Please Wait
19926
Petunjuk (hidayah) terbagi menjadi beberapa bagian:
1. Petunjuk takwini yang bersifat umum alias fitrah monotheisme; artinya petunjuk pertama yang dimanfaatkan oleh seluruh manusia. Berdasarkan ajaran-ajaran al-Qur'an, Allah Swt pada tingkatan-tingkatan pertama menganugerahkan kepada seluruh manusia petunjuk-Nya dan membuka jalan bagi mereka untuk mencapai kebahagiaan dan kesenangan melalui jalan fitrah dan syariat.
2. Petunjuk (hidayah) takwini yang merupakan ganjaran yang dikhususkan kepada kaum mukminin dan orang-orang bertakwa. Orang-orang beriman menjaga dan memelihara modal dasar untuk menerima petunjuk berupa keselamatan fitrah tauhid dan petunjuk primer. Dan orang-orang fasik lantaran pembangkangan mereka dari segala perintah Ilahi, modal dasar berupa fitrah mencari kebenaran dan fitrah tauhid itu mereka tanggalkan karena itu mereka terjauhkan dari petunjuk sekunder ini.
"Hidayah" (petunjuk) berasal dari klausul "hadah" yang bermakna bimbingan, panduan dan mengenalkan.[1] Hidayah merupakan sebuah terminologi teologis (Kalam) dan gnosis (Irfan) yang bermakna panduan, penunjukan kepada jalan lurus dan benar.[2] Fisq (kefasikan) merupakan terminologi moral (Akhlak) dan jurisprudensial (Fikih). Fisq secara leksikal bermakna pembangkangan dari perintah-perintah Ilahi. Orang-orang kafir dan kaum Muslimin yang bermaksiat termasuk dalam kategori ini. Dalam syariat fisq ini disebut bagi orang yang melakukan dosa besar dan getol melakukan dosa-dosa kecil.[3] Dengan demikian, orang disebut fasik tatkala ia membangkang dan menentang hukum-hukum dan perintah-perintah Tuhan.
Allah Swt adalah sumber mata-air emanasi petunjuk. Allah Swt menciptaan manusia dengan fitrah suci tauhid dan menempatkannya pada jalan petunjuk. Membekali nurani dengan fitrah tauhid yaitu ajakan dan tarikan untuk senantiasa mencari kebenaran, mencintai keadilan dan sebagainya. Semua orang yang memiliki niat tulus dan spirit berserah diri di hadapan Tuhan akan mendapatkan petunjuk Tuhan. Allah Swt sekali-kali tidak pernah menahan emanasi-Nya terhadap seluruh entitas dan eksisten, bahkan setan sekalipun yang nota-bene merupakan pemimpin seluruh orang-orang sesat dan perusak di alam semestam, diciptakan dengan fitrah yang lurus dan kemudian setelah itu ia menolak melaksanakan titah Tuhan untuk bersujud kepada Adam karena itu ia terjauhkan dari rahmat Tuhan.
Untuk menjelaskan masalah ini kiranya perlu dijelasan di sini sekadarnya ihwal hidayah (petunjuk) dan bagian-bagiannya. Sehingga menjadi jelas mengapa petunjuk Ilahi tidak diberikan kepada orang-orang fasik. "Wallâhu lâ yahdi al-qaûm al-fâsiqin."[4]
Hidayah bermakna panduan dan petunjuk sebagai lawan dari "dhalâlah" yang bermakna kesesatan. Petunjuk ini terdiri dari beberapa bagian:
1. Petunjuk umum untuk semua makhluk (hidaya takwini am) "alladzi khalaqa fasawwa, walladzi qaddarah fahadâ."[5]; Qâla Rabbuna alladzi a'thâ kulla syain khalqah tsuma hadâ,[6] "
