Please Wait
Hits
24124
24124
Tanggal Dimuat:
2013/03/09
Ringkasan Pertanyaan
Apakah makna mengolok-olok itu yang sebenarnya? Apakah karikatur juga merupakan salah satu contoh mengolok-olok?
Pertanyaan
Apakah makna mengolok-olok itu yang sebenarnya? Apakah karikatur juga merupakan salah satu contoh mengolok-olok?
Jawaban Global
Kebanyakan para ahli bahasa dan pakar tafsir al-Quran memandang tamaskhur dan istihzâ sebagai satu makna dan sinonim. Makna kata ini adalah yaitu seseorang menghina seseorang lainnya dan mendegradasi kedudukan serta posisinya. Atau memandang rendah dan menertawakan salah satu prinsip dan ajaran-ajaran kemanusiaan serta agama.Karena itu, makna tamaskhur adalah mengolok-olok dan menertawakan orang lain.
Tamaskhur boleh jadi mengarah kepada seseorang atau beberapa orang, dan boleh jadi mengarah pada budaya, adab, tradisi, nilai-nilai moral dan agama.
Nah apabila karikatur dibuat dengan maksud untuk mengolok-ngolok dan menertawakan; untuk menghancurkan dan menunjukkan aib orang-orang atau merendahkan suatu kaum, suku dan seterusnya maka ia termasuk sebagai tamaskhur (mengolok-ngolok).
Tentu secara natural perbuatan ini tidak dibenarkan dari sudut pandang akal dan syariat. Namun apabila dikerjakan dalam rangka mewarnai pemikiran umum, merefleksikan pelbagai kelemahan masyarakat dan menjelaskan pelbagai problematika yang dihadapi warga dan masyarakat maka tentu saja tidak dapat dikategorikan sebagai mengolok-ngolok. Pekerjaan seperti ini adalah sebuah risalah dari seniman untuk menjelaskan pelbagai problematika sosial dan politik, entah itu masalah-masalah ekonomi, diskriminasi, ketidakadilan dan seterusnya.
Tamaskhur boleh jadi mengarah kepada seseorang atau beberapa orang, dan boleh jadi mengarah pada budaya, adab, tradisi, nilai-nilai moral dan agama.
Nah apabila karikatur dibuat dengan maksud untuk mengolok-ngolok dan menertawakan; untuk menghancurkan dan menunjukkan aib orang-orang atau merendahkan suatu kaum, suku dan seterusnya maka ia termasuk sebagai tamaskhur (mengolok-ngolok).
Tentu secara natural perbuatan ini tidak dibenarkan dari sudut pandang akal dan syariat. Namun apabila dikerjakan dalam rangka mewarnai pemikiran umum, merefleksikan pelbagai kelemahan masyarakat dan menjelaskan pelbagai problematika yang dihadapi warga dan masyarakat maka tentu saja tidak dapat dikategorikan sebagai mengolok-ngolok. Pekerjaan seperti ini adalah sebuah risalah dari seniman untuk menjelaskan pelbagai problematika sosial dan politik, entah itu masalah-masalah ekonomi, diskriminasi, ketidakadilan dan seterusnya.
Jawaban Detil
Makalah ini pertama-tama akan mengkaji secara global sebab-sebab, faktor-faktor dan konsekuensi-konsekuensi salah satu pendekatan keliru secara moral yaitu tamaskhur dan istihzâ, berdasarkan ajaran-ajaran agama kemudian beralih pada pembahasan apakah karikatur dapat digolongkan sebagai tindakan tamaskhur (mengolok-ngolok) atau ia terkecualikan dari persoalan ini? Atas dasar itu, pertama-tama harus dijelaskan terlebih dahulu apa itu tamaskhur.
Bagian pertama
Bagian pertama
- Definisi tamaskhur dan istihzâ
Kebanyakan para ahli bahasa dan pakar tafsir al-Quran memandang tamaskhur dan istihza sebagai satu makna dan sinonim. Makna kata ini adalah yaitu seseorang menghina seseorang lainnya dan mendegradasi kedudukan serta posisinya.[1] Atau memandang rendah dan menertawakan salah satu prinsip dan ajaran-ajaran kemanusiaan serta agama.
