Please Wait
7999
Marjaiyyah bermakna (sebuah institusi yang) mengeluarkan fatwa dan merupakan satu terma teknis fikih. Kebalikan dari makna ini adalah taklid. Dalam terma fikih taklid adalah merujuknya seorang non-ahli, pada satu persoalan keahlian, kepada seorang ahli dan spesialis yang dalam hal ini adalah marja taklid. Mengingat bahwa seorang non-ahli harus merujuk kepada seorang ahli dalam masalah-masalah spesialiasi dan keahlian maka sudah barang tentu hal ini sepenuhnya dapat diterima dan masuk akal.
Marjaiyyah bermakna (sebuah institusi yang) mengeluarkan fatwa dan merupakan satu terma teknis fikih. Kebalika dari makna ini adalah taklid. Dalam terma fikih taklid adalah merujujknya seorang non-ahli, pada satu persoalan keahlian, kepada seorang ahli yang dalam hal ini adalah marja taklid. Artinya kapan saja seseorang itu menjadi seorang marja maka yang lainnya adalah mukallidnya. Karena itu, untuk mengurai makna marjaiyyah mau tidak mau kita harus menjelaskan apa yang dimaksud dengan taklid.
Taklid dalam bahasa kita memiliki konotasi negatif yang mengisahkan tentang seseorang yang mengikuti orang lain tanpa dalil. Iqbal dalam sebuah syair, yang dinukil dari Rumi, dalam menyoroti makna negatif taklid bersenandung,
Manusia bertaklid mengikut arah angin
Semoga laknat terkirim untuk taklid seperti ini
Adapun dalam terma fikih yang dimaksud dengan taklid adalah merujuknya seorang non-ahli, dalam sebuah urusan spesialiasi dan keahlian kepada seorang ahli (marja). Atas dasar ini, berbeda dengan makna pertama yang tertolak dan tercela dalam pandangan akal. Makna yang kedua dapat diterima sepenuhnya dan masuk akal. Dalil terpenting bolehnya taklid dalam urusan agama adalah poin rasionalnya ini bahwa manusia non-ahli harus merujuk kepada seorang ahli dalam pelbagai urusan keahlian. Kebanyakan dalil-dalil literal taklid bersandar pada ayat seperti, “fas’alû ahla al-dzikr in kuntum lâ ta’lamun” (Bertanyalah kepada orang-orang berilmu jika engkau tidak mengetahui, Qs. Al-Nahl [16]:41). Bertanya sesuatu yang tidak diketahui kepada orang yang mengetahui merupakan sesuatu yang diterima oleh orang-orang berakal di manapun mereka berada.
Dengan deskripsi seperti ini, marja’ adalah seorang juris, yang memiliki keahlian dan spesialisasi dalam fikih serta mempunyai kemampuan melalukan praktik inferensi (istinbâth) hukum-hukum Ilahi dari sumber-sumber syariat.
Literatur utama untuk telaah lebih jauh:
Mahdi Hadawi Tehrani, Wilâyat wa Diyânat, Muassasah Farhanggi Khane-ye Kherad, Cetakan Kedua, 1380 S.