Please Wait
19730
Syaikh Mufid dalam kitab Awâil al-Maqâlat-nya, membagi manusia menjadi empat bagian berdasarkan keyakinan dan amal-perbuatan mereka:
1. Orang-orang beriman yang bertakwa
2. Para pendosa tanpa iman dan penentang keras kepala
3. Orang-orang beriman yang melakukan dosa besar dan tidak bertobat. Akan tetapi dosa mereka bukan karena penentangan dan keras kepala melainkan karena dorongan hawa nafsunya sehingga ia terpuruk melakukan perbuatan-perbuatan tercela.
4. Orang-orang yang tidak memiliki visi (bashira) dan pengenalan akurat agama (mustad'afhin), baik secara lahir dari kalangan orang beriman atau orang kafir.
Syaikh Mufid dengan memperhatikan sumber-sumber agama yang beliau miliki dan layak dijadikan sandaran, dalam sebuah klasifikasi umum, terkait dengan kelompok pertama dan kedua, beliau sampai pada kesimpulan final dan meyakini bahwa dua kelompok pertama memiliki kehidupan barzakhi (meski yang pertama penuh kenikmatan dan yang kedua sarat dengan azab). Kelompok keempat juga tentu saja tidak memiliki kehidupan barzakhi, akan tetapi beliau tidak mampu sampai pada satu keyakinan final. Oleh itu, beliau menyampaikan beberapa kemungkinan dan dengan ragu menjelaskan bahwa salah satu dari hal yang diragukan ini akan didapatkan oleh kelompok ketiga.
Dalam al-Qur'an terdapat sebuah ayat yang secara tegas menjelaskan bahwa terdapat sebuah terminal antara kematian dan hari Kiamat,yang disebut sebagai alam barzakh.[1] Hal-hal lain juga dapat dijumpai pada kitab samawi ini yang menyebutkan orang-orang yang meninggal dunia dan belum sampai pada hari Kiamat atau mengilustrasikan kondisi mereka dalam ayat-ayat ini[2] dimana dari ayat ini dapat dipahami tentang adanya alam barzakh.
Banyak riwayat yang dapat dijumpai pada sumber-sumber Syiah dan Sunni yang menjelaskan secara detil dan akurat tentang alam tersebut.[3]
Atas dasar ini, inti keberadaan alam barzakh harus dipandang pasti akan tetapi dalam hubungannya dengan hal-hal yang detil tentang makhluk di alam tersebut, ulama, dengan memanfaatkan sumber-sumber agama, mencermati dan menganalisa pelbagai pandangan dalam masalah ini.
Syaikh Mufid, salah seorang ulama besar Syiah abad ke-4 dan 5 Hijriah – dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan teologis seperti kehidupan alam barzakh menyusun kitab Awâil al-Maqâlat dan tentu saja jawaban-jawaban yang dibeberkan dalam kitab tersebut adalah inferensi (istinbâth) dan konklusi Syaikh Mufid atas ayat dan riwayat. Pandangan yang dilontarkannya merupakan pendapat pribadi Syaikh Mufid sendiri dan bukan pendapat seluruh komunitas Syiah.
Dengan pendahuluan ini, kami akan menjawab pertanyaan Anda dan apa yang dinukil dari kitab Tafsir al-Kâsyif, akan kami telusuri langsung dari kitab Awâil al-Maqâlat.[4]
Syaikh Mufid dalam kitab ini dengan menerima secara global tentang alam barzakh, beliau mengkaji kondisi orang-orang di alam barzakh (isthmus). Beliau berkata: Kita dapat mengkaji kondisi orang-orang pasca kematian pada salah satu dari empat kelompok di bawah ini:
Pertama: Mereka yang hidup berada dalam kenikmatan dan berada di sekeliling para imam. Kedua: Mereka yang hidup merasakan penderitaan dan azab (kubur). Terdapat juga kelompok ketiga yang tidak kita ketahui secara pasti nasib mereka dan terkait dengan bagaimana kehidupan mereka kami belum sampai pada tingkat keyakinan dan pada dasarnya kami meragukan apakah mereka menjalani kehidupan barzakhi atau tidak? Dan terakhir kelompok keempat: termasuk orang-orang yang tidak menjalani kehidupan barzakhi dan antara dunia dan akhirat, mereka tidak hidup dan tidak merasakan apa pun. Kemudian Syaikh Mufid mengurai dan menganalisa empat kelompok di atas secara runut sebagai berikut:
1. Orang-orang yang di dunia, memiliki visi (bashira) sempurna dalam mengenal dirinya, menunaikan dengan baik seluruh kewajiban Ilahiah-Nya maka ia akan hidup di alam barzakh dan mencicipi pelbagai kenikmatan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
2. Orang-orang yang di dunia memilih sikap keras kepala terhadap mazhab hak; artinya meski mereka memiliki kemampuan untuk mengenal kebenaran atau bahkan telah mengenalnya, akan tetapi dengan hal ini lantaran pelbagai kenikmatan material dan duniawi, bangkit menentangnya dan secara berketerusan terjerembab dalam kubangan dosa dan maksiat. Orang-orang seperti ini juga pasca kematian dan akan merasakan penderitaan dan siksaan kubur di alam barzakh.
3. Ada juga orang-orang yang meyakini agama yang benar namun demikian ia tetap melakukan dosa-dosa besar. Namun perbuatan dosa-dosa besar yang dilakukan bukan karena keras kepala dan menentang atau memandang halal dan boleh perbuatan-perbuatan dosa tersebut. Hal itu dilakukan karena syahwat dan dorongan hawa nafsu. Apabila orang-orang seperti ini tidak bertaubat sebelum datangnya kematian bagaimanakah nasib mereka kelak di alam barzakh? Syaikh Mufid dalam menjawab pertanyaan ini berkata bahwa kondisi orang-orang seperti ini tidak jelas bagi kita. Dan kita sangsi perlakuan apa yang akan Tuhan berikan kepada mereka atau:
3.1. Mereka ditahan di alam barzakh dan akan mendapatkan azab, sehingga dengan azab ini, mereka mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatan buruk mereka. Dan mengingat bahwa mereka memikul hukuman-hukuman di alam kubur dan barzakh maka setelah itu mereka akan suci dari azab neraka dan akan menuju surga.
3.2. Atau orang-orang ini tidak memiliki kehidupan barzakhi dan perhitungan catatan amal perbuatan mereka ditangguhkan hingga hari kiamat dan Allah Swt berdasarkan kehendak dan ketentuan-Nya, sebagian dari mereka yang dipandang layak untuk mendapatkan azab akan dikirim ke neraka. Dan kelompok lainnya mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya serta dibebaskan dari hukuman.
Pada akhirnya, Syaikh Mufid menyimpulkan bahwa kita, dengan memperhatikan ayat dan riwayat yang ada di hadapan kita, tidak dapat mengetahui dengan akurat kondisi mereka. Dan nampaknya Tuhan ingin menyembunyikan persoalan tersebut dari kita.
4. Dua kelompok lainnya yang termasuk orang-orang yang secara lahir beriman dan sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang agama dan juga orang-orang yang tidak beriman dimana kekufuran mereka bukan karena sikap keras kepala dan penentangan, melainkan tidak tersedia ruang budaya, pengetahuan, pengenalan agama bagi mereka. Dengan kata lain, mereka lalui hidupnya dalam kelemahan kebudayaan. Menurut Syaikh Mufid kedua kelompok ini tidak memiliki kehidupan barzakhi dan sama sekali tidak hidup dan tidak merasakan apa-apa di antara kematian mereka hingga hari kiamat.
Untuk mendapatkan ringkasan dari apa yang diyakini oleh Syaikh Mufid, silahkan Anda kembali menelaah jawaban global di atas dan dalam pada itu, kami katakan kepada Anda bahwa klasifikasi yang disebutkan di atas adalah inferensi personal Syaikh Mufid dan boleh jadi, ulama Syiah lainnya, memiliki inferensi lain dari ayat dan riwayat dan secara natural menjelaskan pendapat-pendapat ijtihadi mereka masing-masing. Demikian juga, dalam hubungannya dengan kehidupan antara (terminal) atau alam barzakh; Anda dapat merujuk pada pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terdapat pada site ini.[5] []
.
[1]. "Dan di hadapan mereka terdapat alam Barzakh sampai hari mereka dibangkitkan." (Qs. Al-Mukminun [23]:100)
[2]. "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman." (Qs. Ali Imran [3]:169-171); (Akhirnya mereka membunuhnya dan) dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Ia berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, . apa yang menyebabkan Tuhan-ku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.” (Qs. Yasin [36]:26-27)
[3]. Sebagai contoh, Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 202 dan seterusnya, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 Q; Qurthubi, al-Jâmi' li Ahkâm al-Qur'ân, jil. 13, hal. 150, Intisyarat-e Nashir Khusru, Teheran, 1364 S.
[4]. Syaikh Mufid, Awâil al-Maqâlat, hal. 75-76, Konferensi Syaikh Mufid, Qum, 1413 H.
[5]. Di antaranya adalah pertanyaan-pertanyaan 3891 (Site: 4160), 3813 (Site: 4283), 4905 (site: 5684)