Please Wait
Hits
16018
16018
Tanggal Dimuat:
2013/04/23
Ringkasan Pertanyaan
Apakah Ahmadiyah yang meyakini kenabian Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani itu termasuk ajaran sesat, pengikutnya dihukumi kafir dan halal darahnya?
Pertanyaan
Salam. Fenomena pembubaran Ahmadiyah marak di tanah air. Konon ajaran mereka mengklaim adanya nabi baru yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Sebagian kelompok Islam mengkafirkan ajaran ini dan memandang halal darah penganut ajaran Ahmadiyah. Pertanyaan saya: Apakah memang ajaran Ahmadiyah itu termasuk sesat dan pengikutnya dihukumi kafir dan halal darahnya? Terimakasih.
Jawaban Global
Menghukumi kafir atas orang-orang memiliki selaksa syarat ketat. Keyakinan Ghulam Ahmad tentang Nabi Isa As dan Imam Mahdi Ajf serta klaim-klaimnya tentang tugas khusus yang diemban dari sisi Tuhan untuk memperbaharui Islam serta akidah-akidah lainnya tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kaum Muslimin, dan seluruh mazhab Islam menampik klaim Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam menolak klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad ini ratusan buku, fatwa dan ceramah-ceramah serta demonstrasi telah disampaikan untuk menolak firkah ini di pelbagai negeri Islam. Apabila ada seseorang yang menerima dan meyakini klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad terkait dengan kenabian maka ia telah kafir.
Dalam menolak klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad ini ratusan buku, fatwa dan ceramah-ceramah serta demonstrasi telah disampaikan untuk menolak firkah ini di pelbagai negeri Islam. Apabila ada seseorang yang menerima dan meyakini klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad terkait dengan kenabian maka ia telah kafir.
Jawaban Detil
Firkah Ahmadiyah adalah satu firkah yang disematkan kepada Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani.[1] Ayah Mirza Ghulam Ahmad adalah Mirza Ghulam Murtadha.[2] Ghulam Ahmad lahir pada tahun 1255 H (1839 M) di kota Qadiyan.
Setelah menuntut ilmu Islam, ia menjadi pegawai pemerintah Inggris. Dan semenjak tahun 1860 hingga 1865 M, Mirza Ghulam Ahmad resmi memulai pekerjaannya di kota Sialkot. Setelah tahun 1865 M ia mengundurkan diri sebagai pegawai dan berdiam diri di kota kelahirannya Qadiyan.
Menginjak usia 40 tahun (1880 M), ia mengedarkan bukunya yang diberi nama "Barâhin Ahmadiyah" yang disambut positif oleh masyarakat. Para pengikut Ghulam Ahmad Qadiyan juga disebut sebagai Qadiyaniyah. [3]
Akidah Ahmadiyah tidak jauh berbeda dengan akidah kaum Muslimin lainnya kecuali pada tiga prinsip yang menunjukkan kesesatannya:
Pertama: Menjadi pengikut Isa al-Masih.
Kedua: Klaim Mahdawiyah Ghulam Ahmad: Ghulam Ahmad pada tauhn 1904 M memandang dirinya sebagai Isa (Masih) dan Imam Mahdi Mau'ud (Yang Dijanjikan) serta Tara Krishna.[4]
Demikian juga pada usianya kira-kira 50 tahun, ia mengklaim sebagai penyebar berita gembira. Ghulam Ahmad ketika menginjak usia emas ini, menilai dirinya sebagai nabi dan mendapatkan wahyu dari sisi Allah Swt serta memiliki izin untuk menerima baiat. Klaim menerima risalah ini dijelaskan dengan pelbagai ungkapan dalam tulisan-tulisan Ghulam Ahmad.[5]
Ketiga: Mengingkari jihad.[6] Ghulam Ahmad berkata, "Jihad tidak boleh dilakukan dengan perang. Bahkan jihad dengan pedang haram dalam firkah ini."[7]
Ghulam Ahmad meninggal pada tahun 1326 (1908 M). Tatkala ia meninggal, para pengikutnya memilih seseorang yang bernama Maulawi Nuruddin sebagai penerusnya. Setelah beberapa lama, putranya yang berusia 25 tahun Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad dipilih sebagai Khalifah al-Masih al-Tsani. Ia menjabat khalifah selama empat puluh tahun dan memberikan sistem baru atas firkah Ahmadiyah ini.[8]
