Advanced Search
Hits
16218
Tanggal Dimuat: 2010/07/17
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa keyakinan terhadap Determinisme itu merupakan suatu hal yang tertolak dan absurd?
Pertanyaan
Sebagian besar orang meyakini paham Determinisme dalam kehidupan. Sembari membeberkan dalil-dalil tertolaknya aliran Determinisme, tolong Anda jelaskan apakah aliran seperti ini dapat diterima atau tidak?
Jawaban Global

Determinisme bermakna bahwa manusia terpaksa dan tidak memiliki kebebasan dalam seluruh aktifitas dan perbuatannya. Para teolog Asy’ariah (penganut paham Determinisme), sekaitan dengan aktifitas dan perbuatan manusia, berpandangan bahwa manusia terpaksa dalam setiap perbuatannya dan sama sekali tidak memiliki kehendak, ikhitiar dan kebebasan. Mereka menyandarkan seluruh perbuatan manusia itu kepada Tuhan. Karena itu, menurut mereka, manusia laksana benda-benda dan bebatuan yang dilemparkan dari atas jatuh ke bawah dan lintasan gerakan dari atas ke bawah ini dilalui tanpa adanya kebebasan yang dimilikinya dan lintasan tersebut dilalui secara paksa.

Keyakinan seperti ini bertitik-tolak dari sebagian keraguan terhadap beberapa masalah yang tidak dapat mereka pecahkan. Karena itu, mereka berpaling kepada aliran Determinisme.

Menurut hemat kami, keyakinan seperti adalah keyakinan absurd dan batil. Lantaran keyakinan sedemikian, pertama, tidak sejalan dengan keadilan Ilahi. Kedua, berseberangan dengan tujuan pengutusan para nabi. Ketiga, bertolak belakang secara lugas dan tegas dengan sebagian ayat al-Qur’an. Keempat memiliki konsekuensi dan akibat sosial yang buruk bagi mereka yang meyakininya.

Syiah berpandangan bahwa segala perbuatan dan aktifitas yang dilakukan manusia merupakan perbuatan manusia lantaran dilakukan berdasarkan kebebasan dan ikhtiarnya serta pada saat yang sama juga adalah perbuatan Tuhan lantaran inti keberadaan dan seluruh potensi eksistensial manusia diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan kata lain, perbuatan Tuhan merupakan perbuatan yang menjadi embrio bagi perbuatan-perbuatan manusia dan perbuatan manusia adalah perbuatan langsung karena secara langsung dilakukan oleh manusia. Pandangan ini secara terminologis disebut sebagai “al-amr baina al-amrain” (perkara di antara dua perkara, in between).

Jawaban Detil

Redaksi “jabr” tatkala mengemuka dalam masalah pokok-pokok akidah maka hal itu bermakna bahwa manusia dalam setiap perbuatan yang dilakukannya tidak memiliki kebebasan dan kehendak. Ia tidak dapat memilih yang baik juga tidak dapat menolak yang buruk, melainkan apapun yang dilakukannya adalah mengikut kehendak dan ikhtiar Tuhan.

Karena itu, penganut paham Determinisme (Jabariyun) meyakini bahwa manusia dalam setiap perbuatannya adalah terpaksa dan sama sekali tidak memiliki ikhtiar bagi dirinya. Ikhtiar (freewill) berlawanan dengan Determinisme yang bermakna bahwa setiap perbuatan dan aktifitas manusia dilakukan berdasarkan kebebasan dan ikhtiar yang dimilikinya.

Pembahasan seperti ini telah mengemuka di kalangan Muslimin semenjak medio pertama abad kedua dan atau paling maksimal pada medio kedua abad kedua.

Tanpa ragu sebab utama kemunculan pemikiran dan keyakinan seperti ini di kalangan Muslimin dan sebab terlibatnya mereka dengan pembahasan seperti ini adalah ayat-ayat al-Qur’an dan sabda-sabda Rasulullah Saw. Masalah nasib dan takdir demikian juga kebebasan dan ikhtiar manusia merupakan sebuah masalah yang disukai oleh setiap manusia. Lantaran hal ini mengedepan dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang secara lugas berbicara ihwal nasib dan suratan takdir manusia. Dan pada saat yang sama, juga terdapat ayat-ayat yang secara tegas bertutur tentang kebebasan manusia. Hal ini telah menjadi sebab sehingga kaum Muslimin tersedot perhatiannya untuk membahas perkara ini.

Mazhab Asyariyah merupakan mazhab teologi yang menganut  paham Determinisme. Sebagian dalil yang dikemukakan untuk menyokong pandangan mereka adalah sebagai berikut:

1.     Dalil utama  mereka atau dengan kata lain keraguan terpenting yang membuat mereka meyakini paham Determinisme adalah masalah pengetahuan Tuhan. Pengetahuan Tuhan bermakna  bahwa Tuhan semenjak azal mengetahui apa yang terjadi dan tidak terjadi dan tidak satu pun peristiwa yang luput dan tersembunyi dari pengetahuan Tuhan.

Dari satu sisi, pengetahuan Tuhan tidak mengalami perubahan dan juga tidak mengalami kekeliruan. Artinya tidak mungkin berubah dan berganti menjadi bentuk yang lain, lantaran perubahan bertolak belakang dengan kompleksitas dan kesempurnaan esensial Tuhan. Juga tidak mungkin  apa yang diketahui Tuhan semenjak azal terhadap apa yang terjadi itu berubah dan berganti. Lantaran hal itu meniscayakan pengetahuan Tuhan bukan lagi pengetahuan melainkan kejahilan. Hal ini juga bertolak belakang dengan kompleksitas dan kesempurnaan Eksisten Mutlak. Dalam menyanggah dan menolak dalil ini kita harus berkata bahwa Tuhan mengetahui setiap peristiwa dan fenomena yang terjadi. Setiap aktivitas bebas manusia itu bersifat ikhtiari dan diketahui oleh Tuhan. Dengan demikian, apabila perbuatan manusia bersifat terpaksa dan deterministik maka hal itu akan menyelisih pengetahuan Tuhan.  Misalnya Tuhan mengetahui bahwa seseorang pada suatu kesempatan memutuskan untuk melakukan sebuah pekerjaan dan kemudian melakukannya. Sejatinya pengetahuan Tuhan semata-mata tidak terkait dengan terlaksananya perbuatan, tetapi juga terkait dengan kehendak dan kebebasan pelaku. Oleh itu, pengetahuan azali bukan hanya tidak bertentangan dengan ikhtiar dan kebebasan manusia bahan menyokong dan menetapkan ikhtiar dan kebebasan itu. Karena pengetahuan Tuhan terkait dengan terealisirnya kebebasan (ikhtiari) setiap perbuatan sedemikian sehingga apabila tidak terlaksana berdasarkan ikhtiar maka pengetahuan Tuhan akan menyelisih dan berbeda dengan kenyataan faktual dan tentu saja hal ini merupakan suatu hal yang absurd.

2.     Dalil kedua Asyairah dalam keyakinan mereka terhadap paham Determinisme bahwa apabila kita memandang bahwa manusia memiliki ikhtiar dan kebebasan, maka kita telah membatasi domain dan ranah kekuasaaan Tuhan. Tentu saja pandangan ini bertentangan dengan tauhid dan termasuk sejenis syirik. Karena dengan adanya kebebasan maka kita telah meninggikan kemandirian manusia dalam berkehendak dan menjadikan manusia dalam perbuatan-perbuatannya seperti Tuhan dalam berkehendak “fa’âl ma yasya” (melakukan apa pun yang ingin dikerjakan) yang meniscayakan pembatasan kehendak Ilahi. Jawaban atas dalil kedua Asy’ariyah: Keraguan ini bersumber dari konsepsi yang mereka gambarkan bahwa kebebasan dan ikhtiar yang dimiliki manusia itu meniscayakan kemandiriannya. Namun gambaran ini sama sekali tidak tepat. Karena keberadaan manusia dan apa yang dimilikinya dimana salah satunya adalah ikhtiar manusia yang bersumber dari Tuhan, kemunculannya (hudutsan) dan kontinuitasnya (baqâan) mengikut kepada kehendak Tuhan. Dengan kata lain, manusia pada saat ia memiliki ikhtiar dan kebebasan maka ia berada pada cakupan kekuasaan Tuhan kapan saja ia berkehendak. Kemusyrikan terjadi tatkala kita memandang adanya dua sumber mandiri di alam semesta ini.

