Kode Site
id22440
Kode Pernyataan Privasi
38168
Tema
شیعه آماج تهمتها
Ringkasan Pertanyaan
Siapakah Ibnu Qayyim al-Jauzi itu? Dan bagiamana pandangan ulama Syiah dan Sunni terkait dengan Ibnu Qayyim al-Jauzi?
Pertanyaan
Bagaimanakah pandangan Syiah Imamiyah terkait dengan Ibnu Qayyim al-Jauzi? Siapakah dia? Apakah ia termasuk sebagai ulama rabbani dan sejati?
Jawaban Global
Jawaban Global:
Ibnu Qayyim al-Jauzi lahir pada 7 Rajab tahun 691 H dan setelah menjalani hidup selama enam puluh tahun ia tutup usia pada malam 13 Rajab tahun 751 H.
Mengingat bahwa ia merupakan seorang murid terdepan Ibnu Taimiyah dan bahkan dipenjara bersama gurunya, keyakinan dan pemikirannya, dalam pelbagai persoalan seiring dan sejalan dengan Ibnu Taimiyah; misalnya ia memandang tidak boleh pergi berziarah ke kuburan para nabi. Demikian juga berkumpul di samping kuburan para nabi dan para wali Allah adalah perbuatan syirik.
Ibnu Qayyim al-Jauzi menghabiskan sisa-sisa hidupnya untuk mendengarkan ucapan-ucapan sia-sia Ibnu Taimiyah dan perkataan-perkataan yang tidak berdasar pada fakta dan tidak logis gurunya namun demikian ia berusaha menunjukkannya sebagai urusan agama dan faktual yang tentu saja tidak diterima oleh ulama Sunni demikian juga ulama Syiah.
Ibnu Qayyim al-Jauzi lahir pada 7 Rajab tahun 691 H dan setelah menjalani hidup selama enam puluh tahun ia tutup usia pada malam 13 Rajab tahun 751 H.
Mengingat bahwa ia merupakan seorang murid terdepan Ibnu Taimiyah dan bahkan dipenjara bersama gurunya, keyakinan dan pemikirannya, dalam pelbagai persoalan seiring dan sejalan dengan Ibnu Taimiyah; misalnya ia memandang tidak boleh pergi berziarah ke kuburan para nabi. Demikian juga berkumpul di samping kuburan para nabi dan para wali Allah adalah perbuatan syirik.
Ibnu Qayyim al-Jauzi menghabiskan sisa-sisa hidupnya untuk mendengarkan ucapan-ucapan sia-sia Ibnu Taimiyah dan perkataan-perkataan yang tidak berdasar pada fakta dan tidak logis gurunya namun demikian ia berusaha menunjukkannya sebagai urusan agama dan faktual yang tentu saja tidak diterima oleh ulama Sunni demikian juga ulama Syiah.
Jawaban Detil
Nama Ibnu Qayyim Jauzi adalah Muhammad bin Abi Bakar bin Ayub bin Sa’ad bin Harir dan lahir di daerah bernama Zura’ yang terletak 96 kilometer kota Damaskus. Dia terkenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauzi.[1] Sebab mengapa ia lebih dikenal dengan nama ini adalah karena ayahnya adalah kepala sekolah dan penjaga (qayyim) madrasah Jauziyah; karena itu ia digelari sebagai Ibnu Qayyim Madrasah al-Jauziah (Anak Pengelola Madrasah Jauziyah).[2]
Ibnu Qayyim lahir pada 7 Rajab 691 H (1292 M)[3] dan pada akhirnya tutup usia setelah menginjak usia keenam puluh tahun tepatnya pada malam 13 Rajab 751 H (1350 M) dan dikebumikan di samping kuburan ayahnya di Damaskus.[4]
Guru-guru dan Murid-muridnya
Ibnu Qayyim al-Jauzi berguru kepada banyak guru yang di antara guru-guru tersebut adalah orang-orang seperti Dzahabi dan Ibnu Taimiyah. Akan tetapi guru utamanya adalah Ibnu Taimiyah[5] sedemikian sehingga ia dikenal sebagai murid paling utama Ibnu Taimiyah dan bahkan dinamai sebagai kepala murid (ketua kelas) sedemikian sehingga Ibnu Taimiyah tidak disebut namanya kecuali nama Ibnu Qayyim al-Jauzi juga disebut namanya secara bersamaan.[6]
Di antara murid-muridnya juga kita dapat meyebut orang-orang seperit Ibnu Katsir dan Subki yang merupakan dua ulama terkenal Sunni.[7]
Ibnu Qayyim al-Jauzi banyak menulis buku. Sebagian orang menyebutkan bahwa karya Ibnu Qayyim al-Jauzi berkisar delapan puluh karya yang ia tulis dan tinggalkan.[8]
Pemikiran-pemikiran Ibnu Qayyim
Mengingat bahwa Ibnu Qayyim merupakan murid utama Ibnu Taimiyah dan bahkan sempat dipenjara bersama gurunya, keyakinan dan pemikirannya, dalam pelbagai persoalan sama persis dengan pemikiran Ibnu Taimiyah; karena itu ia harus dinilai sebagai penyeru pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah.[9]
Keyakinan-keyakinannya sehubungan dengan sifat-sifat Ilahi meniscayakan pandangan anthropormisme (memiliki bentuk sebagaimana benda) terkait dengan Tuhan. Salah satu persoalan ini, keyakinan terhadap persoalan ini Tuhan dapat ditunjuk jari secara indrawi dimana hal ini membatasi Tuhan pada posisi dan kondisi tertentu.[10] Terkait dengan melihat (rukyat) Tuhan dengan mata juga sebagaimana Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim menilai bahwa Tuhan mungkin saja Tuhan dilihat dengan mata dan hal ini mendapat sokongan oleh akal dan syariat. Ia berkata, “Meski di dunia disebabkan oleh kelemahan pandangan kita sehingga tidak dapat melihat Tuhan, namun di akhirat hal ini mungkin saja terjadi.”[11]
Ibnu Qayyim memandang bahwa orang-orang tidak boleh pergi ziarah kubur para nabi.[12] Demikian juga berkumpul di samping kuburan para nabi dan para wali merupakan perbuatan syirik. Ia berkata, “Perbuatan ziarah kubur ini mengandung banyak hal yang merusak di antaranya, salat ke arah kuburan, tawaf di sekeliling kuburan, mencium kuburan dan memohon pertolongan dari orang-orang yang telah dikuburkan, meminta rezeki, kesehatan, supaya dibayarkan hutang serta hilangnya pelbagai kesusahan hidup! Permohonan-permohonan ini adalah permohonan-permohonan yang disampaikan para penyembah berhala kepada berhala-berhala mereka.”[13]
Ibnu Qayyim dalam melanjutkan jalan Ibnu Taimiyah mengingkari pelbagai keutamaan Imam Ali As. Ia berkata, “Hadis-hadis yang dibuat oleh kaum Rafidhi (orang-orang Syiah) terkait dengan Ali bin Abi Thalib sedemikian banyak sehingga tidak dapat dihitung. Kemudian ia mengutip ucapan Abu Ya’la al-Khalili bahwa orang-orang Syiah membuat hadis-hadis terkait dengan keutamaan Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait sebanyak tiga ratus ribu hadis. Kemudian Ibnu Qayyim al-Jauzi membela ucapan Abu Ya’la ini.[14]
Pandangan Ulama Sunni terkait dengan Ibnu Qayyim
Ibnu Qayyim al-Jauzi juga seperti gurunya disebabkan oleh keyakinan-keyakinan yang dimiliki bersama membuahkan kritikan dan celaan dari ulama Sunni. Ibnu Hajar Haitami terkait dengan Ibnu Qayyim dan gurunya menulis, “Jangan sampai kalian mendengarkan apa-apa yang ditulis dalam buku-buku Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Jauzi serta yang lainnya yang mengikuti hawa nafsunya dan Allah telah menyesatkan mereka dan menutup mata dan hati mereka.” Kemudian setelah itu, Ibnu Hajar Haitami menyebut mereka sebagai mulhid yang telah keluar dari agama.[15]
Pandangan Syiah terkait dengan Ibnu Qayyim
Klaim-klaim sesat Ibnu Qayyim dapat disaksikan pada karya-karyanya; seperti memandang syirik segala bentuk permintaan dan penghormatan ziarah kubur dan lain sebagainya. Ibnu Qayyim adalah orang yang menentang secara sengit ziarah kubur dimana pandangan seperti ini adalah pandangan keliru dan tertolak dalam mazhab Syiah.[16]
Ia dalam sebuah perjalanan ke masjid Quds al-Syarif, naik ke atas mimbar memberikan nasihat kepada warga di sana dan berkata, “Saya akan kembali ke negeri saya (Suriah) dan saya tidak berziarah ke kuburan Nabi Ibrahim.” Demikian juga di Nablus ia mengemukakan hal ini, “Saya tidak akan berziarah ke kuburan nabi.”[17]
Ibnu Qayyim senada dengan itu menyatakan penentangan terhadap pendirian bangunan di atas kuburan dan berkata, “Tempat-tempat yang didirikan di atas kuburan merupakan bentuk syirik dan harus dihancurkan. Tidak dibenarkan meski sehari bangunan tersebut dibiarkan berdiri.”[18]
Ibnu Qayyim di bawah pengaruh pikiran ganjil gurunya, Ibnu Taimiyah dan bertaklid secara buta kepadanya. Meski ia memiliki polemik yang mirip dengan argumentasi, namun argumentasi-argumentasi yang disodorkan pada hakikatnya adalah keraguan-keraguan yang ia lontarkan. Dengan kata lain, ia mengulang ucapan-ucapan kontroversial dan pandangan-pandangan ganjil gurunya. Ibnu Qayyim pandangan yang mirip dengan argumentasi ini, berusaha menunjukkan ucapan-ucapan kontroversial dan kasar gurunya dengan lebih lembut sehingga secara sekilas nampak menarik untuk menipu orang-orang yang memiliki pikiran yang lemah.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ibnu Qayyim al-Jauzi menghabiskan sisa-sisa hidupnya untuk menyebarkan ucapan-ucapan tak berdasar Ibnu Taimiyah dan berusaha menunjukkan bahwa perkataan-perkataan tidak faktual dan logis gurunya itu adalah bersumber dari agama dan faktual yang kemudian banyak melahirkan penentangan sengit oleh ulama Sunni dan Syiah. [iQuest]
Ibnu Qayyim lahir pada 7 Rajab 691 H (1292 M)[3] dan pada akhirnya tutup usia setelah menginjak usia keenam puluh tahun tepatnya pada malam 13 Rajab 751 H (1350 M) dan dikebumikan di samping kuburan ayahnya di Damaskus.[4]
Guru-guru dan Murid-muridnya
Ibnu Qayyim al-Jauzi berguru kepada banyak guru yang di antara guru-guru tersebut adalah orang-orang seperti Dzahabi dan Ibnu Taimiyah. Akan tetapi guru utamanya adalah Ibnu Taimiyah[5] sedemikian sehingga ia dikenal sebagai murid paling utama Ibnu Taimiyah dan bahkan dinamai sebagai kepala murid (ketua kelas) sedemikian sehingga Ibnu Taimiyah tidak disebut namanya kecuali nama Ibnu Qayyim al-Jauzi juga disebut namanya secara bersamaan.[6]
Di antara murid-muridnya juga kita dapat meyebut orang-orang seperit Ibnu Katsir dan Subki yang merupakan dua ulama terkenal Sunni.[7]
Ibnu Qayyim al-Jauzi banyak menulis buku. Sebagian orang menyebutkan bahwa karya Ibnu Qayyim al-Jauzi berkisar delapan puluh karya yang ia tulis dan tinggalkan.[8]
Pemikiran-pemikiran Ibnu Qayyim
Mengingat bahwa Ibnu Qayyim merupakan murid utama Ibnu Taimiyah dan bahkan sempat dipenjara bersama gurunya, keyakinan dan pemikirannya, dalam pelbagai persoalan sama persis dengan pemikiran Ibnu Taimiyah; karena itu ia harus dinilai sebagai penyeru pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah.[9]
Keyakinan-keyakinannya sehubungan dengan sifat-sifat Ilahi meniscayakan pandangan anthropormisme (memiliki bentuk sebagaimana benda) terkait dengan Tuhan. Salah satu persoalan ini, keyakinan terhadap persoalan ini Tuhan dapat ditunjuk jari secara indrawi dimana hal ini membatasi Tuhan pada posisi dan kondisi tertentu.[10] Terkait dengan melihat (rukyat) Tuhan dengan mata juga sebagaimana Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim menilai bahwa Tuhan mungkin saja Tuhan dilihat dengan mata dan hal ini mendapat sokongan oleh akal dan syariat. Ia berkata, “Meski di dunia disebabkan oleh kelemahan pandangan kita sehingga tidak dapat melihat Tuhan, namun di akhirat hal ini mungkin saja terjadi.”[11]
Ibnu Qayyim memandang bahwa orang-orang tidak boleh pergi ziarah kubur para nabi.[12] Demikian juga berkumpul di samping kuburan para nabi dan para wali merupakan perbuatan syirik. Ia berkata, “Perbuatan ziarah kubur ini mengandung banyak hal yang merusak di antaranya, salat ke arah kuburan, tawaf di sekeliling kuburan, mencium kuburan dan memohon pertolongan dari orang-orang yang telah dikuburkan, meminta rezeki, kesehatan, supaya dibayarkan hutang serta hilangnya pelbagai kesusahan hidup! Permohonan-permohonan ini adalah permohonan-permohonan yang disampaikan para penyembah berhala kepada berhala-berhala mereka.”[13]
