Please Wait
Hits
7260
7260
Tanggal Dimuat:
2017/06/14
Ringkasan Pertanyaan
Apakah dalam al-Quran akhir kehidupan manusia di dunia itu diumpamakan sebagai tumbuh-tumbuhan kering yang diterbangkan oleh angin?
Pertanyaan
Tolong jelaskan penafsiran surah al-Kahf ayat 45?
Jawaban Global
Allah Swt pada ayat 45 surah al-Kahf, berfirman kepada Nabi Muhammad Saw untuk memberi permisalan tentang kehidupan dunia yang membuat orang-orang musyrik yang bersikap sombong dengan harta dan kekayaan materi; mereka adalah orang-orang mengakar kecintaan terhadap dunia dalam hatinya dan mengira bahwa nikmat-nikmat dunia itu bersifat langgeng dan selamanya:
«وَ اضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَیاةِ الدُّنْیا کَماءٍ أَنْزَلْناهُ مِنَ السَّماءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَباتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشیماً تَذْرُوهُ الرِّیاحُ وَ کانَ اللَّهُ عَلى کُلِّ شَیْءٍ مُقْتَدِراً».
“(Hai Muhammad), berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuh-tumbuhan di muka bumi menjadi subur karenanya, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Hasyim derivatnya dari klausul ha-sy-m yang bermakna patahnya segala sesuatu yang bersifat lemah dan tidak langgeng; seperti pepohonan,[1] atau patahnya segala sesuatu yang kering dan kosong isinya.[2]
“Dzaru” (akar kata tadzruhu) bermakna terpisah dan tercerai berai.[3]
Ayat-ayat sebelumnya berbicara tentang anugerah-anugerah Ilahi yang tidak langgeng. Namun mengingat bahwa mencerap realitas ini untuk orang-orang yang tenggelam dalam kehidupan duniawi tentu tidak terlalu mudah. Al-Quran dalam ayat ini memvisualisasikan adegan ini dengan baik dalam sebuah permisalan yang dinamis dan progressif, hingga manusia-manusia yang lalai dan sombong, dengan menyaksikan contoh ini – yang berulang kali terjadi dalam kehidupan manusia, dapat terbangun dari lalai dan sikap sombongnya.
Pada hakikatnya kehidupan dunia seperti ini adanya. Pada permulaan, indah dan menawan, rintik-rintik hujan yang memberi kehidupan pada gunung dan gurun, pada tunas-tunas yang terpendam dan siap tumbuh di atas sebuah padang, memperoleh kehidupan dengan curahannya dan siap memulai perjalanannya menuju kesempurnaan. Sekam yang kuat dan biji yang kokoh akan menjadi lemah di hadapan kelembutan air hujan, dan kelembutan air hujan itu mempersilahkan pada tunas tumbuhan untuk tumbuh dan kemudian pada akhirnya tunas itu melahirkan tumbuhan di atas tanah. Setelah itu, tumbuhan itu terpaan sinar matahari, memperoleh hembusan semilir angin, tersuplai dengan bahan-bahan makanan bumi, rangkaian berbagai faktor natural ini membantu dan memberikan kekuatan pada tunas baru ini untuk dapat tumbuh dan berkembang, sedemikian sehingga setelah beberapa lama tumbuhan itu kemudian jatuh dan berguguran. Gunung dan gurun memberikan gerakan dan kehidupan sehingga dari tumbuhan itu bunga-bunga bersemi dan buah-buah berbuah yang memberikan keindahan pada ranting-rantingnya, namun tidak lama berselang tatkala angin berhembus kencang dan menerpa tumbuh-tumbuhan tersebut; udara kemudian menjadi dingin, air-air semakin sedikit dan adegan yang memilukan ini yang menimpa bunga, buah, ranting, dedaunan yang berguguran dan berjatuhan sana-sini bahkan hanya dengan sedikit hembusan angin.
Kisah kehidupan manusia juga demikian adanya. Setelah berlalunya waktu dan berakhirnya masa mudah, manusia akan lemah dan lelah, keceriaan dan kesegaran telah hilang darinya dan tidak lama berselang akan tunduk kepada kematian dan setelah kematian badannya akan binasa. Yang tersisa hanyalah tulang-belulangnya dan tulang belulang itu juga akan terpotong-potong dimana apabila terterpa angin, maka nasibnya tidak akan banyak bedanya dengan dedaunan yang rontok dan dibawa angin ke sana dan kemari.
