Please Wait
18927
Yang dimaksud dengan doa Nâdi ‘Aliyyân adalah penggalan syair:
"ناد علیا مظهر العجائب*
تجده عونا لک فی النّوائب *
کلّ غمٍّ و هَمٍّ سَینجَلی *
بِوَلایَتِکَ یا علیّ یا علی یا علی"
Serulah Ali! Yang merupakan manifestasi segala keajaiban
Engkau akan menemukannya sebagai seorang penolong dalam segala bencana
Semua kegelisahan dan kesedihan akan segera sirna
Dengan wilayahmu wahai Ali, wahai Ali, wahai Ali
Penggalan syair ini diriwayatkan pada jilid 20 kitab Bihâr al-Anwâr halaman 73 dari tuturan Maibadi, salah seorang pensyarah Diwân Amirul Mukminin As dari ulama Ahlusunnah. Matan riwayat tersebut adalah sebagai berikut:
"ناد علیا مظهر العجائب * تجده عونا لک فی النّوائب
کلّ غمٍّ و هَمٍّ سَینجَلی* بِوَلایَتِکَ یا علیّ یا علی یا علی."
Serulah Ali! Yang merupakan manifestasi segala keajaiban
Engkau akan menemukannya sebagai seorang penolong dalam segala bencana
Semua kegelisahan dan kesedihan akan segera sirna
Dengan wilayahmu wahai Ali, wahai Ali, wahai Ali.
Penggalan riwayat cukup sampai di sini dan tidak dinukil sebuah hal yang menunjukkan bahwa syair ini dapat digunakan sebagai doa.
Dari satu sisi, meski setiap doa harus dibaca berdasarkan apa yang disebutkan dalam riwayat namun harus diperhatikan bahwa tata-cara bagaimana membaca doa “Nâdi ‘Aliyyân” tidak memiliki sumber riwayat dan instruksi-instruksi tertentu terkait dengan doa ini tidak dijumpai pada literatur-literatur hadis.
Namun bagaimanapun tidak ada masalah membaca doa Nâdi ‘Aliyyân dengan niat untuk memperoleh pahala dan ganjaran atau “qashd rajâ.”
Para marja agung taklid berkata, “Tidak ada masalah membaca doa-doa yang masih belum jelas standar sanadnya dengan niat untuk memperoleh pahala bukan niat menjalankan instruksi riwayat.”[1] Artinya doa dibaca dengan niat meraup pahala bukan dengan niat bahwa doa itu telah diriwayatkan dari Imam Maksum As.
Poin lainnya bahwa dalam ibadah apa yang penting pada tingkatan pertama adalah penyandaran pada literatur-literatur standar. Tidak ada masalah setiap orang dengan imperasinya sendiri bermunajat dan berdoa kepada Allah Swt, sesuai dengan riwayat para Imam Maksum As, dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.[2]
Namun hal ini tidak dapat dijadikan sebagai prinsip universal bahwa apabila seseorang membaca doa atau memenuhi nadzar karena hajatnya telah terpenuhi, maka kita memandang doa tersebut sebagaimana doa-doa yang diriwayatkan dari para Imam Maksum As dan kemudian menambahkannya sebagai kumpulan doa-doa dan amalan-amalan yang ada. [IQuest]
[1]. Ayatullah Shafi Gulpaigani, Ma’ârif Din, hal. 260. Ayatullah Fadhil Langkarani, Istifta’at, jil. 2, hal. 537.
[2]. Muhammad bin al-Hasan Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 7, hal. 139, Hadis 8944, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H.
. " ِ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَبِی عَبْدِ اللَّهِ ع عَلِّمْنِی دُعَاءً فَقَالَ إِنَّ أَفْضَلَ الدُّعَاءِ مَا جَرَى عَلَى لِسَانِک".