Please Wait
10202
Istibrâ merupakan sebuah amalan mustahab (dianjurkan) dan falsafah mengapa istibrâ dikategorikan sebagai amalan mustahab adalah karena dengan Istibrâ akan menyebabkan keluarnya sisa-sisa air seni yang masih terdapat pada saluran urine sehingga apabila, setelah melakukan Istibrâ , terdapat cairan yang keluar dari badan kita maka hal itu tidak akan menyulitkan dalam menentukan keabsahan wudhu (apabila kita melakukan wudhu setelah buang air kecil dan melakukan penyucian) dan kesucian badan.[1]
Apabila kita tidak melakukan Istibrâ setelah buang air kecil dan terdapat cairan yang keluar dari badan kita maka terdapat kemungkinan bahwa cairan tersebut adalah air kencing atau salah satu dari cairan ini, madzi, wadzi dan wadi,[2] (yang tergolong sebagai cairan suci), karena kita tidak tahu cairan yang mana maka badan dan pakaian kita harus dibasahi dengan air kemudian berwudhu.[3]
Adapun bagi orang yang tidak melakukan Istibrâ , apabila ia yakin beberapa lama setelah buang air kecil, tidak ada tersisa air seni pada saluran urine dan melihat sebuah cairan lalu ragu apakah cairan tersebut suci atau tidak? Maka cairan itu (dihukumi) suci dan tidak akan membatalkan wudhu.[4]
Bagaimanapun harap diperhatikan bahwa:
1. Dalam kondisi normal, kesucian badan dan pakaian tidak wajib, melainkan pada kondisi-kondisi khusus, seperti ingin mengerjakan salat maka badan dan pakaian harus suci. Artinya kesucian badan dan pakaian menjadi wajib tatkala ingin mengerjakan salat.
2. Melihat cairan dan keluarnya cairan dari tempat saluran urine tidak sama bagi setiap orang. Masalah ini merupakan sebuah masalah probabilitas bahwa supaya terlepas dan untuk menghilangkan segala jenis keraguan terkait dengan apakah cairan yang keluar itu suci atau najis maka istibrâ harus dikerjakan.
Dengan demikian apabila cairan ini keluar setelah istibrâ atau setelah beberapa lama ia yakin bahwa air seni tidak tersisa pada saluran urine maka cairan tersebut tidak dapat dihukumi sebagai air seni dan cairan tersebut adalah suci. Namun apabila sebelum istibrâ dan tidak berselang terlalu lama ia yakin bahwa masih terdapat air seni pada saluran urine maka ia dihukumi sebagai air seni dan najis. [IQuest]
[1]. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 210, Masalah 348.
[2]. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 63, Masalah 73. Cairan yang terkadang keluar setelah bercumbu dan bermain-main (bersama istri) yang disebut sebagai air madzi adalah suci. Demikian juga, cairan yang terkadang keluar setelah sperma yang disebut sebagai wadzi dan cairan yang terkadang keluar setelah air seni (yangd disebut sebagai wadi), [apabila tidak terkena air seni] adalah suci. Dan apabila manusia melakukan istibra usai buang air kecil dan kemudian setelah itu keluar cairan lalu ragu apakah cairan tersebut air seni atau salah satu dari cairan (madzi, wadzi dan wadi) di atas maka cairan tersebut adalah suci.
[3]. Diadaptasi dari Pertanyaan 1598 (Site: 1593)
[4]. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 64, Masalah 75.