Tuhan dalam hal ini memberikan petunjuk kepada seluruh manusia dan dalam urusan hidayah umum ini Allah Swt sekali-kali tidak pernah menundanya. Petunjuk umum Allah Swt ini sampai kepada manusia dalam dua tingkatan. Tingkatan pertama secara fitri. Allah Swt menempatkan fitrah tauhid ini dalam nurani manusia yaitu tarikan dan ajakan intrinsik dan fitri manusia kepada segala keindahan, keadilan, dan sebagianya. Fitratallati fathara al-nas 'alaiha"[7] Petunjuk takwini ini merupakan lahan bagi terbukanya petunjuk umum lainnya. Petunjuk umum lainya di sini adalah petunjuk tasyri'I (penetapan hukum dan aturan). Allah Swt dalam hidayah tasyri'i-Nya mengutus para nabi kepada manusia sehingga mereka diingatkan kembali tentang ikrar yang mereka ucapkan dengan Tuhan mereka. "Kemudian Allah mengutus rasul-rasul-Nya dan serangkaian nabi-Nya kepada mereka agar mereka memenuhi janji-janji penciptaan-Nya."[8]
Dalam tingkatan ini, anugerah hidayah dan petunjuk berupa pengutusan para nabi berlaku secara umum bagi semua. Dan seluruh manusia menjadi obyek seruan dan dakwah para nabi Allah kepada kemenangan dan kebahagiaan. Sesuai dengan ayat "inna 'alaina lalhuda."[9] Allah Swt dalam ayat ini memandang bahwa memberikan petunjuk kepada manusia merupakan kewajiban-Nya. Akan tetapi manusia terbagi menjadi dua kelompok terkait dengan hidayah yang bersifat umum Tuhan. Kelompok pertama adalah kelompok yang bersyukur atas nikmat hidayah ini. Dan kelompok kedua adlh kelompok yang mengingkari nikmat tersebut: "Inna hadainâu al-sabil imma syâkira wa imma kafûra."[10] Karena itu, orang-orang yang bersyukur kepada Allah Swt atas hidayah primer (hidayah takwini dan hidayah tasyri'i) mendapatkan perhatian ekstra dari-Nya dan akan mendapatkan hidayah-hidayah yang lainnya. Orang-orang beriman dan bertakwa adalah orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini. adapun orang-orang yang tidak bersyukur dan cendrung kufur terhadap nikmat hidayh ini tidak akan mendapatkan hidayah-hidayah berikutnya karena kekufuran atas nikmat yang diberikan. Orang-orang fasik adalah orang-orang yang termasuk dalam golongan ini.
2. Hidayah khusus Ilahi bagi manusia (hidayah takwini yang merupakan ganjaran).
Jenis hidayah ini didapatkan oleh kaum Mukminin dan orang-orang bertakwa setelah meraih hidayah umum. Terkait dengan rahasia pengkhususan hidayah ini kepada orang-orang beriman terdapat tiga pandangan di kalangan para mufassir. Terkait dengan penafsiran ayat "dzalika al-kitâb lâ raiba fihi hudân lil muttaqin"[11] para mufassir berkata:
- Sekelompok orang meyakini bahwa petunjuk al-Qur'an bersifat umum dan ayat-ayat yang terkhusus pada orang-orang bertakwa adalah berkenaan dengan pemanfaatan orang-orang beriman atas petunjuk tersebut.[12] Pandangan ini menyatakan bahwa al-Qur'an berada pada tataran hidayah tasyri'i dan tidak terkhusus bagi sekelompok orang tertentu. Jenis petunjuk ini diperoleh kaum Mukminin dan orang-orang bertakwa setelah hidayah umum. Akan tetapi manusia terbagi menjadi dua kelompok di hadapan hidayah tasyri'i ini. Sebagian orang tidak mengindahkan petunjuk Qur'ani ini "Wain tad'uhum ilaa al-huda laa yasma'un"[13] Akan tetapi orang-orang bertakwa mengambil manfaaat atas hidayah al-Qur'an dan ayat-ayat yang terkhusus dengan petunjuk berkenaan dengan orang-orang bertakwa ini.
- Allamah Thabathabai meyakini bahwa yang dimaksud dengan hidayah dalam ayat ini "Hudan lil muttaqin" adalah petunjuk takwini yang merupakan ganjaran dan pahala dari Allah Swt. Bukan hidayah tasyri'i permulaan. Rahasia pengkhususan hidayah ini kepada orang-orang bertakwa karena mereka menjaga modal dasar untuk menerima petunjuk al-Qur'an. Modal dasar itu adalah keselamatan fitrah manusia.[14]
- Pandangan ketiga terkait dengan hidayah khusus Ilahi yaitu hidayah khusus untuk orang-orang bertakwa. Hidayah khusus ini berupa hidayah takwini (penyampaian kepada tujuan) yang datangnya belakangan dari hidayah tasyri'i yang bersifat umum al-Qur'an (menunjukan jalan). Dan yang dimaksud dengan muttaqin adalah orang-orang yang menyuburkan fitrahnya juga telah melintasi beberapa jalan dengan memanfaatkan petunjuk al-Qur'an. Setelah ini, kemudian hidayah yang bersifat pahal yaitu penyampaian kepada Tujuan akan mereka dapatkan.[15]
Oleh karena itu, yang dimaksud oleh ayat "Wallâhu lâ yahdi al-qaum al-fâsiqin" (Qs. Shaaf [72]:5) adalah hidayah sekunder takwini yang merupakan konsekuensi dari pengingkaran mereka bukan hidayah tasyri'i; karena penyimpangan dari hidayah primer berupa kefasikan dan pembangkangan menjadi sebab terdepaknya mereka dari hidayah sekunder Ilahi ini.[16]
Mengingat Allah Swt menjelaskan seluruh makrifat dan pengetahuan agama kepada seluruh manusia dan memperdengarkan kepada semuanya dan sekali-kali Tuhan tidak pernah menunda dalam memberikan emanasinya kepada setiap makhluk dan entitas. Penganugerahan emanasi petunjuk dan kesuksesan manusia dalam menerimanya bergantung sepenuhnya kepada manusia.
Jelas bahwa sekiranya tiada lahan penerimaan dan pengaruh maka pemberian petunjuk dan bimbingan tidak menjadi sebuah keharusan. Dan ayat "Sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar." (Qs. Al-Anfal [8]:23) Dan apabila Tuhan memandang kebaikan terdapat di dalamnya maka firman-Nya akan disampaikan kepada orang tersebut. Akan tetapi mereka membangkang dan membelakanginya boleh jadi penjelas masalah ini.[17]
Di samping itu, ayat ini juga menengarai masalah ini bahwa bagi manusia yang tidak memiliki lahan persiapan untk menerima pelbagai petunjuk Ilahi, meski mereka mendapatkan hidayah-hidayah khusus Ilahi, mereka juga tetap akan mengingkari dan membelakanginya.[18] Terlepas dari hal itu, banyak ayat yang berbicara tentang orang-orang munafik atau orang-orang kafir dimana mereka disebut sebagai zhalim, kafir, fasik dan sebagainya.[19] Karena mereka melupakan Allah Swt dan keluar dari rel dan lintasan petunjuk, maka mereka terlontar dari pelbagai petunjuk khusus Ilahi.[20] []
[1]. Shihâh al-Lugha, jil.6, hal. 2533.
[2]. Sayid Ja'far Sajjadi, Farhangg-e Ma'ârif Islâmi, jil. 4, hal. 622.
[3]. Ibid, hal. 446.
[4]. "Dan Allah Swt tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik." (Qs. Shaaf [37]:5)
[5]. "Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk." (Qs. Al-A'la [87]:1-2)
[6]. "Musa berkata, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada makhluk-Nya segala sesuatu (yang mereka butuhkan), kemudian memberi petunjuk kepada mereka.” (Qs. Thaha [20]:50)
[7]. "Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu." (Qs. Al-Rum [30]:30)
[8]. Nahj al-Balâghah, khutbah pertama.
[9]. "Sesungguhnya kewajiban Kami memberi petunjuk." (Qs. Al-Lail [92]:2).
[10]. "Kami menunjukan jalan kepadnya (manusia) ada yang bersyukur ada juga yang kufur." (Qs. Al-Insan [76]:3)
[11]. Itulah kitab yang tiada keraguan di dalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa." (Qs. Al-Baqarah [2]:1)
[12]. Thabarsi, Majmâ' al-Bayân, jil. 1, hal. 118
[13]. "Dan apabila kalian menyerunya kepada hidayah mereka tidak akan mendengar seruanmu." (Qs. Al-A'raf [7]:198)
[14]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân, jil. 1, hal. 45.
[15]. Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Tasnim, jil. 2, hal. 140.
[16]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân, jil. 1, hal. 72.
[17]. Akbar Hasyimi Rafsanjani, Tafsir Râhnemâ, jil. 6, hal. 454.
[18]. Ibid,
[19]. Ayat-ayat yang segolongan dengan ayat ini: Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik atau para pendusta atau orang-orang yang suka berlebihan.
[20]. Sayid Muhsin Mir Baqiri, Sima-ye Insan Mukhtar dar Qur'an, hal. 152.