Kata “sa-kh-ri-yah” yang merupakan derivasi kata “ya-s-kha-r” bermakna istihzâ. Adapun istihzâ bermakna bahwa manusia berkata sesuatu yang dengan perantara perkataan itu ia menghina dan merendahkan seseorang, entah disampaikan secara lisan atau menggunakan isyarat, entah itu meniru-niru seseorang sedemikian sehingga orang-orang yang melihat dan mendengarnya tertawa, entah itu dengan isyarat atau meniru-niru.[2]
Kedua makna ini dapat disimpulkan dari al-Quran seperti pada dua ayat berikut ini:
Kata “sa-kh-ri-yah” yang merupakan derivasi kata “ya-s-kha-r” bermakna istihzâ. Adapun istihzâ bermakna bahwa manusia berkata sesuatu yang dengan perantara perkataan itu ia menghina dan merendahkan seseorang, entah disampaikan secara lisan atau menggunakan isyarat, entah itu meniru-niru seseorang sedemikian sehingga orang-orang yang melihat dan mendengarnya tertawa, entah itu dengan isyarat atau meniru-niru.[2]
Kedua makna ini dapat disimpulkan dari al-Quran seperti pada dua ayat berikut ini:
- “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olok). Janganlah kamu mencela dirimu sendiri (baca: sesama saudara seiman) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”[3]
- “Katakanlah, “Apakah kamu selalu memperolok-olokkan Allah, ayat-ayat, dan rasul-Nya?”[4]
Jenis-jenis mengolok-olok
Mengolok-olok (tamaskhur) dapat dikategorikan dalam beberapa jenis. Perbuatan ini terkadang dinyatakan dalam bentuk parodi dan menyandarkan gelar-gelar buruk dan keji, atau dalam betuk tulisan, atau karikatur, terkadang dalam bentuk pentas dan meniru-niru dialek kaum dan bangsa tertentu dan lain sebagainya yang biasanya dimuat pada media-media cetak; seperti surat kabar, selebaran, media-media audio dan visual seperti radio, televisi, dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan istihzâ dan tamaskhur, terkadang dinyatakan dengan lisan dan terkadang dengan perbuatan; seperti isyarat, singgungan, mimik ucapan, meniru gerakan dan ucapan; sedemikian sehingga orang-orang yang mendengar dan melihatnya akan tertawa.
Akan tetapi dalam penggunaan al-Quran terdapat kata-kata lain yang berkaitan dengan tamaskhur dari sisi subyek persoalannya; seperti humazah, lumazah, tanâbuz yang memerlukan ruang dan waktu lain untuk membahasnya. Karena itu, bagi yang berminat untuk menggali masalah ini lebih dalam, kami sarankan bagi yang berminat untuk merujuk pada kitab-kitab tafsir.[5]
Motivasi dan akar Tamaskhur
Dari sudut pandang al-Quran, tamaskhur dan istihzâ sebagaimana perbuatan-perbuatan keji manusia lainnya, bertitik tolak dari beberapa faktor dan akar persoalan yang beragam yang akan kita bahas sebagian darinya sebagaimana berikut ini:
Mengolok-olok (tamaskhur) dapat dikategorikan dalam beberapa jenis. Perbuatan ini terkadang dinyatakan dalam bentuk parodi dan menyandarkan gelar-gelar buruk dan keji, atau dalam betuk tulisan, atau karikatur, terkadang dalam bentuk pentas dan meniru-niru dialek kaum dan bangsa tertentu dan lain sebagainya yang biasanya dimuat pada media-media cetak; seperti surat kabar, selebaran, media-media audio dan visual seperti radio, televisi, dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan istihzâ dan tamaskhur, terkadang dinyatakan dengan lisan dan terkadang dengan perbuatan; seperti isyarat, singgungan, mimik ucapan, meniru gerakan dan ucapan; sedemikian sehingga orang-orang yang mendengar dan melihatnya akan tertawa.
Akan tetapi dalam penggunaan al-Quran terdapat kata-kata lain yang berkaitan dengan tamaskhur dari sisi subyek persoalannya; seperti humazah, lumazah, tanâbuz yang memerlukan ruang dan waktu lain untuk membahasnya. Karena itu, bagi yang berminat untuk menggali masalah ini lebih dalam, kami sarankan bagi yang berminat untuk merujuk pada kitab-kitab tafsir.[5]
Motivasi dan akar Tamaskhur
Dari sudut pandang al-Quran, tamaskhur dan istihzâ sebagaimana perbuatan-perbuatan keji manusia lainnya, bertitik tolak dari beberapa faktor dan akar persoalan yang beragam yang akan kita bahas sebagian darinya sebagaimana berikut ini:
- Memandang diri lebih baik
Memandang diri, kaum, suku dan bangsa lebih unggul merupakan salah satu faktor yang membuat seseorang mengolok-ngolok orang lain. Kebanyakan parodi yang dimaksudkan untuk bangsa-bangsa dan budaya-budaya bangsa lain disebabkan oleh karena yang mengolok-ngolok memandang dirinya atau kaumnya lebih baik dari kaum orang lain, “janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). [6] Dari redaksi ayat, “boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)” dapat dipahami bahwa faktor utama orang mengolok-ngolok adalah karena merasa diri lebih baik, adanya perasaan congkak dan angkuh.[7]
- Cinta dunia
Dalam kandungan-kandungan ajaran agama, ketergantungan orang-orang kafir kepada dunia merupakan salah satu faktor mereka mengolok-ngolok orang-orang beriman, “Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan (oleh karena itu), mereka memandang hina orang-orang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia dari mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.” (Qs. Al-Baqarah [2]:212)
- Kebodohan dan kedunguan
Kebanyakan orang disebabkan oleh ketidaktahuannya terhadap hukum dan akibat buruk duniawi serta ukhrawi mengolok-ngolok orang lain semata-mata ingin bersenda gurau dan menghabiskan waktu, sementara dalam beberapa riwayat telah diingatkan tentang celaan terhadap kebodohan dan kedunguan. Imam Ali As dalam hal ini bersabda, “Seburuk-buruk penyakit adalah kebodohan.”[8]
- Perbuatan dosa
Salah satu faktor mengapa orang melakukan perbuatan mengolok-ngolok adalah karena tenggelam dalam perbuatan dosa; mengingat dosa akan melegamkan hati manusia dan membuatnya lari dari nilai-nilai moral. Oleh itu, tatkala berhadapan dengan ayat-ayat Ilahi, mereka mengolok-ngoloknya. Al-Quran terkait dengan kelompok ini berkata, “Kemudian pendustaan terhadap ayat-ayat Allah dan memperolok-olokkannya adalah akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan.” (Qs. Al-Rum [30]:10)
Pengaruh mengolok-ngolok
Tercela, buruk dan haramnya mengolok-olok, sandaran-sandaran yang tidak pantas kepada orang-orang, mencari-cari aib, mengungkap rahasia-rahasia masyarakat merupakan hal yang pasti, entah itu melalui media atau melalui satelite dan jaringan-jaringan sosial lainnya, meski keharaman dan ketercelaannya lebih besar apabila dilakukan di media; karena pengaruh buruknya akan semakin bertambah. Di sini kami akan menyinggung dua contoh pengaruh buruk mengolok-olok secara budaya, religious, politik dan social sebagaimana berikut:
Pengaruh mengolok-ngolok
Tercela, buruk dan haramnya mengolok-olok, sandaran-sandaran yang tidak pantas kepada orang-orang, mencari-cari aib, mengungkap rahasia-rahasia masyarakat merupakan hal yang pasti, entah itu melalui media atau melalui satelite dan jaringan-jaringan sosial lainnya, meski keharaman dan ketercelaannya lebih besar apabila dilakukan di media; karena pengaruh buruknya akan semakin bertambah. Di sini kami akan menyinggung dua contoh pengaruh buruk mengolok-olok secara budaya, religious, politik dan social sebagaimana berikut:
- Mencemarkan nama baik seseorang
Salah satu masalah yang kita hadapi pada masa sekarang ini adalah tersebarnya pelbagai SMS dan Bluetooth yang dengan perantara keduanya, banyak masalah anti-moral, satiris, olok-olokan terhadap pelbagai tingkatan masyarakat, tersebar di tengah masyarakat sementara ajaran-ajaran agama memandang kehormatan manusia beriman lebih tinggi daripada baitullah, “Imam Shadiq As bersabda, “Kehormatan seorang Mukmin lebih mulia daripada Ka’bah.”[9]
- Melupakan Tuhan
Salah satu pengaruh buruk mengolok-olok dan sibuk untuk hal-hal seperti ini, di samping akan melemahkan emosi keagamaan, rapuhnya fondasi akidah masyarakat, juga akan membuat manusia lupa akan Tuhan, “Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka menjadikanmu lupa mengingat-Ku, dan kamu selalu menertawakan mereka.” (Qs. Al-Mukminun [23]:110)
Makna ayat ini adalah bahwa kesibukan mengolok-ngolok orang-orang beriman dan menertawakan keyakinan, kepercayaan, tindakan dan perbuatan mereka akan menyebabkan manusia akan lalai mengingat Tuhan dan akhir dari melalaikan dan melupakan Tuhan adalah terpuruknya manusia dalam azab Ilahi.
