Please Wait
8927
Nama Maksumah adalah Fatimah. Dalam kitab-kitab riwayat dan sejarah juga, Fatimah disebutkan dengan nama Fatimah binti Musa bin Ja’far As. Bunda Maksumah adalah seorang maksum tapi bukan maksum dalam terminologi teologis yang digunakan untuk para nabi dan para imam. Namun demikian beliau memiliki derajat kesucian ruh dan kesempurnaan spiritual yang menjulang. Harap dicatat di sini bahwa kemaksuman adalah sebuah urusan nisbi (baca: ikhtiari).
Dengan memperhatikan sebagian riwayat yang menyebutkan tentang kedudukan dan derajat Fatimah Maksumah, kita dapat meyakini tingkatan dari kemaksuman yang dimilikinya namun bukan kemaksuman pada batasan para imam.
Nama Bunda Maksumah adalah Fatimah. Dalam kitab-kitab riwayat dan sejarah juga, Fatimah disebutkan dengan nama Fatimah binti Musa bin Ja’far As,[1] namun telah ratusan tahun Bunda Fatimah Maksumah dikenal dengan gelar ini[2] dan gelar ini telah melekat pada orang-orang Iran dengan menyebut Bunda Fatimah binti Musa bin Ja’far sebagai Fatimah Maksumah.
Bunda Maksumah adalah seorang maksum tapi bukan maksum dalam terminologi teologis yang digunakan untuk para nabi dan para imam.[3] Namun demikian beliau memiliki derajat kesucian ruh dan kesempurnaan spiritual yang menjulang sedemikian sehingga orang-orang yang datang berziarah ke pusaranya dijanjikan surga.[4] Harap dicatat di sini bahwa kemaksuman adalah sebuah urusan nisbi (baca: ikhtiar). Dengan memperhatikan sebagian riwayat yang menyebutkan tentang kedudukan dan derajat Fatimah Maksumah,[5] kita dapat meyakini tingkatan dari kemaksuman – bukan pada batasan para imam.
Masalah ini tentu saja hal memungkinkan bagi wanita sekaliber Fatimah Maksumah; karena batasan kemaksuman seperti ini bermakna jauh dari perbuatan dosa banyak kita saksikan pada kehidupan ulama besar. [iQuest]
Indeks Terkait:
Makna Ishmah (Kemaksuman), 1738 (Site: 1885)
[1]. Syaikh Shaduq, ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ ‘Alaihi al-Salâm, jil. 2, hal. 267, Nasyr Jahan, Teheran, Cetakan Pertama, 1378 S.
[2]. Silahkan lihat, Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 106, hal. 168.
[3]. Maksum adalah seseorang yang berkat kemurahan Allah Swt terjaga dari segala jenis noda dosa dan perbuatan-perbuatan keji dan nista, itu pun bukan dengan cara deterministik lantaran orang-orang yang menerim kemurahan ini tetap memiliki kemampuan untuk berbuat dosa dan perbuatan keji. Demikian juga mereka terhindar dari segala jenis kesalahan dan kekeliruan. Imam Ja’far Shadiq As dalam hal ini bersabda, “(Seorang) Maksum adalah seseorang yang terjaga dari seluruh dosa berkat kemurahan Allah Swt dan Allah Swt dalam hal ini berfirman, “Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Qs. Ali Imran [3]:101). Syaikh Shaduq, Ma’âni al-Akhbâr, hal. 132, Intisyarat-e Jami’ah Mudarrisin, Qum, 1361 H. Diadaptasi dari indeks Makna Kemaksuman (Ishmah) dan Kemungkinan Setiap Orang untuk Mencapai Derajat Kemaksuman, No. 249.
[4]. Syaikh Hurr ‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 14, hal. 576, Hadis 94, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, 1409 H.
مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ فِي ثَوَابِ الْأَعْمَالِ وَ عُيُونِ الْأَخْبَارِ عَنْ أَبِيهِ وَ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى بْنِ الْمُتَوَكِّلِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا الْحَسَنِ الرِّضَا (ع) عَنْ زِيَارَةِ فَاطِمَةَ بِنْتِ مُوسَى بْنِ جَعْفَرٍ (ع) بِقُمَّ فَقَالَ مَنْ زَارَهَا فَلَهُ الْجَنَّة.
[5]. Silahkan lihat, ibid, Hadis 19850 dan 19851.