Please Wait
13719
Tatkala Fir’aun mengetahui tentang iman Asiyah, ia berulang kali melarangnya dan mendesak supaya meninggalkan ajaran dan Tuhan Musa As, namun puan ini dengan berkukuh tidak menyerah memenuhi keinginan Fir’aun.
Pada akhirnya, Fir’aun memerintahkan supaya tangan dan kakinya di tancapkan dengan paku-paku dan diletakkan di bawah terik matahari yang membakar dan batu besar dilemparkan ke dadanya sehingga beliau mencapai kesyahidan.
Pusara Bunda Asiyah terletak di Mesir.[i] Sesuai dengan penelitian pada literatur-literatur sejarah kita tidak mengetahui secara pasti usianya ketika wafat.
Dalam literatur-literatur Islam, berbeda dengan apa yang disebutkan dalam Alkitab, Bunda Maryam meninggal pada masa hidup Nabi Isa As – pada usia 51 atau 63 tahun - Nabi Isa yang memandikannya.[ii] Pusara suci Bunda Maryam Sa terletak di Baitul Muqaddas.
[i]. Syahabuddin Abu Abdillah Yaqut bin Abdullah, Yaqut Hamawi, Mu’jam al-Buldân, jil. 5, hal. 142, Dar Shadir, Beirut, Cetakan Kedua, 1995 M.
[ii]. Kulaini, al-Kâfi, jil. 1, hal. 459, Hadis 4, Nasyr Islamiyah, Teheran, Cetakan Kedua, 1362 S; Muhamad Baqir Majlisi, Bihar al-Anwar, jil. 43, hal. 206, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
Mengingat bahwa pertanyaan yang diajukan terdiri dari dua bagian maka ada baiknya jawaban yang diberikan juga dibagi menjadi dua bagian.
- Bunda Maryam Sa
Sejarah hidup Bunda Maryam tidak terlalu jelas dan kita tidak dapat berpendapat hal-hal detil tentang kehidupan beliau.
Menurut Alkitab, Bunda Maryam hidup hingga beberapa lama setelah kematian Nabi Isa As dan menjadi saksi putranya disalib.[1] Namun dalam literatur-literatur Islam, berbeda dengan apa yang disebutkan dalam Alkitab, Bunda Maryam meninggal pada masa hidup Nabi Isa As – pada usia 51 atau 63 tahun - Nabi Isa yang memandikannya.[2] Pusara suci Bunda Maryam Sa terletak di Baitul Muqaddas.[3]
Terdapat perbedaan pendapat sehubungan dengan usia wafatnya Bunda Maryam. Sebagian mengatakan bahwa usia wafatnya ketika beliau berusia 51 tahun[4] dan sebagian lainnya 63 tahun.[5] Namun tidak disebutkan riwayat sahih tentang bagaimana proses wafatnya.[6]
- Bunda Asiyah Sa
Tatkala Asiyah, istri Fir’aun, menyaksikan mukjizat Nabi Musa As di hadapan para penyihir sewaktu mereka adu kekuatan, jauh di lubuk hati yang paling dalam terang dengan cahaya iman dan semenjak saat itu ia beriman kepada Musa. Ia senantiasa menyembunyikan keimanannya namun iman dan cinta kepada Tuhan bukanlah sesuatu yang dapat disembunyikan selamanya, tatkala Fir’aun mengetahui tentang iman Asiyah, ia melarangnya berulang kali dan mendesak supaya meninggalkan ajaran dan Tuhan Musa As, namun puan ini dengan berkukuh tidak menyerah memenuhi keinginan Fir’aun.
Pada akhirnya, Fir’aun memerintahkan supaya tangan dan kakinya di tancapkan dengan paku-paku dan diletakkan di bawah terik matahari yang membakar dan batu besar dilemparkan ke dadanya. Tatkala detik-detik terakhir kehidupannya, Asiyah berbisik lirih dalam doa, “Ya Tuhan-ku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fira‘un dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Qs. Al-Tahrim [66]:11) Allah pun mengabulkan doa perempuan mukmin dan rela berkorban ini dan menjadikannya di samping wanita-wanita terbaik di dunia seperti Bunda Maryam.[7]
Pusara Bunda Asiyah terletak di Mesir.[8] Sesuai dengan penelitian pada literatur-literatur sejarah yang ada kita tidak mengetahui secara pasti usianya ketika wafat.[iQuest]
Untuk telaah lebih jauh sehubungan dengan sebagian dimensi kepribadian Bunda Maryam Sa dan Bunda Asiyah silahkan Anda lihat beberapa indeks terkait:
- Penghulu Wanita Sedunia Fatimah Sa dan Bunda Maryam Sa, Pertanyaan 23111 (Site: fa13472)
- Bunda Zainab dan Wanita-wanita Terbaik Sedunia, Pertanyaan 3718 (Site: 4369)
- Kedudukan Bunda Maryam Sa, Pertanyaan 6591 (Site: 8306)
[1]. Yohanes 19:25.
[2]. Al-Kafi, jil. 1, hal. 459, Hadis 4; Bihâr al-Anwâr, jil. 43, hal. 206.
[3]. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Ishaq Ibnu al-Faqih, al-Buldan, Riset oleh Yusuf al-Hadi, hal. 146, Beirut, Alim al-Kutub, Cetakan Pertama, 1416/1996.
[4]. Ibnu Atsir, al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 1, hal. 307, Dar Shadiq, Beirut, 1385 H.
[5]. Nâsikh al-Tawârikh, jilid Nabi Isa, hal. 113, sesuai nukilan dari Software Parseman.
[6]. Misalnya disebutkan, “Bunda Maryam suatu hari pergi ke sahara kemudian merasa lelah di lereng gunung, tidur lalu meninggal. Allah Swt mengirim bidadari surga untuk memandikannya dan menutupi jenazahnya dengan kain putih. Nabi Isa mendatangi ibunya dan melihatnya tertidur. Nabi Isa menarik kain putih tersebut, namun ia tidak tega membangunkan ibunya sehingga ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar tempat itu. Tatkala tiba waktu salat dan berbuka puasa dan waktu telah lewat, akhirnya ia pelan-pelan memanggil ibunya namun tidak ada jawaban. Ia semakin mendekat dan memanggil dengan suara yang lebih keras namun ia tetap tidak mendengarkan jawaban hingga ia menarik ke belakang kain putih itu dan melihat ibunya telah meninggal. Dengan hati luluh dan air mata berlinang, Nabi Isa As mengangkat ibunya dan menguburkannya di Baitul Muqaddas.” Qashâsh al-Anbiyâh (Qashâsh Qur’ân az Âdam ta Khatam), Husain Imad Zadeh, Nasyr Islam, 1388 S.
[7]. Bihâr al-Anwâr, jil. 13, hal. 164 dan 165; al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 1, hal. 183-185.
[8]. Syahabuddin Abu Abdillah Yaqut bin Abdullah, Yaqut Hamawi, Mu’jam al-Buldân, jil. 5, hal. 142.