Bagian Kedua: Karikatur
Dewasa ini, karikatur dikenal sebagai salah satu cabang seni di samping seni-seni yang lain seperti parodi politik dan lain sebagainya. Karikatur merupakan sebuah media yang digunakan untuk merefleksikan masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Belakangan, para karikaturis dengan seninya merefleksikan selaksa problematika dan pelbagai kekurangan sosial dalam bentuk karikatur. Mereka juga seperti orang lain dan pelbagai kelompok masyarakat melalui media ini beramal sesuai dengan risalah budaya dan komitmen-komitmen sosial dan keagamaan mereka.
Sebagai contoh, apabilah seorang karikaturis, melukiskan salah satu permisalan al-Quran dalam bentuk karikatur, seperti ayat ini, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”[10] Tentunya akan menjadi pelajaran bagi sebagian orang dimana ayat ini dilukiskan dalam bentuk seseorang yang sedang menyantap api. Atau ayat, “yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (tanpa memperhatikan mana harta yang halal dan mana yang haram).” Yang merupakan ancaman dan peringatan Tuhan terhadap para pengumpul harta, diekspresikan dalam bentuk karikatur.
Nah pertanyaannya apakah karikatur seperti ini dapat dinilai sebagai mengolok-ngolok? Tentu saja tidak, bahkan karikatur seperti ini adalah beramal terhadap risalah agama dan budaya.
Bagaimanapun, pekerjaan ini (karikatur) apabila digunakan untuk menghancurkan dan menunjukan aib orang-orang atau ingin mencapai tujuan-tujuan tercela, irasional dan bertentangan dengan syariat,[11] atau pada posisi ingin merusak budaya dan lain sebagainya, maka karikatur akan termasuk sebagai perbuatan mengolok-ngolok dan tentu saja hal ini tidak dibenarkan.
Sudah pasti secara natural bahwa perbuatan ini tidak dibenarkan dari sudut pandang akal dan syariat. Namun apabila dikerjakan dalam rangka mewarnai pemikiran umum, merefleksikan pelbagai kelemahan masyarakat dan menjelaskan pelbagai problematika yang dihadapi warga dan masyarakat maka tentu saja tidak dapat dikategorikan sebagai mengolok-ngolok, melainkan sebuah risalah dari seniman untuk menjelaskan pelbagai problematika sosial dan politik, entah itu masalah-masalah ekonomi, diskriminasi, ketidakadilan dan seterusnya, kepada para aparat dan orang-orang yang berkepentingan. [iQuest]
Makna ayat ini adalah bahwa kesibukan mengolok-ngolok orang-orang beriman dan menertawakan keyakinan, kepercayaan, tindakan dan perbuatan mereka akan menyebabkan manusia akan lalai mengingat Tuhan dan akhir dari melalaikan dan melupakan Tuhan adalah terpuruknya manusia dalam azab Ilahi.
Bagian Kedua: Karikatur
Dewasa ini, karikatur dikenal sebagai salah satu cabang seni di samping seni-seni yang lain seperti parodi politik dan lain sebagainya. Karikatur merupakan sebuah media yang digunakan untuk merefleksikan masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Belakangan, para karikaturis dengan seninya merefleksikan selaksa problematika dan pelbagai kekurangan sosial dalam bentuk karikatur. Mereka juga seperti orang lain dan pelbagai kelompok masyarakat melalui media ini beramal sesuai dengan risalah budaya dan komitmen-komitmen sosial dan keagamaan mereka.
