Banyak dari surah-surah al-Quran yang berbicara tentang mukjizat-mukjizat para nabi, termasuk Nabi Musa dan terutama cerita tentang tangan baidha, tongkat beliau yang menjadi naga dan cerita mengenai lewatnya Nabi Musa di atas sungai Nil.
Demikian juga banyak kitab-kitab sejarah yang membahas tentang masalah ini, termasuk Ibnu Katsir dalam al-Bidâyah wa al-Nihâyah dan Ya’qubi dalam kitab Tarîkh Ya’qubî-nya.
Dengan menggunakan kitab-kitab samawi lainnya dan riwayat-riwayat yang sampai dari para maksum, para sejarahwan dan para pembesar agama menjelaskan tentang banyak dari nama-nama mereka bersama dengan biografinya.
Antara lain:
An-Nûr al-Mubîn fî Qashashi al-Anbiyâ wa al-Mursalîn, Muhaddits Jazairi.
Qishâshu al-Anbiyâ, Fatimah Masyayikh.
Dâstân Payâmbarân yâ Qeshehhâye Qurân az Âdam to Khâtam.
Dan mengenai pertanyaan Anda yang kedua:
Dari riwayat-riwayat Islam dapat disimpulkan bahwa baik sifat-sifat maupun keutamaan-keutamaan Rasul Saw dan juga para penerus dan kekhalifahan Imam Ali As, demikian juga seluruh Imam, telah dijelaskan dalam kitab-kitab mereka.
Akan tetapi kitab-kitab suci yang berada di tangan para Yahudi dan Nasrani telah banyak mengalami penyimpangan. Oleh karena itu, banyak masalah yang disinggung dalam riwayat-riwayat mereka tidak lagi terdapat dalam “Dua Perjanjian” (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang ada saat ini, pada saat yang bersamaan, dalam Taurat saat ini terdapat sebuah tema yang membuktikan kandungan riwayat.
Sebelum membahas jawaban di atas, terdapat satu poin penting.
Dengan seluruh masalah dan kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh non Muslim atas Quran, kendati mereka tidak menerima penisbatannya pada Tuhan, akan tetapi sama sekali tak ada seorang pun yang ragu dalam penisbatannya pada Rasulullah. Oleh karena itu al-Quran sebagai salah satu dari kitab terpercaya yang memiliki nukilan-nukilan sejarah, paling tidak bisa diletakkan sebagai sandaran.
Banyak dari surah-surah al-Quran yang membahas tentang mukjizat-mukjizat para nabi, termasuk Nabi Musa As, terutama mengenai cerita tangan baidha, tongkat beliau yang berubah menjadi naga, dan beliau yang berhasil melewati sungai Nil.
Di antaranya:
Surah Qishash, ayat 31 dan 32.
Surah an-Naml ayat 10-12.
Surah Thaha, ayat 17-23, 66 hingga 70, dan 78.
Surah al-A’raf, ayat 136.
Surah Al-Dzariyat, ayat 40.
Demikian juga kitab-kitab sejarah banyak yang membahas tentang tema ini, termasuk Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidâyah wa Al-Nihâyah[1], Ya’qubi dalam Tarîkh Ya’qubî[2]. Para ahli sejarah dan penulis sirah juga menggunakan kitab-kitab langit lain dan riwayat-riwayat yang disampaikan oleh para Imam Maksum As dan para pembesar agama. Kebanyakan nama-nama mereka dijelaskan bersama dengan biografi mereka.
Di antaranya:
An-Nûr al-Mubîn fî Qahashi al-Anbiyâ wa al-Mursalîn, Muhaddits Jazairi.
Qishash al-Anbiyâ, Fatimah Masyayikh.
Dâstân Payâmbarân yâ Qeshehhâye Qurân az Âdam to Khâtam.
Dan mengenai pertanyaan Anda yang kedua:
Jika yang dimaksud adalah bagaimana sosok para Imam Maksum As direfleksikan dalam kitab kitab-kitab agama tauhid, maka harus dikatakan, dari riwayat-riwayat Islami bisa disimpulkan bahwa sifat-sifat dan keutamaan-keutamaan Rasulullah, pelanjut, dan khalifah benar setelahnya, yaitu Imam Ali As, demikian juga seluruh Imam As lainnya, terdapat dalam kitab-kitab suci mereka.
