Please Wait
Hits
6483
6483
Tanggal Dimuat:
2012/08/13
Ringkasan Pertanyaan
Apakah dengan memperhatikan riwayat bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat bisa dibuktikan bahwa rambut kepala perempuan juga wajib untuk ditutup?
Pertanyaan
Apakah dengan memperhatikan riwayat bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat bisa dibuktikan bahwa rambut kepala perempuan juga wajib untuk ditutup?
Jawaban Global
Jawaban pertanyaan ini bisa dijelaskan dengan ringkas dalam poin-poin berikut, dan untuk pembahasan yang lebih mendetail, kami persilahkan Anda untuk merujuk ke sumber-sumber fikih dan riwayat.
- Riwayat yang mengimplikasikan “Seluruh dari perempuan adalah aurat” telah dinukilkan dalam literatur-literatur Syiah dan Ahli Sunnah dengan kalimat-kalimat yang berbeda, dalam literatur-literatur Ahli Sunnah muncul dengan kata-kata seperti “المرأة عورة”[1], “النساء عورة”[2] dan semacamnya, akan tetapi kandungan yang terdapat pada literatur-literatur hadis dan fikih Syiah, seperti Rasulullah bersabda, “Para perempuan, dalam perbincangannya dengan suami-suami mereka tidak bisa menyampaikan apa yang mereka maksudkan, mereka adalah eksistensi-eksistensi yang lembut yang sangat membutuhkan penjagaan. Oleh karena itu laki-laki harus diam dalam menghadapi karakter pertama, dan menjaga mereka di dalam rumah untuk karakter kedua.[3]
- Riwayat ini bisa diterima dari segi sanadnya, karena kelompok riwayat seperti ini juga ada dalam literatur-literatur Syiah dan Ahli Sunnah –dengan sedikit perbedaan kata- dan juga para fakih sepakat pada implikasi dan kandungannya atas kewajiban berhijab.[4]
- Untuk memperoleh informasi lebih luas mengenai makna riwayat ini dan bentuk-bentuk interpretasi mengenai “perempuan adalah aurat”, rujuklah indeks: Makna Aurat dalam Al-Quran dan Riwayat, Pertanyaan 8303.
- Menurut kesepakatan para fakih, seluruh tubuh perempuan adalah aurat[5], akan tetapi bulatan muka dan kedua tangan hingga pergelangannya, berada dalam pengecualian[6] dan tidak termasuk dalam aurat,[7] karena menurut riwayat ini dan riwayat lainnya, prinsip pertamanya adalah bahwa perempuan harus menutupi seluruh tubuhnya dari pandangan non mahram, akantetapi menurut riwayat lain, hal-hal di atas masuk dalam pengecualian, dan pengecualian ini berada dalam posisi sebuah kaidah sekunder. Dengan kata lain; dengan memperhatikan riwayat yang mengimplikasikan bahwa perempuan adalah aurat, dengan menyandingkan ayat-ayat dan riwayat lain[8] yang mengimplikasikan terhadap kewajiban menutupi para perempuan di depan non mahram, bisa dipahami bahwa para perempuan, selain hal-hal yang telah dikecualikan di atas, harus menutupi anggota tubuh lainnya –bahkan kepala dan rambut- dari pandangan non mahram.[9]
Pada dasarnya, kelompok riwayat ini (المرأة عورة) merupakan irsyad, bahkan bisa menjadi parameter untuk hukum-hukum hijab; karena seluruh tubuh perempuan adalah aurat, maka mereka harus menutup rambut kepalanya dari non mahram, demikian juga terikat dengan hukum-hukum syari mengenai bagaimana berbusana.
[1]. Sunan at-Tirmidzi, Bab Ma jâ-a fî kirâhiyah ad-dukhûl ‘ala mughîbât, jil. 1093; Ibnu Mundzir, Al-Ausath, Kitâb Al-Imâmah, Abwâb shalâh an-Nisâ fî Jamâah, hadis 2051; dan Abwâb mâ yujibu ‘ala ar-rijl wa al-mar’ah, hadis 2359.
[2]. Abi Syaibah Kufi, Abdullah bin Muhammad, Mushnaf Ibnu Abi Syaibah, jil. 3, hal. 467,Dar al-Fikr, Beirut, 1409 H’; Thabarani, Sulaiman bin Ahmad, Al-Mu’jam al-Kabîr, bab kedua, hadis 8822.
[3]. Syaikh Shaduq, Man lâ Yahdhuruhu al-Faqîh, diriset dan diedit oleh Ghifari, Ali Akbar, jil. 3, hal. 390, Daftar Intisyârâte Islâmî, Qum, cet. Kedua, 1413 H.
[4]. Thabathabai Burujerdi, Agha Husain, Tibyân ash-Shalâh, Pencatat: Shafi Gulpaigani, Ali, jil. 3, hal. 250 dan 251, Ganje Irfân lith-thibâ’ah wa an-Nasyr, Qum, cet. Pertama, 1426 H.
[5]. Amili Kurki (Muhaqqiq Tsani), Ali bin Husain, Jmi’ al-Maqâshid fî Syarh al-Qawâ’id, jil. 2, hal. 96, Muasasah Âli al-Bait As, Qum, cet. Kedua, 1414 H; Fadhil Hindy, Muhammad bin Husain, Kasyf Al-Litsâm wa al-Ibhâm ‘an Qawâ’id al-Ahkâm, jil. 3, hal. 234, Daftar Intisyârâte Islâmî, Qum, cet. Pertama, 1416 H.
[6]. Silahkan lihat indeks-indeks: Istiftâ’ât Hijâb, Pertanyaan 5958; Batasan Hijab Perempuan, Pertanyaan 15582.
[7]. Alamah Hilli, Hasan bin Yusuf, Qawâ’id al-Ahkâm fî Ma’rifah al-Halâl wa al-Harâm, jil. 1, hal. 257, Daftar Intisyârâte Islaâmî, Qum, cet. Pertama, 1413 HQ; Amili (Syahid Awwal), Muhammad bin Maki, Ad-Durûs asy-Syar’iyyah fî Fiqh al-Imâmiyyah, jil. 1, hal. 147, Daftar Intisyârâte Islâmî, Qum, cet. Keduaâ, 1417 HQ; Syaikh Asy-Syari’ah Ishfahani, Fathullah bin Muhammad Jawad, Ahkâm Al-Shalâh, hal. 46, Kitâbkhaneh Imâm Amir al-Mu’minîn Ali As, Qum, cet. Pertama, 1404 HQ.
[8]. Silahkan lihat, indeks-indeks: Hijab dalam Islam, Pertanyaan 431; Tafsir Ayat 30 dan 31 surah An-Nur, Pertanyaan 4020; Bagaimana Menjelaskan tentang Hijab, Pertanyaan 11202.
[9]. Silahkan lihat, Ali Panah Isytihardi, Madârik al-‘Urwah, jil. 12, hal. 476-478, Dar al-Aswah Lithtiba’ah wa al-Nasyr, Teheran, cetakan pertama 1417 Hsy.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar