Please Wait
10619
Pertama-tama kita harus ketahui bahwa redaksi “sempurna” kita maknai bahwa “sempurna” sebagai kebalikan “cacat.” Dan secara umum tatkala kita mengklaim bahwa agama Islam merupakan agama sempurna artinya ia tidak memiliki sebarang cacat pun. Dengan ungkapan yang lebih baik, mempunyai segala yang diperlukan untuk mencapai sebuah kehidupan bahagia duniawi dan ukhrawi. Karena itu, agama harus memiliki program dan agenda yang kuat dan konstruktif untuk setiap masa, zaman dan seluruh dimensi kehidupan.
Kunci jawaban dari pertanyaan di atas terletak pada pembahasan kepamungkasan atau agama terakhir. Artinya bahwa pembahasan keparipurnaan agama Islam dan kepamungkasannya (khatamiya) adalah ibarat dua wajah satu koin. Karena apabila ditetapkan dan dibuktikan bahwa agama Islam merupakan agama pamungkas dan terakhir seluruh agama-agama maka keniscayaannya adalah bahwa agama Islam juga merupakan agama yang paling sempurna hingga hari kiamat; lantaran apabila ia bukan merupakan agama yang paling sempurna maka ia adalah agama yang cacat dan dengan adanya kecacatan pada dirinya, ia tidak dapat membimbing dan memandu manusia kepada kebahagiaan dan kesempurnaan yang seharusnya diperolehnya. Dan perkara ini juga bertentangan dengan konsep keadilan Ilahi dan tercela bagi Tuhan melakukan hal tersebut (qabih). Oleh itu, agama Islam harus merupakan agama sempurna dan apa saja yang diperlukan oleh manusia untuk mendapatkan bimbingan dan panduan dimilikinya sehingga tidak tersisa lagi dalih dan hujjah bagi manusia untuk menentangnnya.
Kini pembahasan mengemuka di sini bahwa dengan menggunakan indikasi-indikasi dan bukti-bukti apa kita pahami bahwa Islam merupakan agama sempurna? Dan ia memiliki agenda dan program untuk kesempurnaan dan kebahagiaan manusia pada setiap masa dan zaman, pada seluruh dimensi kehidupan?
Jawabannya adalah bahwa agama Islam menggunakan pelbagai media secara langsung dimana media-media ini menjadi sebab keabadian dan kesempurnaannya sebagaimana yang akan kita kemukakan secara ringkas di bawah ini:
1. Agama Islam diturunkan untuk membimbing dan memandu manusia. dalam membimbing manusia ini, Islam menggunakan pelbagai kaidah universal dan umum yang sejatinya menjadi sumber kaidah perkara-perkara yang bersifat tetap yang tidak lekang oleh waktu dan lapuk oleh zaman. Sumber-sumber ini adalah:
A. Pertama, Hukum akal sehat yang dipandang Tuhan sebagai hujjah (dapat diargumentasikan) dalam menginferensi (istinbâth) hukum-hukum syariat. Misalnya tercelanya kezaliman dan terpujinya keadilan.
B. Allah Swt menetapkan hukum-hukum mengikut kepada pelbagai kemaslahatan (mashâih) dan kemudaratan (mafâsid). Karena itu, segala perkara yang memiliki kemaslahatan yang lebih besar dalam pandangan Tuhan lebih diutamakan atas perkara lainnya.
C. Terdapat aturan-aturan universal yang dapat menjadi pembatas hukum-hukum lainnya; misalnya tiadanya kesusahan dalam beragama atau tiadanya paksaan dalam beragama, emergensi dalam hukum-hukum agama. Karena itu, apabila seorang mukallaf berhadapan dengan kesusahan oleh hukum syariat maka sesuai dengan kondisinya, hukum syariat yang seharusnya dilaksanakan akan berubah menjadi hukum yang lain.
D. Islam menggunakan aturan-aturan yang sejalan dan selaras dengan fitrah manusia dan mengindahkan naluri yang tidak berubah pada diri manusia. Dan juga Tuhan dalam menetapkan aturan menggunakan jalan medium (i’tidâl) yang membantu semuanya untuk abadinya dan tetapnya hukum-hukum.
E. Ijtihad adalah salah satu media lainnya yang digunakan dalam Islam sehingga pelbagai permasalahan yang timbul dicocokkan dengan kaidah-kaidah universal dalam agama.
2. Jalan lainnya yang ditempuh Islam untuk abadi adalah keragaman dan bilangan hukum-hukum pada kehidupan yang luas dan menjuntai yang termasuk di dalamnya semudah-mudah dan sepelik-peliknya persoalan; misalnya makan dan minum berikut hukum transaksi dan juga hukum-hukum pemerintahan.
3. Dominasi ajaran akhlak dan fondasi-fondasinya atas mazhab dan maktab akhlak yang diperkenalkan Islam kepada manusia juga merupakan salah satu jalan-jalan yang menjadi penyebab abadi dan perennialnya ajaran Islam.
Untuk menyebutkan dalil-dalil yang lain dapat disinggung pelbagai perkara berikut ini:
1. Mengkaji bagian demi bagian hukum-hukum Islam dan hukum-hukum lainnya yang serupa dari agam-agama lainnya mengisahkan keunggulan dan kesempurnaan agama Islam atas agama-agama yang lain.
2. Mengkaji ayat-ayat dan riwayat yang menandaskan kesempurnaan agama Islam sebagai contoh ayat 107 surah al-Anbiya yang menyebut Islam sebagai balagh; artinya sesuatu yang dengannya harapan-harapanmu dapat tercapai atau pada khutbah Ghadir Khum Nabi Saw secara tegas bersabda bahwa apa yang menyebabkan jauhnya kalian dari surga dan apa saja yang menyebabkan dekatnya kalian ke surga telah aku sebutkan bagi kalian.
Sebelum memasuki pada inti pembahasan kiranya perlu dijelaskan di sini apa yang dimaksud dengan redaksi “sempurna” (kâmil). Redaksi “sempurna” di sini secara lahir adalah kebalikan dari redaksi “cacat” (nâqish). Secara umum tatkala kita berkata agama sempurna; artinya agama yang tidak cacat. Dengan kata lain, artinya agama yang tidak memiliki kekurangan untuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi manusia. Dan memberikan apa saja yang dibutuhkan manusia untuk kesempurnaannya.
Kunci untuk mengakses pada dalil-dalil mengapa Islam disebut agama sempurna terletak pada masalah kepamungkasan agama Islam. Artinya kepamungkasan Nabi Islam dan keyakinan bahwa selepasnya tiada lagi nabi yang akan diutus, sejatinya membimbing kita untuk menerima bahwa mengikut kaidah agama ini haruslah agama sempurna; karena apabila agama ini tidak sempurna maka wajib bagi Tuhan untuk mengirim agama lainnya untuk kesempurnaan petunjuk manusia. Sementara sesuai dengan kaidah rasional dan referensial kita ketahui bahwa Tuhan tidak mengirim lagi agama lain. Karena itu agama ini harus menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia hingga hari Kiamat dimana apabila tidak demikian adanya maka niscaya Tuhan dalam membimbing manusia tidak menuntaskan dalil-dalil dan hujjah-hujjah. Tentu saja hal sedemikian tercela (qabih) bagi Tuhan.
Karena itu, Anda perhatikan bahwa masalah kepamungkasan dan pembahasan sempurnanya agama atau dengan ungkapan lebih baik lebih sempurnanya agama Islam mirip dua gambar satu koin dan satu sama lain saling bertautan.