Allah Swt dalam salah satu ayat al-Quran berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”[3]
Ayat ini telah membuka tirai hakikat penting bahwa terdapat penjelasan yang sangat jelas dalam kitab-kitab terdahulu mengenai sifat ruh, jasmani dan keistimewaan-keistimewaan Rasulullah Saw, dimana gambaran sempurna darinya terpatri pada benak-benak mereka yang berurusan dengan kitab ini.
Dalam berbagai riwayat dikatakan bahwa suatu hari seorang Yahudi bertanya kepada Imam Ali As, “Apa nama Muhammad, anak paman Anda, nama Anda dan nama putra-putra Anda di Taurat?, beliau menjawab, “Nama Muhammad Saw di Taurat adalah Thab-thab, namaku Iliya, nama putra-putraku Syubbar dan Syubair.”
Mendengar jawaban ini, lelaki Yahudi ini segera memeluk agama Islam dan mengucapkan syahadatain, setelah bersaksi atas ketauhidan Tuhan dan kerisalahan Rasulullah, ia juga bersaksi atas kewashian dan kewilayahan Imam Ali As.[4]
Dari riwayat ini bisa disimpulkan bahwa kekhalifahan Imam Ali As dan kedudukan beliau sebagai pelanjut Rasulullah, secara tegas telah diungkapkan dalam Taurat. Karena jika yang terjadi adalah selain itu, maka lelaki Yahudi ini tidak akan segera menerima perkataan Imam Ali As.
Demikian juga telah dinukilkan bahwa nama-nama mulia seluruh para Imam Ahlulbait As juga telah dinukilkan dalam Turat dengan bahasa Ibrani sebagai berikut: Midzmidz (Mushthafa), Iliya (Ali Murtadha), Qaidzur (Hasan Mujtaba), Iril (Husain Syahid), Masyfur (Zainal Abidin), Mashur (Imam Baqir), Masymuth (Ja’far Shadiq), Dzumara (Musa Kazdim), Hadzad (Ali bin Musa ar-Ridha), Taimura (Muhammad Taqi), Nasthur (Ali an-Naqi), Nuqasy (Hasan Askari), dan Qadimuniya (Muhammad bin Hasan) Shahibuzzaman.[5]
Akan tetapi, kitab-kitab suci yang berada di tangan Yahudi dan Nashrani telah banyak mengalami penyimpangan, oleh karena itu banyak tema-tema yang disinggung dalam riwayat-riwayat mereka, tidak ada lagi dalam “Dua Perjanjian” yang ada saat ini.
Demikian juga, dalam Taurat terdapat tema-tema yang membuktikan kandungan riwayat-riwayat. Dalam perjalanan kemunculan Taurat dikatakan, “Wahai Ibrahim, Aku mendengar doamu dalam hak kebenaran Ismail. Kini ia telah diberkati. Aku akan mengantarkannya pada makam yang tinggi. Akan muncul di antara keturunannya, duabelas orang amir dan pemimpin.”[6] Jelaslah bahwa kedua belas amir ini tak lain adalah Ahlulbait As, dan dengan memperhatikan riwayat-riwayat yang terdapat dalam kaitannya dengan masalah ini, dengan yakin bisa dikatakan bahwa yang dimaksud tak lain adalah para Ahlulbait As.
Dalam Injil resmi Kristen tidak terlihat tema khusus dalam kaitannya dengan Imam Ali As, dan memang tidak bisa diharapkan, karena Injil yang asli dan hakiki tidak bisa lagi dijangkau, Injil yang ada saat ini pada hakikatnya adalah pandangan-pandangan dari sebagian Hawariyun yang dikumpulkan dan disusun setelah Nabi Isa As diangkat ke langit. Oleh karena itu terdapat banyak kontradiksi dan perbedaan dalam Injil-injil itu sendiri. Itulah sebabnya hal ini tidak bisa dipercaya, bersamaan dengan itu, dalam Injil Barnabas, menurut pemilik kitab Bisyârât ‘Ahdain, Imam Ali As disebut sebagai seorang yang pantas memiliki segala bentuk kesempurnaan.[7]
Akan tetapi, jika yang dimaksud dari pertanyaan tersebut adalah bagaimana pandangan-pandangan para sosok dan penulis penting dan terpercaya agama dan mazhab mengenai para Imam As secara umum, dan Imam Ali As secara khusus, hal ini tidaklah tersembunyi dari pandangan para teorikus dan ilmuwan agama-agama lain. George Jordac, salah seorang dari penulis besar Kristen mengatakan, “Pernahkah Anda mengenal manusia besar seperti Ali yang mengenalkan hakikat manusia pada rasio dan akal manusia, sebuah hakikat insani yang mendalam seperti azal dan masa depan yang tetap seperti abadiyat.”
Gibran Khalil Gibran, salah satu dari pembesar, penulis mahir dan pemikir Kristen, mengatakan, “Aku percaya bahwa putra Abi Thalib adalah orang pertama Arab yang berinteraksi dengan ruh sempurna, ia adalah sosok pertama Arab yang lisannya menyenandungkan melodi ruh sempurna di telinga manusia yang sebelumnya tidak pernah didengar. Ia meninggalkan dunia ini sementara belum menyampaikan risalahnya kepada dunia, ia menutup matanya dari dunia, sebagaimana para nabi yang diangkat di tengah-tengah masyarakat yang tidak memiliki kapasitas untuk mendapatkan para nabi tersebut. Ia telah masuk ke tengah-tengah masyarakat yang tidak memiliki kelayakan atas para nabi. Allah memiliki hikmah atas hal ini dan Dialah yang lebih mengetahui.”
Mikha’il Na’imah, seorang pemikir Kristen mengatakan, “Tak seorang pun dari sejarahwan dan penulis, kendati memiliki kelebihan dan kecerdasan, yang akan mampu menggambarkan wajah sempurna dari manusia besar seperti Ali As bahkan dalam sebuah kumpulan seribu halaman.”[8] [iQuest]
Literatur untuk kajian lebih lanjut:
- Imâm ‘Ali Usweye Wahdat, Muhammad Jawad Chirri.
- Imâm ‘Ali wa Akhlâq Islâmi, Muhammad Dasyti.[9]
- Al-Imâm ‘Ali Shautu al-‘Adâlah al-Insaniyyah, tulisan Geroge Jordac Masi.
Dalam kaitannya dengan pertanyaan Anda mengenai para Imam As, rujuklah pada penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah ini di situs ini.
Indeks: Nama Para Imam dalam al-Quran’, No. 6104(id6304).
Indeks: Tipologi Para Imam dalam al-Quran’, No. 7754(id7921).
Indeks: Dalil-dalil Keyakinan terhadap Imamah dan para Imam, No. 6761(id6846).
[1]. Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, Abu al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir al-Damisyqi (w. 774 HQ), Beirut, Dar al-Fikr, 1407/1986.
[2]. Tarîkh Ya’qûbî, Ahmad bin Abi Ya’qub bin Wadhih Ya’qubi (w. 292 HQ), terjemahan Muhammad Ibrahim Aiti, Teheran, Intisyarat ‘Ilmi wa Farhanggi, cet. 6, 1371 Hsy.
[3]. (Qs. Al-Baqarah [2]: 146).
[4]. Ats-Tsûqib fî Manâqib, hlm. 271,Thusi,, Hamzah, , Qom, Anshariyan, Duwwum, 1412 HQ.
[5]. Shaduq, ‘Uyûn Akhbâr ar-Ridhâ, jil. 2, hlm. 147, Beirut, Muasasah ‘Ilmi Mathbu’ati, Awwal, 1404 HQ.
[6]. Kejadian, 20/17, hlm. 14.
[7]. Shadiqi, Muhammad, Bisyârat al-‘Ahdain, hlm. 213, Daru al-Kutub al-Islamiyyah, 1362 HQ.
[8]. Ja’fari, Muhammad Taqi, Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 1, hlm. 173,Teheran, Daftar Nasyr al-Islami, Keempat, 1380 HQ.
[9]. Pusat Kajian dan Penelitian-penelitian Budaya Hauzah Ilmiah (dengan sedikit perubahan)