Ibnu Qayyim dalam melanjutkan jalan Ibnu Taimiyah mengingkari pelbagai keutamaan Imam Ali As. Ia berkata, “Hadis-hadis yang dibuat oleh kaum Rafidhi (orang-orang Syiah) terkait dengan Ali bin Abi Thalib sedemikian banyak sehingga tidak dapat dihitung. Kemudian ia mengutip ucapan Abu Ya’la al-Khalili bahwa orang-orang Syiah membuat hadis-hadis terkait dengan keutamaan Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait sebanyak tiga ratus ribu hadis. Kemudian Ibnu Qayyim al-Jauzi membela ucapan Abu Ya’la ini.[14]
Pandangan Ulama Sunni terkait dengan Ibnu Qayyim
Ibnu Qayyim al-Jauzi juga seperti gurunya disebabkan oleh keyakinan-keyakinan yang dimiliki bersama membuahkan kritikan dan celaan dari ulama Sunni. Ibnu Hajar Haitami terkait dengan Ibnu Qayyim dan gurunya menulis, “Jangan sampai kalian mendengarkan apa-apa yang ditulis dalam buku-buku Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Jauzi serta yang lainnya yang mengikuti hawa nafsunya dan Allah telah menyesatkan mereka dan menutup mata dan hati mereka.” Kemudian setelah itu, Ibnu Hajar Haitami menyebut mereka sebagai mulhid yang telah keluar dari agama.[15]
Pandangan Syiah terkait dengan Ibnu Qayyim
Klaim-klaim sesat Ibnu Qayyim dapat disaksikan pada karya-karyanya; seperti memandang syirik segala bentuk permintaan dan penghormatan ziarah kubur dan lain sebagainya. Ibnu Qayyim adalah orang yang menentang secara sengit ziarah kubur dimana pandangan seperti ini adalah pandangan keliru dan tertolak dalam mazhab Syiah.[16]
Ia dalam sebuah perjalanan ke masjid Quds al-Syarif, naik ke atas mimbar memberikan nasihat kepada warga di sana dan berkata, “Saya akan kembali ke negeri saya (Suriah) dan saya tidak berziarah ke kuburan Nabi Ibrahim.” Demikian juga di Nablus ia mengemukakan hal ini, “Saya tidak akan berziarah ke kuburan nabi.”[17]
Ibnu Qayyim senada dengan itu menyatakan penentangan terhadap pendirian bangunan di atas kuburan dan berkata, “Tempat-tempat yang didirikan di atas kuburan merupakan bentuk syirik dan harus dihancurkan. Tidak dibenarkan meski sehari bangunan tersebut dibiarkan berdiri.”[18]
Ibnu Qayyim di bawah pengaruh pikiran ganjil gurunya, Ibnu Taimiyah dan bertaklid secara buta kepadanya. Meski ia memiliki polemik yang mirip dengan argumentasi, namun argumentasi-argumentasi yang disodorkan pada hakikatnya adalah keraguan-keraguan yang ia lontarkan. Dengan kata lain, ia mengulang ucapan-ucapan kontroversial dan pandangan-pandangan ganjil gurunya. Ibnu Qayyim pandangan yang mirip dengan argumentasi ini, berusaha menunjukkan ucapan-ucapan kontroversial dan kasar gurunya dengan lebih lembut sehingga secara sekilas nampak menarik untuk menipu orang-orang yang memiliki pikiran yang lemah.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ibnu Qayyim al-Jauzi menghabiskan sisa-sisa hidupnya untuk menyebarkan ucapan-ucapan tak berdasar Ibnu Taimiyah dan berusaha menunjukkan bahwa perkataan-perkataan tidak faktual dan logis gurunya itu adalah bersumber dari agama dan faktual yang kemudian banyak melahirkan penentangan sengit oleh ulama Sunni dan Syiah. [iQuest]
[1]. Al-Sayid Jamal bin Muhammad, Ibnu Qayyim al-Jauzi wa Juhuduhu fi Khidmati al-Sunnah al-Nabawiyah wa ‘Ulumiha, jil. 1, hal. 81, Imadat al-Bahts al-‘Ilmi bil Jama’ah al-Islamiyah, Madinah Munawwarah, Cetakan Pertama, 1424 H.
[2]. Ibid, hal. 84.
[3]. Ibid, hal. 86.
[4]. Ibid, hal. 133.
[5]. Silahkan lihat, Syakhsiyat Ibnu Taimiyah wa Didgâh Syi’ah wa Ahlusunnah Darbareh Uw, Pertanyaan 29164.
[6]. Ibnu Qayyim al-Jauzi wa Juhuduhu fi Khidmat al-Sunnah al-Nabawiyah wa ‘Ulûmiha, jil. 1, hal. 163.
[7]. Ibid, hal. 193 dan 196.
[8]. Ibid, hal. 227.
[9]. Makarim Syirazi, ‘Ala Muftaraq Thariqain, hal. 68, Madrasah al-Imam Ali bin Abi Thalib As, Qum, Cetakan Pertama, 1427 H.
[10]. Muhammad bin Abi Bakr, Ibnu Qayyim al-Jauzi, al-Shawaiq al-Mursalah fi al-Rad ‘ala al-Jahmiyah wa al-Mu’atthala, jil. 4, hal. 1318-1319, Dar al-‘Ashimah, Riyadh, Cetakan Pertama, 1408 H.
[11]. Al-Shawâiq al-Mursalah fi al-Rad ‘ala al-Jahmiyah wa al-Mu’atthala, jil. 4, hal. 1331-1332.
[12]. Ibnu Qayyim al-Jauzi wa Juhuduhu fi Khidmat al-Sunnah al-Nabawiyah wa ‘Ulûmiha, jil. 1, hal. 127.
[13]. Muhammad bin Abi Bakr Ibnu Qayyim al-Jauzi, Ighâtsah al-Lahfan fi min Mashâid al-Syaithân, Diriset oleh Muhammad Hamid Faqi, jil. 1, hal. 194, Maktabah al-Ma’arif, al-Riyadh, Tanpa Tahun.
[14]. Muhammad bin Abi Bakr Ibnu Qayyim al-Jauzi, al-Manâr al-Munif fi al-Shahih wa al-Dha’if, Diriset oleh Abdul Fattah Abu Ghadah, hal. 116, Maktabah al-Mathbu’at al-Islamiyah, Halab, Cetakan Pertama, 1390 H.
[15]. Ahmad bin Muhammad Ibnu Hajar Haitami, al-Fatawâ al-Haditsiyah, hal. 144-145, Dar al-Fikr, Tanpa Tempat, Tanpa Tahun.
[16]. Silahkan lihat, Ziarah Kubur, Pertanyaan 8146, Ziarah dan Syafa’at, Pertanyaan 8605, Falsafah Ziarah Para Imam As, Pertanyaan 3045.
[17]. Ja’far Subhani, Buhuts fi al-Milal wa al-Nihal, jil. 4, hal. 54, Lajnah Idarah al-Huquq al-‘Ilmiyah, Qum, 1411 H.
[18]. Silahkan lihat, Muhammad bin Abi Bakar, Ibnu Qayyim al-Jauzi, Zâd al-Ma’âd fi Hadiy Khair al-‘Ibâd, jil. 3, hal. 443, Muassasah al-Risalah, Maktabat al-Manar al-Islamiyah, Beirut, Kuwait, Cetakan Duapuluh Tujuh, 1415 H.