Please Wait
7123
Kepemilikan hadiah dan buah tangan yang diberikan kepada anak pada saat perayaan hari ulang tahun tergantung pada niat orang yang memberikan hadiah tersebut. Apabila niatnya hadiah untuk ayah atau ibunya maka mereka yang akan menjadi pemilik hadiah tersebut. Apabila niatnya hadiah untuk anak maka anak yang akan menjadi pemilik hadiah tersebut. Dalam hal ini, ayah dan ibu tidak dapat menguasai harta anaknya, kecuali keduanya sangat membutuhkan (harta tersebut).[1]
Akan tetapi ayah, karena merupakan wali anak dan bayinya, ia dapat memanfaatkan harta anaknya dengan syarat pemanfaatannya dilakukan untuk kemaslahatan anaknya. Misalnya dengan harta itu, ia melakukan perniagaan yang tidak merugikan anak atau bermitra dengannya atau melakukan usaha bagi hasil dengannya.
Jawaban kantor-kantor para marja agung terkait dengan pertanyaan yang disebutkan adalah sebagai berikut:
Kantor Ayatullah Agung Khamenei (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Mengikut pada niat dan maksud orang yang memberikan hadiah. Siapa pun yang diniatkan maka hadiah tersebut untuknya.
Kantor Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
(Hadiah tersebut) adalah milik kedua orang tua. Apabila kerabat ayah yang memberikan hadiah maka hadiah tersebut adalah untuk ayah dan apabila kerabat ibu yang memberikan hadiah maka hadiah tersebut adalah untuk ibu.
Kantor Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Nampaknya (secara lahir) hadiah tersebut adalah untuk ayah dan ibu.
Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Melanggengkan Keberkahannya) juga memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:
Kepemilikan hadiah yang diberikan kepada seseorang bergantung pada niat orang yang memberikan hadiah. Apabila ia memberikan hadiah kepada kedua orang tua maka hadiah tersebut termasuk dari bagian hartanya. Dan mengambil harta tersebut karena ia adalah pemiliknya telah memadai. Secara lahir, terkait dengan hadiah kepada anak-anak non-mumayyiz, niat orang yang memberikan hadiah adalah untuk keperluan ini (kepada kedua orang tuanya), kecuali yang menyelisih dengan hal ini dapat ditetapkan (klaim yang dapat dibuktikan).
Apabila pemberi hadiah memberikan hadiah kepada anak itu sendiri, dan ayah mengambilnya karena wilayah yang dimilikinya, maka anak akan menjadi pemilik dan ayah tidak dapat memanfaatkan harta tersebut kecuali dalam kondisi darurat sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan prinsip ihtiyâth, dengan menimbang kemaslahatan anak, ia dapat menggunakan harta tersebut untuk anaknya. Meski anak tetap boleh (tidak ada masalah) menggunakan hartanya, sepanjang ia tidak merusaknya. [iQuest]
[1]. Terkait dengan anak baligh sebagian juris berkata bahwa apabila kebutuhan ayah dan ibu sedemikian mendesak sehingga takut akan jiwa dan keselamatannya terancam maka untuk mencegah jatuhnya korban ia dapat mengambil harta anaknya yang baligh tanpa izin darinya. Aidhah al-Fawâid fi Syarh al-Musykilât al-Qawâid, jil. 1, hal. 410:
"یحرم على الرجل ان یأخذ من مال ولده البالغ شیئا إلا بإذنه إلا مع الضرورة المخوف معها التلف".
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban detil.