Please Wait
Hits
13919
13919
Tanggal Dimuat:
2013/04/20
Ringkasan Pertanyaan
Seorang wanita dinyatakan secara resmi berpisah dari suaminya pada sebuah pengadilan namun tidak dapat disebut sebagai talak. Pria (suami) itu berkata, "Saya tidak akan menceraikanmu dan engkau akan tetap seorang diri hingga akhir hayatmu." Nah pertanyaannya apa yang harus dilakukan oleh wanita itu?
Pertanyaan
Terdapat seorang wanita yang tinggal di sekitar rumah kami yang selama delapan bulan telah berpisah dari suaminya secara resmi di hadapan pengadilan. Setelah itu sang suami menikah lagi namun perpisahan tersebut tidak dapat disebut sebagai talak (syar\'i). Wanita itu berkata kepada pria itu, "Ceraikan aku." Namun pria itu berkata, "Aku tidak akan pernah menceraikanmu dan engkau akan hidup sendirian hingga akhir hidupmu." Apa yang harus dilakukan wanita ini? Ia ingin menikah lagi namun mantan suaminya tidak ingin menceraikannya?
Jawaban Global
Pernikahan permanen akan tetap berlangsung selama formula talak (cerai) belum lagi dibacakan di antara istri dan suami. Karena itu, hubungan suami-istri di antara keduanya tetap berjalan.
Namun sesuai dengan asumsi yang disebutkan pria (suami) secara resmi meninggalkan istri namun ia tidak menceraikannya dengan maksud supaya wanita itu berada dalam himpitan dan kesulitan maka dalam kondisi seperti ini wanita itu dapat melapor ke mahkamah dan pengadilan yang bersangkutan supaya apabila suami tidak sudi menceraikannya maka pihak mahkamah atau pengadilan akan melaksanakan proses perceraian secara in absentia untuk pria tersebut.
Bahkan pada masyarakat yang tidak terdapat aturan dan hukum Islam sekali pun, wanita dapat merujuk pada wakil Marja Taklidnya atau seorang alim atau hakim syar'i di tempat itu untuk melaksanakan hal ini.
Beberapa Lampiran:
Jawaban para Marja Agung Taklid sehubungan dengan pertanyaan ini:[1]
Ayatullah Agung Khamenei (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Sesuai dengan asumsi pertanyaan (yang diajukan) kondisi hidup seperti ini memunculkan kesulitan dan himpitan. (Apabila) Wanita tidak lagi dapat menanggung beban hidup seperti ini maka ia dapat merujuk ke pengadilan sehingga setelah dilakukan investigasi terhadap masalah ini pihak pengadilan dapat menjalankan proses perceraian untuknya.
Ayatullah Agung Siistani (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Apabila suami menceraikannya di hadapan dua saksi adil dengan terpenuhinya syarat-syarat talak maka talaknya sah dan kalau tidak demikian wanita itu (tetap) menjadi istrinya.
Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Dalam hal ini (wanita) itu harus merujuk kepada hakim syari' atau seseorang yang mendapat izin dari pihak hakim syar'i.
Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Secara umum wanita dalam hal-hal seperti ini dapat merujuk kepada hakim syar'i yang memenuhi selaksa syarat-syarat (baca: Marja Taklid) supaya dapat memaksa pria itu untuk menceraikannya dan apabila pria itu tetap saja tidak sudi menceraikannya maka hakim syar'i itu sendiri yang akan menceraikan wanita itu (dari suaminya).
Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Swt Melanggengkan Keberkahannya):
Wanita ini dapat menuntut cerai (dari suaminya) dengan merujuk kepada seorang mujtahid jami' al-syaraith (yang memenuhi selaksa syarat) atau mahkamah Islami dan kemudian menikah (lagi) setelah menjalani proses talak syar'i dan menghabiskan masa iddah talak. [iQuest]
Namun sesuai dengan asumsi yang disebutkan pria (suami) secara resmi meninggalkan istri namun ia tidak menceraikannya dengan maksud supaya wanita itu berada dalam himpitan dan kesulitan maka dalam kondisi seperti ini wanita itu dapat melapor ke mahkamah dan pengadilan yang bersangkutan supaya apabila suami tidak sudi menceraikannya maka pihak mahkamah atau pengadilan akan melaksanakan proses perceraian secara in absentia untuk pria tersebut.
Bahkan pada masyarakat yang tidak terdapat aturan dan hukum Islam sekali pun, wanita dapat merujuk pada wakil Marja Taklidnya atau seorang alim atau hakim syar'i di tempat itu untuk melaksanakan hal ini.
Beberapa Lampiran:
Jawaban para Marja Agung Taklid sehubungan dengan pertanyaan ini:[1]
Ayatullah Agung Khamenei (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Sesuai dengan asumsi pertanyaan (yang diajukan) kondisi hidup seperti ini memunculkan kesulitan dan himpitan. (Apabila) Wanita tidak lagi dapat menanggung beban hidup seperti ini maka ia dapat merujuk ke pengadilan sehingga setelah dilakukan investigasi terhadap masalah ini pihak pengadilan dapat menjalankan proses perceraian untuknya.
Ayatullah Agung Siistani (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Apabila suami menceraikannya di hadapan dua saksi adil dengan terpenuhinya syarat-syarat talak maka talaknya sah dan kalau tidak demikian wanita itu (tetap) menjadi istrinya.
Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Dalam hal ini (wanita) itu harus merujuk kepada hakim syari' atau seseorang yang mendapat izin dari pihak hakim syar'i.
Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-'Ali):
Secara umum wanita dalam hal-hal seperti ini dapat merujuk kepada hakim syar'i yang memenuhi selaksa syarat-syarat (baca: Marja Taklid) supaya dapat memaksa pria itu untuk menceraikannya dan apabila pria itu tetap saja tidak sudi menceraikannya maka hakim syar'i itu sendiri yang akan menceraikan wanita itu (dari suaminya).
Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Swt Melanggengkan Keberkahannya):
Wanita ini dapat menuntut cerai (dari suaminya) dengan merujuk kepada seorang mujtahid jami' al-syaraith (yang memenuhi selaksa syarat) atau mahkamah Islami dan kemudian menikah (lagi) setelah menjalani proses talak syar'i dan menghabiskan masa iddah talak. [iQuest]
[1]. Hasil istiftâ'ât (pengajuan pertanyaan fikih) dari beberapa kantor Marja Agung Taklid: Ayatullah Agung Khamenei, Ayatullah Agung Siistani, Ayatullah Agung Makarim Syirazi, dan Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani yang dilakukan oleh pihak Islam Quest.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar