Please Wait
9636
Pertanyaan ihwal alasan tidak bangkitnya Imam Husain As pada masa Muawiyah dapat dijawab dengan beberapa perkara di bawah ini:
1. Penghormatan Imam Husain As terhadap perjanjian yang disepakati oleh saudaranya yang sekaligus sebagai imam umat saat itu. Imam Hasan Mujtaba As pada masa hidupnya dengan Muawiyah dan Mu’wiyah menampakkan secara lahiriah penghormatannya kepada perjanjian tersebut;
2. Kaburnya Muawiyah untuk berhadap-hadapan dengan Imam Husain As karena ketakutan dan kerisauan yang dapat ditimbulkan darinya. Dan Rasulullah Saw mengabarkan tentang hancurnya pemerintahan Bani Umayyah setelah syahidnya Imam Husain As. Muawiyah gentar terhadap prediksi yang dilontarkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, ia juga mewasiatkan kepada antek-anteknya untuk menghormati perjanjian ini. Namun penguasa Yazid yang masih ingusan, congkak dan pemabuk itu yang memerintah pasca Muawiyah tidak menjalankan wasiat ayahnya ini. Dan pada hari-hari pertama pemerintahannya, ia menempatkan dirinya berhadap-hadapan dengan Imam Husain As dan berupaya membunuhnya;
3. Muawiyah adalah politisi ulung dan menjaga sisi lahiriah hingga batasan tertentu dan kerusakan internal pemerintahannya tidak begitu nampak bagi orang-orang umum. Namun Yazid adalah seorang pemuda hijau tanpa pengalaman dimana destruksi, kegemarannya melepaskan hawa nafsu, syahwat, bermain dengan anjing dan lain sebagainya, tampak jelas bagi masyarakat umum. Sedemikian sehingga tiada seorang pun yang mengingkari keburukan moral Yazid bin Muawiyah. Dan apabila Imam Husain As diam dan tidak protes di tengah masyarakat umum maka akan bermakna persetujuannya dan hal ini bermakna tercerabutnya Islam hingga akar-akarnya;
4. Apabila Imam Husain As angkat senjata dan bangkit melawan pemerintah pada masa Muawiyah, hal ini memungkinkan bagi Muawiyah sehingga ia dapat menodai revolusi Imam Husain As dan dengan pelbagai propagandanya yang berpengaruh dan menjuntai yang ia miliki, ia menampakkan dirinya sebagai orang yang benar. Namun telah nampak bahwa Yazid tidak mampu menunaikan tugas ini (menodai tujuan-tujuan Asyura) dan tidak lama berselang ia pun terjungkal;
5. Tiadanya deklarasi dukungan masyarakat secara luas kepada Imam Husain As pada masa Muawiyah merupakan salah satu faktor tidak bangkitnya Imam Husain As. Sementara pada masa Yazid, ribuan surat ajakan dari para penduduk Kufah telah dikirim kepada Imam Husain As yang memotivasi beliau untuk bangkit dan sokongan dari mereka. Dan apabila Imam Husain tidak bergerak ke arah Irak dan tidak memenuhi ajakan dari ratusan ribu masyarakat ini maka hal ini dalam pandangan masyarakat umum bermakna takut atau sikap acuh-tak-acuh Imam Husain terhadap kejahatan Bani Umayyah dari satu sisi dan sikap tidak mengindahkan permintaan masyarakat umum dari sisi lain. Dan konsekuensi-konsekuensi dari kedua hal ini tentu tidak dapat ditebus.
Kondisi pemerintahan dan sikap masyarakat serta situasi yang dihadapi oleh Imam Husain As dengan pemerintahan di zaman Muawiyah dan masa Yazid terdapat perbedaan mencolok dari beberapa perspektif. Di antara yang terpenting dari ragam perspektif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Imam Hasan Mujtaba As pada masa hidup dan periode imamahnya tatkala putus asa dari sokongan masyarakat dalam peperangan melawan Muawiyah dan komandan tentaranya melalui bujukan atau ancaman, mengundurkan diri dari
a. Muawiyah dilarang untuk mengganggu dan menyiksa kaum Alawiyyun;
b. Persyaratan harta-benda, di antaranya pengembalian hak-hak harta benda yang telah dirampas kepada Alawiyyun, penolong dan orang-orang khusus Imam As;
c. Pelarangan terhadap Muawiyah untuk tidak mengutuk dan mencela Imam Ali bin Abi Thalib As dalam pelbagai perhelatan umum;
d. Pelarangan terhadap Muawiyah untuk tidak menggunakan gelar “Amirulmukminin,” bagi dirinya;
e. Pelarangan terhadap Muawiyah untuk tidak mengangkat khalifah pasca dirinya seperti Yazid dan sebagainya.[1]
Imam Husain As setelah syahadah Imam Hasan As demi menghormati perjanjian yang disepakati oleh abang kinasihnya, sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman yang terjadi pada masa Imam Kedua, dengan Muawiyah, menghindar untuk kontak senjata dan menumpahkan darah secara langsung dengan Muawiyah.[2] Imam Husain As menghormati langkah-langkah yang diambil oleh saudaranya. Namun pasca kematian Muawiyah maka tidak tersisa lagi ruang untuk tetap menghormati perjanjian tersebut. Lantaran kesyahidan Imam Hasan As dan kematian pihak kedua perjanjian tersebut, masa kesepakatan itu telah usai.
2. Muawiyah sendiri juga berusaha menghindar dan lari untuk tidak berhadap-hadapan dengan Imam Husian As sehingga harus terjadi pertumpahan darah. Muawiyah gentar dari segala konsekuensi yang ditimbulkan akibat menumpahkan darah Al-Husain As. Dan untuk menjaga pemerintahannya, mau-tak-mau ia bersikap toleran dengan keberadaan dua pembesar tersebut (Imam Hasan As dan Husain As). Ia juga melarang orang lain untuk tidak berhadap-hadapan secara terang-terangan dengan Imam Husain As dan mengingatkan mereka ihwal akibat-akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatan ini. Oleh karena itu, bahkan dalam peristiwa pengambilan baiat untuk Yazid sebagai khalifah setelahnya, ia tidak menggunakan cara paksa dan pedang. Dan juga ia menasihati Yazid untuk menjauh dari perkara ini. Namun karena Yazid adalah seorang pemuda ingusan, tanpa pengalaman dan congkak, tidak melaksanakan wasiat ini. Dan hari-hari pertama khilafahnya, ia menitahkan Gubernur Madinah untuk mengambil baiat dari Imam Husain As kalau tidak ia harus memenggal kepalanya;
Demikianlah cara yang diterapkan Yazid yang kemudian menjadi penyebab ia berhadap-hadapan langsung dan dengan cara pertumpahan darah dengan Imam Husain As. Karena Imam Husain bahkan dengan harga yang beliau harus bayar di
3. Muawiyah merupakan politisi ulung dan memperhatikan hal-hal yang lahiriah di hadapan masyarakat umum. Kerusakan batinnya dan pemerintahannya tidak nampak bagi masyarakat awam. Mereka menganggap Muawiyah sebagai muslim dan khalifah Rasulullah Saw serta tergolong sebagai penyebar Islam. Namun Yazid tidak memiliki keahlian ini dan buruknya moral, gemar melampiaskan syahwat, dan pemabuk tidak menjadi rahasia bagi seluruh masyarakat, orang awam atau khusus. Ia secara terang-terangan mengungkapkan kekufurannya dan merasa bangga dengan kemusyrikan datuk-datuknya. Sama sekali tidak menghormati Nabi Saw. Oleh karena itu, melanjutkan pesan perjanjian damai pada masa Yazid bermakna persetujuan dengan segala kerusakan yang didemonstrasikan secara telanjang oleh Yazid. Dan konsekuensinya penyimpangan kebanyakan masyarakat umum.[4] Dan berlanjutnya pemerintahan Yazid bermakna perpisahan dengan Islam dan kehancuran syariat;[5]
4. Sebelumnya telah disinggung bahwa Muawiyah dengan licik menghindar untuk tidak berhadap-hadapan langsung dengan Imam Husain As. Apabila Imam As bangkit dan memulai mengadakan perlawanan di masa Muawiyah, ada kemungkinan bagi Muawiyah, melalui propaganda yang luas dan berpengaruh yang ia miliki, menunjukkan bahwa dialah yang benar dan dengan mudah menipu masyarakat awam serta menodai pengaruh gerakan Imam Husain As dimana hal ini tentu saja menguntungkan Muawiyah dan pemerintahan Bani Umayyah. Namun tatkala Yazid, dengan segala keburukan yang ia pertontonkan dan masih ingusan dalam bidang politik, menjulurkan tangan angkat senjata melawan Imam Husain As. Demikian juga antek-anteknya yang tidak memiliki pengalaman memadai dalam berpolitik sehingga mampu menyapu bersih pengaruh-pengaruh gerakan Imam Husain As. Semakin mereka berusaha dengan jalan kekerasan ini, pengaruhnya semakin besar dan masyarakat awam semakin tahu, dan semakin mereka tersudut sehingga berujung pada tumbangnya pemerintahan Bani Umayyah. Demikianlah perbedaan mencolok antara dua penguasa dan politisi ini. Perkara ini merupakan perkara yang tampak jelas bagi seorang imam yang berpikir jauh kedepan seperti Imam Husain As;
5. Pada masa Muawiyah, tidak ada seruan terbuka dan menyeluruh dari pihak masyarakat untuk bangkit dan menolong Imam Husain As untuk melawan kezaliman dan kerusakan-kerusakan Bani Umayyah. Adapun deklarasi sokongan dan ajakan-ajakan terbatas yang diungkapkan pada masa Muawiyah tidak memadai untuk berperang melawan politisi licik seperti Muawiyah. Namun pasca kematian Muawiyah dan dengan pengangkatan Yazid sebagai khalifah serta kacau-balaunya kondisi pengelolahan negeri-negeri Islam, masyarakat Kufah bergejolak dan ribuan surat telah ditanda-tangani yang dibawa oleh unta-unta dikirim kepada Imam Husain As. Mereka meminta secara resmi dan terang-terangan kepada Imam Husain untuk memimpin kebangkitan melawan Bani Umayyah dan mengelolah kaum Muslimin.
Setelah kematian Muawiyah sebagai salah satu pihak dalam perjanjian damai tersebut dan memerintahnya seorang yang secara terang-terangan melakukan maksiat seperti Yazid dengan sampainya tuntutan dan ajakan menyeluruh dari masyarakat secara luas, tidak menyisakan ruang bagi Imam Husain As untuk tidak bangkit dan tidak memenuhi ajakan masyarakat tersebut. Dan sekiranya Imam Husain As tidak memenuhi ajakan ini dan tidak bergerak ke arah Irak, dalam pandangan awam, perbuatan ini bermakna acuh-tak-acuh terhadap masa depan dan nasib kaum Muslimin dan pada akhirnya agama Islam. Serta tidak mengindahkan permintaan kaum terzalimi untuk berperang melawan kerusakan dan kezaliman. Dan akibat-akibat yang akan ditimbulkannya adalah hal-hal yang tidak dapat ditebus di kemudian hari.
Namun keluarnya Imam Husain As pada hari-hari haji secara resmi dan terang-terangan serta perstiwa mengenaskan
Daftar pustaka untuk telaah lebih jauh:
1. Beladzari, Ansâb al-Asyraf, jil. 2
2. Ibnu ‘Asakir, Tahdzib Târikh Dimasyq.
3. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 44.
4. Ibnu Atsir, al-Kâmil fi al-Târikh, jil. 3.
5. Ibnu Qutaibah al-Dainawari, al-Imâmah wa al-Siyâsah.
6. Syaikh Mufid, al-Irsyâd.
7. Ibn Wadih Ya’qubi, Târikh Ya’qubi.
8. Mas’udi, Murâj al-Dzahab.
9. Abu al-Faraj Isfahani, Maqâtil al-Thâlibin.
10. Muhammad Hasan Ali Yasin, al-Imâm al-Husain bin ‘Ali As.