Please Wait
10497
Ketika seseorang dapat melakukan hal seperti ini secara mandiri tanpa membutuhkan bantuan dari Tuhan, maka hal ini bertentangan dengan tauhid perbuatan (tauhid dalam penciptaan) Tuhan, karena mati dan hidup hanya berada di tangan-Nya.
Akan tetapi, jika seseorang melakukannya dengan izin Tuhan, maka hal yang seperti ini sangat mungkin bisa terjadi dan sama sekali tidak bertentangan dengan akal.
Dalam al-Qur'an, melalui lisan Nabi Isa As, Allah Swt berfirman, "Aku dapat menyembuhkan buta bawaan dan menghidupkan orang-orang mati dengan kehendak-Nya", mengenai hal ini tidak ada seorang Muslim pun yang ragu dalam membuktikan kejadiannya.
Mengingat bahwa kedudukan Rasulullah Saw lebih tinggi dari kedudukan para nabi lainnya termasuk Nabi Isa As, dan sesuai dengan nash Al-Qur'an, Imam Ali As merupakan jiwa Rasul Saw, maka merupakan hal yang wajar jika Rasulullah Saw dan Imam Ali As pun memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Nabi Isa As.
Untuk mendapatkan jawaban yang komprehensif dan meyakinkan, pertanyaan ini akan kami analisa dalam tiga bagian, setelah itu baru akan kami jawab.
1. Bahasan dalam kemungkinan terwujudnya
Pada dasarnya, mungkinkah seseorang yang dirinya sendiri adalah seorang makhluk yang suatu saat juga akan mencicipi kematian dapat menghidupkan orang mati?
2. Bahasan dalam wujud eksternalnya
Dengan asumsi bahwa hal itu mungkin terwujud, apakah hal seperti ini pernah terjadi?
3. Apakah Imam Ali As bisa menghidupkan orang yang mati?
Kemungkinan menghidupkan orang mati pada tingkatan teoritis (tsubût)
Topik ini dibahas dari dua sisi:
a. Mengenai seseorang yang secara mandiri dapat melakukan hal seperti ini tanpa bantuan dari-Nya, maka hal ini merupakan perbuatan yang bertentangan dengan tauhid perbuatan (tauhid penciptaan) Tuhan.[1]
Di dalam tauhid perbuatan, dua sifat ini (yaitu: menghidupkan dan mematikan) termasuk dalam sepuluh sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh-Nya, dimana kesepuluh sifat tersebut adalah: menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, membuat kaya, memiskinkan, meninggikan, menghinakan, menyehatkan dan membuat sakit.[2]
Berdasarkan hal di atas, berarti kematian dan kehidupan seseorang hanya berada di tangan Tuhan.[3]
b. Akan tetapi apabila seseorang ingin melakukan hal seperti ini dengan izin Tuhan dan menginginkan keutamaan dari keutamaan-Nya, dengan memperhatikan bahwa kekuasaan dan kodrat-Nya tidak terbatas, maka selama persoalan tersebut tidak mustahil, hal semacam ini mungkin saja terjadi dan sama sekali tidak bertentangan dengan akal. Dalam kasus ini pun pelaku hakiki adalah Tuhan, sementara orang ini hanyalah berperan sebagai perantara saja, sebagaimana peran malaikat Izrail ketika mengambil nyawa seseorang, pada dasarnya mati pun sebagaimana halnya hidup, berada di tangan Tuhan.
Kemungkinan menghidupkan orang mati dalam tingkatan praktis (itsbât)
Tidak ragu lagi, bukti terbaik bahwa sebuah persoalan itu bisa terwujud adalah ketika kita melihat sesuatu tersebut bisa ditemukan di luar, karena dikatakan, “dalil yang paling tinggi terhadap kemungkinan mengadanya sesuatu adalah keberadaannya secara eksternal dan riil.”
Demikian juga dalam pembahasan kita, jika kita melihat salah seorang hamba Tuhan dapat melakukan hal seperti ini, maka tidak diragukan lagi bahwa orang lain pun dapat melakukannya.
Dalam kaitannya dengan Nabi Isa As, Allah Swt berfirman, "Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Isra’il (yang berkata kepada mereka), “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhan-mu, yaitu aku membuat untukmu dari tanah seperti bentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku memberitahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman." (Qs. Ali Imran [3]: 49)
Berdasarkan hal ini, tidak ada seorang Muslim pun yang ragu dalam pembuktian dan kejadiannya. Namun, mengenai apakah Ali As juga mampu menghidupkan orang mati? Berdasarkan apa yang telah kami nukilkan dari surah Ali Imran (3) ayat 49, demikian juga yang terdapat pada surah Al-Maidah (5) ayat 110, kita ketahui bahwa Nabi Isa As benar-benar telah melakukan hal semacam ini. Sementara itu, dari sisi lain tidak ada keraguan juga bahwa maqam Rasulullah Saw lebih tinggi dari maqam para Nabi lainnya.[4] Dan berdasarkan nash al-Qur'an, Ali As merupakan jiwa Rasul Saw.[5] Atas dasar itu, jika Nabi Isa As saja bisa melakukannya, maka sangat tidak menutup kemungkinan bahwa Rasul Saw dan Ali As pun mampu melakukannya.
Tentunya harus diperhatikan bahwa hal ini hanyalah merupakan sebuah kemungkinan, dimana hal tersebut tidaklah bermakna bahwa hal tersebut telah dilakukan. Sebagaimana pula tidak dilakukannya hal tersebut, bukan berarti menunjukkan pada ketidakmampuan beliau untuk melakukannya. Misalnya jika Nabi Isa As tidak mengubah tongkat menjadi seekor ular, ini bukan berarti bahwa beliau tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal semacam ini. Oleh karena itu, apa salahnya jika salah satu wali dari wali-wali Allah seperti Imam Ali As mampu menghidupkan orang mati?[IQuest]
[1]. "Apakah kamu mengetahui sperma yang kamu pancarkan (ke dalam rahim)? Kamukah yang menciptakannya, atau Kami-kah yang menciptakannya?" (Qs. Al-Waqiah [56]: 58)
[2]. Thayyib, Sayyid Abdu al-Husain, Athyab al-Bayân fî Tafsir al-Qurân, jil. 6, hal. 326, Penerbit: Intisyarat-e Islam, Teheran, cetakan kedua, 1378 S.
[3]. "Dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)." (Qs. Al-Syuara [26]: 81)
[4] . Thabarsi, Fadhl bin Al-Hasan, Terjemahan Majma' al-Bayân fî Tafsir al-Qurân, jil. 3, hal. 101, Penerbit: Intisyarat-e Farohoni, Teheran, cetakan pertama, 1360 S.
[5]. "Barang siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anakmu, istri-istri kami dan istri-istrimu, diri kami dan dirimu; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Qs. Ali Imran [3]: 61) Pada kisah mubahâlah (saling mengutuk) ini Rasulullah Saw menyertakan Hasanain (Hasan dan Husain) sebagai anak-anak kami, Fatimah sebagai istri-istri kami dan Ali sebagai diri kami; dan melihat hal ini, para kafir pun mengaku kalah.