Dalam tulisan ini kami berada pada tataran menjawab pertanyaan yang diajukan di atas. Dan sejatinya kita akan menempuh pelbagai jalan yang digunakan untuk menetapkan dan membuktikan masalah kepamungkasan agama. Namun secara selintasan kita akan membahas masalah kesempurnaan agama Islam. Di bawah ini kami akan menjelaskan indicator yang menunjukkan kesempurnaan agama Islam. Dan sebagai pendahuluan kami sebutkan bahwa: seluruh aturan Islam, senantiasa segar dan baru. Tidak ada agama yang menampilkan kesegaran dan kebaruan seperti yang dimiliki Islam. Dan keterkinian aturan-aturan Islam senantiasa sejalan dan selaras dengan seluruh masa.
Artinya pada setiap masa dan zaman dan untuk setiap perbuatan Anda dapat temukan sebuah hukum dalam aturan-aturan Islam. Dan demikianlah Anda menjumpai agama ini memiliki hukum pada setiap masalah. Setiap masalah tidak didiamkan atau tidak indahkan begitu saja. Dari angle ini, sisi ini dapat menjadi salah satu sisi kesempurnaan agama Islam.
Agama Islam untuk dapat menjawab setiap persoalan di setiap masa memberdayakan salah satu media dan mekanisme yang tiada duanya dalam pelbagai sistem penetapan hukum. Berikut ini kami akan menyinggung beberapa dari media tersebut:
1. Agama Islam menggunakan pelbagai aturan dan kaidah universal dimana kaidah-kaidah ini sejatiniya merupakan simbol dan formula ketercakupan dan kemenyeluruhan ajaran Ilahi ini. Akan tetapi supaya kaidah-kaidah universal ini dapat bercorak menyeluruh dan mencakup segala hal serta mampu memberikan solusi atas setiap persoalan maka seyogyanya kaidah tersebut diadopsi dari sumber-sumber khusus dan diberdayakan semaksimal dan seoptimal mungkin sebagaimana yang akan kami singgung beberapa hal berikut ini:
a. Allah Swt memandang hujjah (argumen dan dalil) bahwa segala yang dihukumi oleh akal sehat dalam proses inferensi hukum-hukum syariat; misalnya hukum tercelanya menghukum seseorang tanpa adanya penjelasan hukum sebelumnya, atau hukum akal terhadap terpujinya keadilan dan tercelanya kezaliman dan sebagainya. Atas alasan ini, Anda simak perhatian Islam terhadap hukum-hukum akal sehat seperangkat kaidah universal menandaskan bahwa kaidah ini bercorak menyeluruh yang dapat diberdayakan dan dayagunakan pada setiap masa untuk menjawab setiap persoalan yang ada.
b. Allah Swt menetapkan hukum-hukum mengikut kepada kemaslahatan dan kemudaratan. Sebagai contoh, setiap persoalan yang memiliki kemasalahatan yang lebih besar maka ia memiliki signifikansi dan preferensi yang lebih tinggi ketimbang persoalan yang setingkat di bawahnya.
c. Adanya aturan-aturan universal dimana kaidah universal ini dapat menjadi pembatas sebagian hukum-hukum Ilahi lainnya. Di antaranya Allah Swt befirman, “Allah tidak menjadikan kesusahan bagimu dalam agama.” (Qs. Al-Hajj [28]:78) dimana aturan ini dapat membatasi hukum agama yang memberikan kesusahan bagi manusia dan merubahnya menjadi hukum yang lain. Karena itu, satu hukum agama dapat berubah dan berganti sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang di lapangan. Misal lainnya dalam hal ini adalah kaidah idhtirar (dalam kondisi darurat) dan kaidah ikrah (paksaan).
d. Aturan-aturan Islam selaras dan sejalan dengan fitrah manusia dan Tuhan menaruh perhatian terhadap nurani yang tidak berubah manusia ini dalam aturan-aturan Islam. Menjaga dan mengindahkan apa yang senada dengan tabiat sehat seorang manusia dan memilih jalan medium (i’tidal) dalam proses penetapan aturan dan hukum. Dengan kata lain, Allah Swt menaruh perhatian pada fitrah suci manusia dalam menetapkan aturan-aturan universal. Di antara aturan ini adalah aturan-aturan yang bertalian dengan pria dan wanita yang memiliki aturan-aturan khusus tersendiri.
e. Ijtihad salah satu kaidah yang diterima (khususnya) dalam dunia Syiah dimana dengan penetapan dan kodifikasi ijtihad dalam agama Islam, sehingga ajaran Islam memiliki dimensi mencakupi dan menyeluruh. Misalnya mujtahid dengan memberdayakan kaidah-kaidah universal lau mencocokkannya dengan masalah-masalah baru. Dan demikianlah agama mampu memberikan solusi atas pelbagai persoalan setiap orang pada setiap masa.
Akhirnya dengan adanya sumber-sumber universal ini dimana Allamah Sya’rani bertutur tentang jalan-jalan ini: “Fikih Islam tidak cacat, melainkan kita memiliki kaidah-kaidah universal yang dapat kita gunakan untuk menjawab persoalan-persoalan kekinian pada setiap masa. Dan perkara ini adalah perkara yang telah berkembang pada masa Syaikh Thusi hingga masa kami.”[1]
2. Salah satu media lainnya yang diberdayakan Islam untuk menunjukkan ketercakupan dan kemenyeluruhannya adalah keragaman dan bilangan hukum. Tatkala Anda menyaksikan dalam kitab fikih, Anda menyimak bahwa terdapat sebagian besar hukum-hukum Islam membahas masalah-masalah yang paling sederhana kehidupan manusia; misalnya makan dan minum hingga yang paling rumit hubungan sosial termasuk di antaranya adalah jual-beli, pemerintahan dan sebagainya. Karena itu, di samping ada kaidah-kaidah universal sebagaiman yang disebutkan pada bagian pertama di atas dan dapat menjadi problem solver (pemecah masalah), Islam secara partikulir dan kasus-per-kasus memiliki banyak hukum-hukum bagi kehidupan personal dan sosial manusia. Dan hal ini juga merupakan manifestasi yang lain dari universalitas, kemenyeluruhan dan kemencakupan Islam dan pada saat yang sama merupakan salah satu formula kesempurnaan agama Ilahi ini.
Hingga kini kita telah menyinggung salah satu dalil atas kesempurnaan agama Islam yaitu universalitas, kemenyeluruhan dan kemencakupan agama Ilahi ini. Sebagai kelanjutan pembahasan ini, untuk menjelaskan sisi sempurna agama Islam, kita juga dapat bersandar pada dalil-dalil lainnya sebagaimana berikut ini:
1. Dengan mengkaji kasus-per-kasus hukum-hukum Islam dan membandingkannya dengan hukum-hukum yang serupa pada agama-agama Ilahi lainnya atau dengan sistem-sistem hukum dan perundangan yang ada di dunia saat ini, maka satu jalan lainnya akan muncul dan dapat menunjukkan keunggulan dan kesempurnaan hukum-hukum Islam. Misalnya hukum-hukum transaksi; apabila kita ingin membandingkan misalnya jual-beli dan pernikahan dalam Islam, Yahudi dan Kristen, keragaman dan keluasan penetapan hukum dalam Islam tiada bandingnya. Bahkan di antara aturan-aturan madani (civil laws) dunia saat ini, aturan madani Iran yang mengambil sumber dari fikih Syiah Ja’fari menurut pengakuan para profesional dan dosen terkemuka merupakan salah satu aturan madani yang termaju di dunia saat ini.
2. Salah satu sisi lainya kesempurnaan agama Islam, dominasi akhlak Islam dan perilaku kenabian atas maktab-maktab lainnya (baik pada masa kemunculannya atau pun masa sekarang ini). Akhlak yang diajarkan dalam Islam termasuk pelbagai aturan-aturan praktis khususnya pada perilaku personal dan sosial yang memperhatikan tinjauan dunia dan akhirat. Hal ini berbeda dengan ajaran moral yang diajarkan dalam Kristen dan Yahudi yang dominan mendapat penegasan adalah perilaku yang lebih banyak condong ke dunia atau ke akhirat. Atau kebalikan dari maktab-maktab akhlak dunia saat ini yang tidak dapat menjawab lebih dari satu dimensi dari multi dimensi perilaku yang dimiliki manusia. Akan tetapi akhlak yan diajarkan dalam Islam di samping menghimpun pelbagai dimensi manusia dan menjawab pelbagai kebutuhan ini, ia mampu menyediakan tercapainya tujuan-tujuan transendental bagi kehidupan manusia dan hal itu tidak lain adalah kedekatan kepada Tuhan (qurb Ilahi).
3. Di antara dalil ayat-ayat dan riwayat-riwayat terkait kesempurnaan agama Islam yang dapat disebutkan di sini adalah sebagai berikut:
Pertama, “Sesungguhnya dalam (surah) ini benar-benar terdapat penyampaian yang jelas bagi kaum yang menyembah Allah.” (Qs. Al-Anbiya [21]:106) Pada ayat ini, penyampaian jelas dan nyata bagi kaum yang menyembah Allah. Allamah Thabathabai dalam menafsirkan ayat ini menulis: Iblagh (penyampaian) bermakna terpenuhi dan genapnya sesuatu. Dan juga bermakna sesuatu yang dengannya harapan manusia terpenuhi.[2] Anda letakkan ayat ini di samping ayat “Telah Kusempurnakan bagimu agamamu.” (Qs. Al-Maidah [5]:5) maka Anda akan memahami bahwa Islam adalah agama sempurna yang melaluinya segala hajat dan harapan manusia yaitu kedekatan kepada Allah (qurb ilaLalah) terpenuhi.
Kedua, “Dia-lah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama” (Qs. Al-Taubah [9]:33) Kandungan ayat ini adalah kemenangan (Islam) atas seluruh agama dan bahwa tiada lagi agama yang akan datang selepasnya. Sekiranya adalagi agama yang akan diturunkan setelahnya maka niscaya ayat ini telah dianulir oleh ayat lainnya (sementara ayat ini tidak termasuk ayat yang dianulir). Dari sisi lain, lantaran apabila agama ini yang merupakan agama terakhir dan pamungksa bukan merupakan agama sempurna maka niscaya petunjuk manusia akan mengalami kecacatan (tidak sempurna) dan tentu saja hal ini tercela bagi Tuhan.
Ketiga, Sima’e menukil dari Imam Musa Kazhim As bahwa ia berkata kepada Imam, “Apakah Rasulullah Saw memenuhi segala sesuatu apa pada masanya? Imam menjawab, iya. Bahkan Rasulullah telah menghadirkan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat hingga hari kiamat.[3]
Keempat, Rasulullah Saw pada khutbah Hajjatulwida’ bersabda: “Ayyuhannas! Tidakklah sesuatu yang mendekatkanmu kepada surga dan menjauhkanmu dari neraka kecuali aku telah perintahkan kalian untuk melakukannya. Dan tidaklah sesuatu yang mendekatkanmu kepada neraka dan menjauhkanmu dari surga kecuali telah aku larang kalian untuk tidak melakukannya.”
Dalil-dalil ayat dan riwayat akhir kenabian juga merupakan ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang secara langsung menunjukkan atas kesempurnaan agama Islam.[]
Referensi untuk telaah lebih jauh:
1. Husaini Qazwini, Âyâ Qawânin-e Islâm Irtjiâ’i ast?
2. Kharrazi, Bidâyat al-Ma’ârif al-Ilahiyyah.
3. Ayatullah Ja’far Subhani, Muhadhârat fii Ilahiyyah.
4. Syirazi, Naqd wa Tarh Andisyeh-hâi dar Mabâni I’tiqâdi.
5. Allamah Thabathabai, al-Mizân, jil. 28.
6. Kulaini, al-Kâfi, jil. 1.