Sebagai contoh, apabilah seorang karikaturis, melukiskan salah satu permisalan al-Quran dalam bentuk karikatur, seperti ayat ini, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”[10] Tentunya akan menjadi pelajaran bagi sebagian orang dimana ayat ini dilukiskan dalam bentuk seseorang yang sedang menyantap api. Atau ayat, “yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (tanpa memperhatikan mana harta yang halal dan mana yang haram).” Yang merupakan ancaman dan peringatan Tuhan terhadap para pengumpul harta, diekspresikan dalam bentuk karikatur.
Nah pertanyaannya apakah karikatur seperti ini dapat dinilai sebagai mengolok-ngolok? Tentu saja tidak, bahkan karikatur seperti ini adalah beramal terhadap risalah agama dan budaya.
Bagaimanapun, pekerjaan ini (karikatur) apabila digunakan untuk menghancurkan dan menunjukan aib orang-orang atau ingin mencapai tujuan-tujuan tercela, irasional dan bertentangan dengan syariat,[11] atau pada posisi ingin merusak budaya dan lain sebagainya, maka karikatur akan termasuk sebagai perbuatan mengolok-ngolok dan tentu saja hal ini tidak dibenarkan.
Sudah pasti secara natural bahwa perbuatan ini tidak dibenarkan dari sudut pandang akal dan syariat. Namun apabila dikerjakan dalam rangka mewarnai pemikiran umum, merefleksikan pelbagai kelemahan masyarakat dan menjelaskan pelbagai problematika yang dihadapi warga dan masyarakat maka tentu saja tidak dapat dikategorikan sebagai mengolok-ngolok, melainkan sebuah risalah dari seniman untuk menjelaskan pelbagai problematika sosial dan politik, entah itu masalah-masalah ekonomi, diskriminasi, ketidakadilan dan seterusnya, kepada para aparat dan orang-orang yang berkepentingan. [iQuest]
[1]. Sayid Abul Hasan Fahri, Farhang al-Muhith, klausul, “ta-ma-s-khu-r”; Hasan Mustafawi, al-Tahqiq fi Kalimât al-Qur’ân al-Karim, jil. 11, hal. 256; Ali Akbar Qarasyi, Qâmus Qur’ân, jil. 7, hal. 154, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1371 S.
[2]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 18, hal. 321, Daftar Intisyarat-e Islami, Qum, 1417 H.
[3]. (Qs. Al-Hujurat [49:11)
"یا أَیّهَا الّذینَ آمَنُوا لا یَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسی أَنْ یَکُونُوا خَیْرًا مِنْهُمْ وَ لا نِساءٌ مِنْ نِساءٍ عَسی أَنْ یَکُنّ خَیْرًا مِنْهُنّ وَ لا تَلْمِزُوا أَنْفُسَکُمْ وَ لا تَنابَزُوا بِاْلأَلْقابِ..."
[4]. (Qs. Al-Taubah [9]:65)
"قُلْ أَ بِاللّهِ وَ آیاتِهِ وَ رَسُولِهِ کُنْتُمْ تَسْتَهْزِؤُنَ"؛
[5]. Sebagai contoh, silahkan lihat, Tafsir Nemune, Makarim Syirazi, jil. 27, hal. 309, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1372 S; Qâmus Qur’ân, jil. 7, hal. 164.
[6]. (Qs. Al-Hujurat [49]:11)
[7]. Tafsir Nemune, jil. 22, hal. 179.
[8]. Abdul Wahid Tamimi Amadi, Ghurar al-Hikam, hal. 73, Daftar Tablighat Islami, Qum, 1366 S.
[9]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 64, hal. 71, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1409 H.
[10]. (Qs. Al-Nisa [4]:10)
[11]. Yang perlu diperhatikan di sini bahwa apabila karikatur dibuat dengan tujuan amar makruf dan nahi mungkar maka ia tidak dapat disebut sebagai mengolok-olok.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar