Please Wait
7711
Para komentator sabda Imam Ali As dalam mengurai tuturan beliau, “Qaimatu Kullu Imri’in Ma Yahsunuh”[1] (Nilai seseorang yang sesungguhnya adalah pada pengetahuannya dan kesempurnaan prestasinya),[2] berkata, “Nilai setiap orang dan penghormatannya di kalangan masyarakat adalah seukuran ilmu dan pengetahuannya.”
Yahsun aslinya ahsan al-syai dan takala manusia mengetahuinya dan menjadi ahlinya; artinya kemuliaan dan kehormatan setiap orang di kalangan masyarakat adalah seukuran ilmu yang diketahuinya. Karena itu apabila Anda ingin berharga dan memiliki kemuliaan maka tambahkanlah ilmu pengetahuan Anda; mengingat naik dan turunnya nilai seseorang bergantung pada ada tidaknya pengetahuan yang ia miliki.
Sayid Radhi Ra berkata, “Ucapan ini adalah ucapan yang nilainya tak terperikan. Tak ada ungkapan arif dapat dibandingkan dengannya dan tak ada kalimat yang setara dengannya.
Ibnu Abil Hadid dalam Syarh Nahj al-Balâghah berkata, “Tuturan tentang mencukupkan diri dalam keutamaan ilmu telah kami jelaskan sebelumnya dan sekarang kami akan menyampaikan beberapa hal lainnya. Disebutkan bahwa, Di antara ucapan Ardesyir Babakan yang ditulis dalam risalahnya untuk para pangeran adalah bahwa bagi Anda sebaik-baik dalil terkait dengan keutamaan ilmu yang dipuji oleh seluruh bahasa dan orang-orang yang tidak memiliki ilmu akan mengklaim dirinya memiliki ilmu dan menghiasi diri mereka dengan ilmu. Sebaik-baik dalil untuk aib adalah kebodohhan yang Anda miliki dan seluruh orang akan berusaha untuk menutupinya dan apabila orang-orang berkata bahwa ia bodoh maka tentu ia akan marah. Seseorang berkata kepada Anusyirwan, “Ada apa gerangan dengan Anda? Semakin Anda mempelajari ilmu maka Anda semakin berusaha lebih giat.” Anusyirwan berkata, “Karena semakin saya belajar maka semakin bertambah kemuliaan dan kedudukanku.” Orang berkata, “Mengapa tiada orang yang menghindar untuk belajar?” Dijawab, “Karena kita tahu bahwa ilmu dari mana pun datangnya akan memberikan keuntungan.”
Seseorang berkata kepada Buzurghmehr, “Dengan semua ilmu yang Anda pelajari, apa yang Anda peroleh?” Dijawab, “Bangun tengah malam (ibadah).”
Seseorang lain berkata kepada Buzurghmehr, “Ilmu yang lebih baik atau harta?” “Ilmu” Pungkas Buzurghmehr. “Lantas mengapa kami banyak melihat ahli ilmu berkumpul di rumah para penguasa ketimbang para penguasa di rumah ahli ilmu?” Tanya orang itu lagi. Buzurghmehr menjawab, “Hal ini berpulang pada ilmu dan kebodohan. Apa yang kalian saksikan itu disebabkan oleh karena para alim mengetahui kebutuhannya terhadap harta dan para penguasa tidak mengetahui keutamaan ilmu.”
Seorang penyair berkata, “Ketahuilah bahwa anak keturunan Adam tidak diciptakan alim. Ilmu dan pengetahuan tidak dapat dibandingkan dengan kebodohan. Tua renta dan pembesar kaum ketika tidak berilmu akan menjadi kerdil dan kecil tatkala hadir pada komunitas.”
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda, “Saya sampaikan kepada Anda lima hal, yang apabila Anda menunggang unta Anda dengan cepat untuk mencarinya, maka Anda akan mendapatkan bahwa usaha itu patut atasnya. Tak boleh ada sesuatu di mana Anda meletakkan harapan selain Allah; jangan menakuti sesuatu selain dosa terhadap-Nya; janganlah seorang pun di antara Anda merasa malu mengatakan, 'Saya tidak tahu', apabila ia ditanyai tentang sesuatu yang tidak diketahuinya; janganlah seseorang merasa malu untuk mempelajari sesuatu yang tidak diketahuinya; dan Anda harus mempraktikkan kesabaran, karena kedudukan sabar bagi iman adalah seperti kepala bagi tubuh, sehingga tepat sebagaimana tak ada baiknya tubuh tanpa kepala, tak ada kebaikan dalam iman tanpa kesabaran.”[3]
Disebutkan bahwa sepanjang ketidaktahuan bagi manusia merupakan cela maka belajar merupakan sesuatu yang terpuji. Karena sepanjang manusia hidup ketidaktahuan merupakan hal yang tercela, maka menuntut dan mempelajari ilmu merupakan hal yang terpuji baginya.”[4] [iQuest]
[1]. Nahj al-Balâghah, Hikmah 81.
[2]. Nilai seseorang yang sesungguhnya adalah pada pengetahuannya dan kesempumaan prestasinya. Nilai dan kedudukannya sesuai dengan kedudukan pengetahuannya dan prestasi yang dicapainya. Mata yang menyadari nilai yang sesungguhnya tidak akan melihat wajah atau kemegahan duniawi dan jabatan, melainkan melihat pengetahuan seseorang, dan memberikan penilaiannya sesuai dengan itu. Singkatnya, manusia harus berjuang untuk mendapatkan akhlak dan ilmu. Nilai setiap orang sesuai dengan pengetahuannya. "Nilai seseorang sebanding dengan pengetahuannya."
[3]. Nahj al-Balâghah, Hikmah 82.
"اوصيكم بخمس لو ضربتم اليها آباط الابل لكانت لذلك اهلا: لا يرجون احد منكم الاربه، و لا يخافن الاذنبه، و لا يستحين احد منكم اذا سئل عمّا لا يعلم ان يقول: لا اعلم، و لا يستحين احد اذا لم يعلم الشىء ان يتعلّمه، و عليكم بالصّبر، فان الصّبر من الايمان كالرأس من الجسد و لا خير فى جسد لا رأس معه، و لا خير فى ايمان لا صبر معه"
[4]. Mahmud Mahdawi Damagani, Jelwe-ye Târikh Dar Syarh Nahj al-Balâghah Ibnu Abi al-Hadid, jil. 7, hal. 297-298, Nasyr Nei, Teheran, Cetakan Kedua, 1375 S. Dengan sedikit perubahan.