3.     Dalil lainnya yang diajukan oleh Asyariah terhadap determinisme tiadanya keselarasan antara qadha dan qadar Ilahi dengan ikhtiar manusia. Yang dimaksud dengan takdir Ilahi adalah bahwa Tuhan memberikan kadar dan batasan kualitas dan kuantitas, ruang dan waktu khusus yang mengikut pada mekanisme kausalitas dan faktor-faktor gradual pada segala sesuatu. Adapun ketentuan (qadha) Ilahi bermakna bahwa setelah tersedianya segala pendahuluan, sebab dan syarat sebuah fenomena maka ketentuan Ilahi akan menyampaikan segala sesuatu itu pada tingkatan puncak dan niscaya terealisir. Karena itu, manusia tidak memiliki pengaruh dan peran dalam mewujudkan fenomena dan perbuatan tersebut dimana salah satu di antaranya adalah perbuatan manusia itu sendiri. Jawaban: Menyandarkan adanya perbuatan ikhtiari manusia terhadap Tuhan tidak bertentangan dengan penyandarannya kepada manusia itu sendiri, karena penyandaran-penyandaran ini berada pada tataran vertikal dan bukan horizontal sehingga harus saling berhadap-hadapan satu dengan yang lain. Dengan kata lain, penyandaran perbuatan terhadap pelaku, dalam hal ini, manusia pada satu tataran dan penyandaran keberadaannya pada Tuhan pada tataran lainnya yang lebih tinggi dimana pada tataran tersebut, eksistensi manusia itu sendiri dan keberadaan materi yang menjadi media terlaksananya pekerjaan tersebut seluruhnya bersandar kepadanya.

Karena itu, pengaruh kehendak manusia sebagai “bagian akhir dari sebab lengkap” dalam perbuatannya tidak berseberangan dengan (penyandaran) adanya seluruh bagian sebab lengkap kepada Tuhan. Tuhanlah yang mewujudkan semesta, manusia dan seluruh dimensi wujudnya dan meletakkanya pada kekuasaannya dan senantiasa memberikan wujud kepadanya, menciptakan segala sesuatunya baru untuk mereka dan tidak satu pun eksisten apapun dan bagaimanapun kondisinya yang tidak membutuhkannya. Dengan demikian, segala perbuatan ikhtiari manusia senantiasa membutuhkan Tuhan dan sekali-kali tidak akan keluar dari domain kehendak-Nya. Seluruh sifat dan tipologi, batasan dan identitasnya bergantung pada takdir dan ketentuan Ilahi. Bukan memilih salah satunya, antara harus menyandarkan sebuah perbuatan pada kehendak manusia atau menyandarkannya pada kehendak Tuhan. Tidak demikian. Karena dua kehendak ini tidak berada pada posisi berhadap-hadapan dan keduanya tidak dapat berhimpun (mâni’atu al-jam) dan pengaruh keduanya dalam terealisirnya seluruh perbuatan tidak terlaksana dalam bentuk ‘ala al-badal (pengganti) melainkan kehendak manusia seperti inti keberadaannya sepenuhnya bergantung kepada kehendak Ilahi. Dan kehendak Tuhan merupakan suatu hal yang niscaya dalam terealisirnya seluruh perbuatan manusia.[1] Hal ini senada dengan pesan Ilahi pada ayat 29 surah al-Takwir (81) “Wama tasya’una illla an yasyaaLlÂh Rabb al-‘Âlamin.” (Dan kamu tidak dapat berhendak kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam) Beberapa dalil di atas merupakan sebagian dalil yang dikemukakan oleh penganut aliran Determinisme beserta sanggahan mereka ihwal perbuatan-perbuatan manusia. Di sini kiranya kita perlu menyebutkan efek dan akibat buruk dari model pemikiran seperti ini.

