Please Wait
16040
Jawaban Global:
Imam Khomeini Ra sebagai seorang pakar Islam dan arif memandang bahwa sumber seluruh kebahagiaan setiap orang dan masyarakat adalah perhatian mereka terhadap Allah Swt dan usaha utuk menjalankan seluruh instruksi Ilahi.
Dan pada titik yang berlawanan, awal penderitaan adalah tatkala manusia alih-alih menyembah Tuhan ia justru menyembah dirinya dan alih-alih menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya ia malah menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya.
Namun Imam Khomeini juga tidak mengabaikan peran determinan pemerintahan dan sistem-sistem pengajaran dan pendidikan dalam mentransformasi ajaran-ajaran agama dan pelembagaannya di tengah masyarakat. Imam Khomeini berulang kali menegaskan hal ini. Ia beranggapan bahwa kesemua ini sangat berpengaruh secara signifikan dalam kebahagiaan dan penderitaan bangsa-bangsa di dunia.
Pertama-tama sebelum menjawab pertanyaan Anda di atas, kami meminta Anda untuk memperhatikan satu poin bahwa dalam kehidupan material untuk hal-hal yang sifatnya universal; seperti kebahagiaan dan penderitaan, keceriaan dan kesedihan, dan lain sebagainya tidak dapat dipandang memiliki sumber tertentu.
Apabila misalnya Anda jelaskan pada satu hal seluruh kebahagiaan saya bermula semenjak saya dinyatakan lulus UMPTN atau seluruh masalah yang saya hadapi karena saya tidak memiliki rumah, tentu saja tidak menyangkut seluruh realitas, melainkan satu faktor dari beragam faktor kebahagiaan dan kesulitan yang Anda hadapi di dunia ini.
Namun dalam pandangan seorang arif dalam kehidupan spiritualnya, satu-satunya kriteria kebahagiaan adalah mencari keridhaan Allah Swt dan sebagai kebalikannya apa pun yang menjauhkan manusia dari-Nya adalah sumber penderitaan. Meski secara lahir dan dalam pandangan material termasuk sebagai faktor kebahagiaan.
Dengan pendahuluan ini mari kita kembali pada pertanyaan Anda:
Imam Khomeini adalah seorang pemimpin yang tidak menaruh perhatian terhadap gelimang harta dunia dan lebih menekankan pada kemajuan spiritual masyarakatnya. Atas dasar itu lebih banyak tuturannya menyatakan bahwa faktor kebahagiaan dan penderitaan adalah apa yang membuat manusia dekat atau jauh dari Allah Swt.
Sehubungan dengan kebahagiaan dan penderitaan, Imam Khomeini menyatakan, “Alangkah bahagia dan gembiranya mereka yang membelakangi dunia dan melewati usianya dengan zuhud dan takwa…”[1] Atas dasar itu, Imam Khomeini memandang bahwa mengikut orang-orang besar yang membimbing manusia kepada Allah Swt adalah salah satu faktor untuk meraih kebahagiaan; karena manusia laksana sebuah kumpulan yang membutuhkan segala sesuatu, sehingga para nabi datang kepada manusia untuk menjelaskan seluruh kebutuhan manusia dan apa yang dibutuhkan manusia sedemikian sehingga apabila ia beramal maka ia akan meraih kebahagiaan.”[2]
Sebagai kelanjutan jalur ini adalah menjalankan instruksi-instruksi al-Quran yang menjadi biang kebahagiaan manusia. “Al-Quran apabila merupakan sebuah kitab satu bangsa maka bangsa tersebut akan meraih kebahagiaan. Apabila kita mengamalkan ayat-ayat al-Quran maka kita akan meraih kebahagiaan.”[3]
Sebagai bandingannya, dalam pandangan Imam Khomeini, jauh dari ajaran-ajaran tsaqalain (al-Quran dan itrah) sebagai sumber penderitaan manusia. “Penderitaan bangsa kita tatkala bangsa kita berpisah dari al-Quran, berpisah dari hukum-hukum Allah, berpisah dari Imam Zaman.”[4]
Kita tahu bahwa salah satu ajaran pertama Islam adalah tidak bergantung kepada dunia dan mengabaikan hawa nafsu. Allah Swt berfirman dalam al-Quran, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. Timbangan pada hari itu ialah benar. Maka barang siapa yang berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. ” (Qs. Yunus [10]:7-8) “Dan pada tempat lain, Allah Swt menganjurkan kepada Rasulullah Saw, Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhan mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya, janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan urusannya senantiasa melewati batas.” (Qs. Al-Kahf [18]:28)
Imam Khomeini berusaha menghidupkan dasar-dasar ajaran Islam dan menyodorkan kepada masyarakat nasihat-nasihat yang bersumber dari al-Quran dan riwayat. Beliau dalam sebuah wasiat kepada putranya, mengingatkan untuk tidak menyembah hawa nafsu dan menjadi budak dunia, “Putraku! Apa yang tercela, asas dan modal utama penderitaan dan kecelakaan, akar seluruh kesalahan adalah cinta dunia yang bersumber dari cinta diri.”[5] Dalam sebuah ucapan lainnya, Imam Khomeini mengungkapkan, “Penderitaan seluruh manusia adalah karena bergantung pada dunia. Perhatian dan ketergantungan terhadap dunia membuat manusia tertinggal dari kafilah manusia (menuju kesempurnaan).”[6]
Tentu saja ajaran-ajaran Ilahi ini dapat dipetik dari para guru dan ustad yang layak serta telah menempa dirinya dengan susah-payah sehingga dapat ditransformasi kepada masyarakat dan menjadikannya sebagai budaya.
Atas dasar itu, Imam Khomeini dalam banyak hal, mengingatkan peran pendidikan dan pengajaran serta budaya dalam kebahagiaan dan penderitaan masyarakat. “Seluruh kebahagiaan dan penderitaan bersumber dari madrasah (aliran pemikiran) dan kuncinya berada di tangan para guru” dan “kebudayaan sumber seluruh kebahagiaan dan penderitaan bangsa. Apabila kebudayaannya tidak baik maka anak-anak muda yang dididik dengan kebudayaan buruk ini yang akan merusak di masa akan datang.”[7]
Kita juga harus memperhatikan poin ini bahwa pembudayaan instruksi-instruksi agama di tengah masyarakat akan menjadi mudah tatkala orang-orang yang mengemban tugas untuk mengatur masyarakat atau berada pada pucuk pimpinan memiliki selaksa kelayakan yang diperlukan. Selain itu, meski kita tidak dapat meyakini bahwa konstruksi diri (tahdzib al-nafs) dan kemajuan bagi orang-orang dalam kehidupan personalnya sama sekali tertutup, namun jelas bahwa implementasi hukum-hukum Islam dalam kehidupan sosial akan menghadapi seabrek kesulitan.
Imam Khomeini Ra dalam tuturan-tuturannya terkadang menyinggung peran pemerintahan dan kekuasaan bagi kebahagiaan dan kesengsaraan masyarakat:
- Kebahagiaan dan kesengsaraan bangsa bergantung pada beberapa hal di antaranya adalah pemimpinnya memiliki kelayakan memimpin.[8]
- Seluruh kesengsaraan yang menimpa bangsa kita bersumber dari Amerika, Soviet dan Inggris.[9]
- Seluruh kesengsaraan yang menimpa bangsa kita bersumber dari Syah dan rezim kerajaan.”[10]
Atas dasar itu, dapat kita simpulkan bahwa dalam pandangan Imam Khomeini sumber segala kebahagiaan setiap orang dan masyarakat adalah langkah mereka di jalur Ilahi dan awal kesengsaraan mereka adalah tatkala manusia alih-alih menyembah Tuhan ia justru menyembah dirinya dan alih-alih menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya ia malah menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya. Karena itu, pemerintahan disertai dengan sistem-sistem pengajaran dan pendidikan memiliki peran signifikan dalam mentransformasi ajaran-ajaran agama dan pelembagaannya di tengah masyarakat. Imam Khomeini berpandangan bahwa kesemua ini sangat berpengaruh secara signifikan dalam kebahagiaan dan penderitaan bangsa-bangsa di dunia. [iQuest]
[1]. Shahifah Imâm, jil. 17, hal. 49.
[2]. Ibid, jil. 4, hal. 190.
[3]. Ibid, jil. 10, hal. 533.
[4]. Ibid, jil. 7, hal. 460.
[5]. Ibid, jil. 16, hal. 213.
[6]. Ibid, jil. 7, hal. 429.
[7]. Ibid, jil. 3, hal. 306.
[8]. Ibid, jil. 5, hal. 314.
[9]. Ibid, jil. 6, hal. 28.
[10]. Ibid, jil. 5, hal. 310.