Sesuai dengan data statisika yang dikeluarkan oleh Qadiyaniyah disebutkan bahwa terdapat kurang lebih 500.000 pengikut Ahmadiyah yang setengah dari jumlah ini bermukim di Pakistan dan selebihnya tersebar di India serta belahan dunia lainnya, khususnya di Afrika dan Indonesia.[9]
Setelah beberapa lama, sekelompok pengikut Ahmadiyah yang telah terpecah menyebut Ghulam Ahmad sebagai mujaddid dan bukan sebagai seorang nabi. Mereka menegaskan bahwa Ghulam Ahmad tidak pernah mengklaim dirinya sebagai nabi. Firkah ini lebih kecil dari firkah pertama Ahmadiyah namun aktifitas keagamaannya lebih gebyar dan semarak. Mereka berusaha mengajak orang-orang untuk memeluk Islam namun pada saat yang sama di negara-negara yang berbahasa Inggris mereka berusaha menyebarkan mazhabnya.[10]
Bagaimanapun; Menghukumi kafir atas orang-orang memiliki selaksa syarat ketat.[11] Keyakinan Ghulam Ahmad tentang Nabi Isa As dan Imam Mahdi Ajf serta klaim-klaimnya tentang tugas khusus yang diemban dari sisi Tuhan untuk memperbaharui Islam serta akidah-akidah lainnya tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kaum Muslimin. Seluruh mazhab Islam menampik klaim Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam menolak klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad ini ratusan buku, fatwa dan ceramah-ceramah serta demonstrasi telah disampaikan dalam menolak firkah ini di pelbagai negeri Islam. Di antara buku-buku yang telah diterbitkan dalam menolak klaim-klaim Ghulam Ahmad ini di antaranya: al-Qâdiyâni wa al-Qâdiyâniyah (oleh sekelompok ulama Pakistan), Daf' Auhâm Taudhih al-Marâm fi al-Rad 'ala al-Qâdiyaniyah (Syaikh Sulaiman Zhahir 'Amili), Mauqif al-Ummah al-Islâmiyah min al-Qâdiyâniyah (sekelompok penulis) dan lain sebagainya.
Karena itu, apabila ada seseorang dari firkah Ahmadiyah yang menerima klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad terkait dengan kenabian maka ia telah kafir.[12] [iQuest]
Setelah menuntut ilmu Islam, ia menjadi pegawai pemerintah Inggris. Dan semenjak tahun 1860 hingga 1865 M, Mirza Ghulam Ahmad resmi memulai pekerjaannya di kota Sialkot. Setelah tahun 1865 M ia mengundurkan diri sebagai pegawai dan berdiam diri di kota kelahirannya Qadiyan.
Menginjak usia 40 tahun (1880 M), ia mengedarkan bukunya yang diberi nama "Barâhin Ahmadiyah" yang disambut positif oleh masyarakat. Para pengikut Ghulam Ahmad Qadiyan juga disebut sebagai Qadiyaniyah. [3]
Akidah Ahmadiyah tidak jauh berbeda dengan akidah kaum Muslimin lainnya kecuali pada tiga prinsip yang menunjukkan kesesatannya:
Pertama: Menjadi pengikut Isa al-Masih.
Kedua: Klaim Mahdawiyah Ghulam Ahmad: Ghulam Ahmad pada tauhn 1904 M memandang dirinya sebagai Isa (Masih) dan Imam Mahdi Mau'ud (Yang Dijanjikan) serta Tara Krishna.[4]
Demikian juga pada usianya kira-kira 50 tahun, ia mengklaim sebagai penyebar berita gembira. Ghulam Ahmad ketika menginjak usia emas ini, menilai dirinya sebagai nabi dan mendapatkan wahyu dari sisi Allah Swt serta memiliki izin untuk menerima baiat. Klaim menerima risalah ini dijelaskan dengan pelbagai ungkapan dalam tulisan-tulisan Ghulam Ahmad.[5]
Ketiga: Mengingkari jihad.[6] Ghulam Ahmad berkata, "Jihad tidak boleh dilakukan dengan perang. Bahkan jihad dengan pedang haram dalam firkah ini."[7]
Ghulam Ahmad meninggal pada tahun 1326 (1908 M). Tatkala ia meninggal, para pengikutnya memilih seseorang yang bernama Maulawi Nuruddin sebagai penerusnya. Setelah beberapa lama, putranya yang berusia 25 tahun Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad dipilih sebagai Khalifah al-Masih al-Tsani. Ia menjabat khalifah selama empat puluh tahun dan memberikan sistem baru atas firkah Ahmadiyah ini.[8]
Sesuai dengan data statisika yang dikeluarkan oleh Qadiyaniyah disebutkan bahwa terdapat kurang lebih 500.000 pengikut Ahmadiyah yang setengah dari jumlah ini bermukim di Pakistan dan selebihnya tersebar di India serta belahan dunia lainnya, khususnya di Afrika dan Indonesia.[9]
Setelah beberapa lama, sekelompok pengikut Ahmadiyah yang telah terpecah menyebut Ghulam Ahmad sebagai mujaddid dan bukan sebagai seorang nabi. Mereka menegaskan bahwa Ghulam Ahmad tidak pernah mengklaim dirinya sebagai nabi. Firkah ini lebih kecil dari firkah pertama Ahmadiyah namun aktifitas keagamaannya lebih gebyar dan semarak. Mereka berusaha mengajak orang-orang untuk memeluk Islam namun pada saat yang sama di negara-negara yang berbahasa Inggris mereka berusaha menyebarkan mazhabnya.[10]
Bagaimanapun; Menghukumi kafir atas orang-orang memiliki selaksa syarat ketat.[11] Keyakinan Ghulam Ahmad tentang Nabi Isa As dan Imam Mahdi Ajf serta klaim-klaimnya tentang tugas khusus yang diemban dari sisi Tuhan untuk memperbaharui Islam serta akidah-akidah lainnya tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kaum Muslimin. Seluruh mazhab Islam menampik klaim Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam menolak klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad ini ratusan buku, fatwa dan ceramah-ceramah serta demonstrasi telah disampaikan dalam menolak firkah ini di pelbagai negeri Islam. Di antara buku-buku yang telah diterbitkan dalam menolak klaim-klaim Ghulam Ahmad ini di antaranya: al-Qâdiyâni wa al-Qâdiyâniyah (oleh sekelompok ulama Pakistan), Daf' Auhâm Taudhih al-Marâm fi al-Rad 'ala al-Qâdiyaniyah (Syaikh Sulaiman Zhahir 'Amili), Mauqif al-Ummah al-Islâmiyah min al-Qâdiyâniyah (sekelompok penulis) dan lain sebagainya.
Karena itu, apabila ada seseorang dari firkah Ahmadiyah yang menerima klaim-klaim Mirza Ghulam Ahmad terkait dengan kenabian maka ia telah kafir.[12] [iQuest]
[1]. Muhammad Jawad Masykur, Farhang Firaq Islâmi, hal. 38, Astan Quds Radhawi Masyhad, Cetakan Kedua, 1372 S.
[2]. Ibid, hal 39; Ammar Najjar, Fi Madzhâhib al-Islâmiyyin al-Bâbiyah, al-Bahiyyah, al-Qadiyâniyyah, hal. 172 dan 185, Maktabat al-Tsaqafah al-Diniyyah, Kairo, Cetakan pertama, 1424 H.
[3]. Farhang Firaq Islâmi, hal 39.
[4]. Farhang Firaq Islâmi, hal 39; Fi Madzhâhib al-Islâmiyyin al-Bâbiyah, al-Bahiyyah, al-Qadiyâniyyah, hal. 188.
[5]. Farhang Firaq Islâmi, hal 39; Fi Madzhâhib al-Islâmiyyin al-Bâbiyah, al-Bahiyyah, al-Qadiyâniyyah, hal. 195-201.
[6]. Farhang Firaq Islâmi, hal 39.
[7]. Al-Mirza Ghulam Ahmad, Taryâq al-Qulûb, hal. 32, sesuai nukilan dari Fi Madzhâhib al-Islâmiyyin al-Bâbiyah, al-Bahiyyah, al-Qadiyâniyyah, hal. 234.
«إن الفرقة الإسلامیة التى قلدنى اللّه إمامتها و سیادتها تمتاز بأنها لا ترى الجهاد بالسیف و لا تنتظره بل إن الفرقة المبارکة لا تستحل سرّا کان أو علانیة و تحرمه تحریما باتّا»
[8]. Farhang Firaq Islâmi, hal 39; Fi Madzhâhib al-Islâmiyyin al-Bâbiyah, al-Bahiyyah, al-Qadiyâniyyah, hal 238.
[9]. Farhang Firaq Islâmi, hal 39.
[10]. Farhang Firaq Islâmi, hal 40.
[11]. Silahkan lihat, beberapa indeks, Klasifikasi Kafir, Pertanyaan 27147; Kenajisan Orang Kafir dan Penghinaan Kepadanya" Pertanyaan 3008.
[12]. Silahkan lihat, Imam Khomeini Rah, Tahrir al-Wasilah, jil 1, hal. 118, Muassasah Mathbu'at Dar al-'Ilm, Qum, Cetakan Pertama, Tanpa Tahun
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar