Please Wait
10446
- Share
Segala jenis hubungan seksual baik itu berbicara yang diselingi dengan rayuan asmara, menyentuh dan mengelus, dan lain sebagainya yang dilakukan sebelum menikah adalah haram.
Adapun zina yang merupakan senggama dan koitus dengan selain istri syar’i (permanen atau temporal) dalam pandangan al-Quran merupakan sebuah dosa besar dan memiliki syarat-syarat di antaranya adalah terjadinya penetrasi dan sepanjang tidak terjadi penetrasi, meski hubungan pria dan wanita non-mahram merupakan perbuatan haram dan termasuk dosa besar namun tidak dapat digolongkan sebagai zina dalam terminologi teknis fikih.
Cara untuk menebus dosa seperti ini adalah menyatakan penyesalan dan melakukan taubat yang sebenar-benarnya taubat di hadapan Allah Swt. Dan tidak ada masalah jika mereka berdua ingin melangsungkan pernikahan.
Islam telah menentukan pernikahan sebagai media legal untuk menyalurkan segala kebutuhan pria dan wanita dan memandang bahwa segala jenis hubungan seksual baik itu berbicara yang diselingi dengan rayuan asmara, menyentuh dan mengelus, dan lain sebagainya adalah perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan setelah pernikahan. Bahkan jika seorang putri dan seorang putra yang saling bertunangan dan menyatakan ingin menikah dalam waktu dekat sebelum membaca akad nikah maka keduanya tidak dapat melakukan hubungan seksual kendati hanya bercakap-cakap berisikan rayuan asmara dan berjabat tangan.[1]
Adapun yang dimaksud dengan zina adalah hubungan senggama (PASUTRI) dengan selain istri syar’i (permanan atau temporal). Perbuatan zina dalam pandangan al-Quran termasuk sebagai dosa besar sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Quran, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Qs. Al-Ira [17]:32) dan zina memiliki syarat-syarat. Salah satu syarat-syarat sebuah perbuatan disebut sebagai zina terminologis fikih – yang memiliki hukum-hukum syar’i; misalnya dikenai had, keharaman abadi dan lain sebagainya – adalah terjadinya penetrasi seukuran hasyafah (batasan khitan) dan sepanjang tidak terjadi penetrasi, meski hubungan pria dan wanita non-mahram merupakan perbuatan haram dan dosa besar, namun tidak termasuk sebagai zina dalam artian teknis fikih.[2]
Bagaimanapun di samping zina yaitu hubungan senggama (PASUTRI) dengan selain istri syar’i (permanen atau temporal) merupakan perbuatan haram dan dosa demikian juga perbuatan-perbuatan lainnya disebut sebagai pekerjaan-pekerjaan pendahuluan dan faktor-faktor pemicu (stimulus) terjadinya senggama yang mendekati zina. Bedanya antara zina dan stimulus-stimulus yang tidak sampai pada perbuatan zina adalah pada had syar’i (hukuman tertentu yang dijelaskan oleh Allah Swt dalam al-Quran)[3] yang dikenakan oleh hakim syar’i dan pengadilan kepada pria dan wanita yang melakukan kedua perbuatan tersebut.
Adapun perbuatan-perbautan yang bertentangan dengan iffah (kesucian) dan melanggar syariat yang dilakukan oleh pria dan wanita non-mahram meski tidak sampai pada level zina namun mereka tetap telah melakukan dosa dan hakim syar’i berikut pengadilan dapat menghukum mereka dengan hukuman-hukuman yang lebih ringan dari hukuman zina berupa ta’zir dan hal itu bergantung pada intensitas (syiddah) dan infirmitas (dha’f) perbuatan dosa yang mereka lakukan.[4]
Cara untuk menebus dosa seperti ini adalah menyatakan penyesalan dan melakukan taubat yang sebenar-benarnya taubat di hadapan Allah Swt. Dan tidak ada masalah jika mereka berdua ingin melangsungkan pernikahan.[iQuest]
Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan untuk merujuk pada link terkait berikut ini:
- Pertanyaan 671 (Site: 717), Indeks: Hukum Hubungan Seksual sebelum Akad Nikah
- Pertanyaan 1222 (Site: 1219), Indeks: Chatting Putra dan Putri
- Pertanyaan 695 (Site: 695), Indeks: Mut’ah adalah Jalan Terbaik
- Pertanyaan 1407 (Site: 1427), Indeks: Hubungan dengan Non-Mahram Sebelum Menikah
- Pertanyaan 3012 (Site: 3237), Indeks: Zina dengan Wanita Bersuami
- Pertanyaan 2569 (Site: 2723), Indeks: Hukum Perbuatan-perbuatan yang Melanggar Iffah (Zina dan Selainya)
[1]. Diadaptasi dari Pertanyaan 1407 (Site: 1427), Indeks: Hubungan dengan Non-Mahram Sebelum Menikah.
[2]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2855 (Site: ), Indeks: Zina dengan Putri Perawan dan Menikah dengannya; Diadaptasi dari Pertanyaan 3012 (Site: 3237), Indeks: Zina dengan Wanita Bersuami.
[3]. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari mereka berdua seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegahmu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-Nur [24]:2)
[4]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2569 (Site: 2723), Indeks: Hukum Perbuatan-perbuatan yang Melanggar Iffah (Zina dan Selainya)