Pemikiran Determinisme di samping tidak memiliki argumen-argumen yang standar dan dapat diterima juga bertentangan dengan sebagian dasar-dasar agama seperti:

1.     Bertentangan dengan keadilan Ilahi. Sementara Allah Swt berfirman: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(Qs. Ali Imran [3]:18) Di hari Kiamat, Allah Swt akan memperlakukan hamba-hamba-Nya berdasarkan keadilan dan tiada seorang pun yang akan mendapatkan ketidakadilan pada hari itu. Kami akan menegakkan timbangan yang adil pada hari kiamat, lalu setiap jiwa tidak akan dirugikan barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkannya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (Qs. Al-Anbiya [21]:47) Apakah hal ini mencerminkan keadilan ketika manusia secara terpaksa dan deterministik melakukan sebuah perbuatan dan kemudian dihukum sebagai pendosa dan penjahat?[2]

2.     Berseberangan dengan pengutusan para nabi: Al-Qur’an menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama pengutusan para nabi adalah pengajaran (taklim) dan pendidikan (tarbiyah).[3] Dan suatu hal yang jelas bahwa apabila manusia manusia melakukan setiap perbuatan secara terpaksa dan deterministik maka pengutusan para nabi tidak akan berarti dan sia-sia saja. Lantaran berita gembira (basyârat) dan peringatan (indzâr) yang mereka sampaikan tidak menyisakan pengaruh pada setiap perbuatan dan amalan manusia.

Dalam pada itu, apabila kita menafikan adanya kehendak dan ikhtiar manusia serta memandang bahwa manusia sama sekali tidak memiliki peran positif dalam perbuatannya sama sekali maka tidak tersisa lagi perbedaan antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya.

Di samping itu, sesuai dengan tuturan Ustad Muthahari bahwa akidah seperti ini juga berefek sosial yang sangat berbahaya. Keyakinan seperti ini akan menjadi penyebab para tiran dan kaum despot akan semakin merajalela dan tuntutan orang-orang tertindas akan semakin terabaikan. Sejarah menunjukkan bahwa masalah ini menjadi alat kuat pada masa Bani Umayyah bagi para politikus Bani Umayah, yang menganut dan menyokong penyebaran akidah ini. Mereka tidak segan-segan membunuh atau memenjarakan para penganut paham kebebasan dan ikhtiar manusia serta memandang mereka sebagai penentang akidah agama.[4]

Karena itu, pandangan benar dalam hal ini adalah pandangan Syiah yang mentasbihkan bahwa apa pun tindakan dan perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatannya juga perbuatan Tuhan; karena perbuatan-perbuatan ini bertitik-tolak dari kebebasan dan ikhtiar manusia oleh itu ia adalah perbuatan manusia. Dan lantaran Allah Swt adalah pencipta dan sumber utama keberadaan manusia dan seluruh potensi dan kapasitas eksistensial bersumber darinya karena itu perbuatan itu adalah perbuatan Tuhan. Dengan kata lain, kepelakuan manusia berada sejajar secara vertikal dengan kepelakuan Tuhan. Kepelakukan Tuhan adalah kepelakuan embrional (menjadi embrio bagi kepelakuan manusia) sementara kepelakuan manusia adalah kepelakuan yang bersifat langsung. Pandangan ini secara terminologis disebut sebagai al-amr bain amrain (perkara di antara dua perkara). Pandangan ini dapat dipahami dari banyak ayat al-Qur’an dan ajaran para Imam Maksum As dan Syiah merupakan penyokong pandangan ini. [IQuest]

 

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat:

1.     Manusia dan Masalah Freewill dan Determinisme, Pertanyaan No. 223.

2.     Apa yang Dimaksud dengan Ungkapan Laa Jabr wala Tafwidh bal Amru baina Amrain, Pertanyaan No. 58.



[1]. Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Âmuzesy Aqâ’id, edisi tiga jilid, hal. 155.  

[2]. Karena menurut pandangan ini (Determinisme) manusia tidak memiliki kehendak dan ikhtiar.

[3]. Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah, meskipun mereka sebelum itu benar-benar terjerumus dalam jurang kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Jumuah [62]:2)

[4]. Murtadha Muthahhari, Majmu’e Âtsar, jil. 1, hal. 375-376.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261083 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246230 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230030 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214886 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176215 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171533 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168007 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158043 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140830 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133980 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...