah berhasil dengan memeti-eskan daging-daging ini mampu mengantisipasi pemborosan dan meneruskannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Meski tindakan antisipatif ini belum sampai pada tingkat seratus persen namun dengan kesuksesan-kesuksesan besar yang telah dicapai dalam hal ini telah sampai pada tingkatan sehingga hanya tersisa sedikit jarak ideal yang harus ditempuh untuk penggunaan maksimal daging-daging kurban tersebut. [iQuest]