Karena itu, seorang yang berakal adalah seseorang yang tidak bersikap congkak atas kehidupan dunia yang dimilikinya dan tidak menambatkan hati kepada dunia. Ia hanya berharap kepada Allah Swt dan amal kebajikan serta ganjaran Ilahi di dunia yang lain dan mengetahui bahwa Allah Swt Mahakuasa atas segala sesuatu akan memberikan ganjaran baik kepadanya dan kehidupan abadi nan indah.[4]
Di samping ayat ini, penyerupaan kehidupan dunia yang serba berubah dengan tumbuhan kering dan kerontang juga disebutkan pada ayat-ayat lainnya dalam al-Quran.[5] [iQuest]
Hasyim derivatnya dari klausul ha-sy-m yang bermakna patahnya segala sesuatu yang bersifat lemah dan tidak langgeng; seperti pepohonan,[1] atau patahnya segala sesuatu yang kering dan kosong isinya.[2]
“Dzaru” (akar kata tadzruhu) bermakna terpisah dan tercerai berai.[3]
Ayat-ayat sebelumnya berbicara tentang anugerah-anugerah Ilahi yang tidak langgeng. Namun mengingat bahwa mencerap realitas ini untuk orang-orang yang tenggelam dalam kehidupan duniawi tentu tidak terlalu mudah. Al-Quran dalam ayat ini memvisualisasikan adegan ini dengan baik dalam sebuah permisalan yang dinamis dan progressif, hingga manusia-manusia yang lalai dan sombong, dengan menyaksikan contoh ini – yang berulang kali terjadi dalam kehidupan manusia, dapat terbangun dari lalai dan sikap sombongnya.
Pada hakikatnya kehidupan dunia seperti ini adanya. Pada permulaan, indah dan menawan, rintik-rintik hujan yang memberi kehidupan pada gunung dan gurun, pada tunas-tunas yang terpendam dan siap tumbuh di atas sebuah padang, memperoleh kehidupan dengan curahannya dan siap memulai perjalanannya menuju kesempurnaan. Sekam yang kuat dan biji yang kokoh akan menjadi lemah di hadapan kelembutan air hujan, dan kelembutan air hujan itu mempersilahkan pada tunas tumbuhan untuk tumbuh dan kemudian pada akhirnya tunas itu melahirkan tumbuhan di atas tanah. Setelah itu, tumbuhan itu terpaan sinar matahari, memperoleh hembusan semilir angin, tersuplai dengan bahan-bahan makanan bumi, rangkaian berbagai faktor natural ini membantu dan memberikan kekuatan pada tunas baru ini untuk dapat tumbuh dan berkembang, sedemikian sehingga setelah beberapa lama tumbuhan itu kemudian jatuh dan berguguran. Gunung dan gurun memberikan gerakan dan kehidupan sehingga dari tumbuhan itu bunga-bunga bersemi dan buah-buah berbuah yang memberikan keindahan pada ranting-rantingnya, namun tidak lama berselang tatkala angin berhembus kencang dan menerpa tumbuh-tumbuhan tersebut; udara kemudian menjadi dingin, air-air semakin sedikit dan adegan yang memilukan ini yang menimpa bunga, buah, ranting, dedaunan yang berguguran dan berjatuhan sana-sini bahkan hanya dengan sedikit hembusan angin.
Kisah kehidupan manusia juga demikian adanya. Setelah berlalunya waktu dan berakhirnya masa mudah, manusia akan lemah dan lelah, keceriaan dan kesegaran telah hilang darinya dan tidak lama berselang akan tunduk kepada kematian dan setelah kematian badannya akan binasa. Yang tersisa hanyalah tulang-belulangnya dan tulang belulang itu juga akan terpotong-potong dimana apabila terterpa angin, maka nasibnya tidak akan banyak bedanya dengan dedaunan yang rontok dan dibawa angin ke sana dan kemari.
Karena itu, seorang yang berakal adalah seseorang yang tidak bersikap congkak atas kehidupan dunia yang dimilikinya dan tidak menambatkan hati kepada dunia. Ia hanya berharap kepada Allah Swt dan amal kebajikan serta ganjaran Ilahi di dunia yang lain dan mengetahui bahwa Allah Swt Mahakuasa atas segala sesuatu akan memberikan ganjaran baik kepadanya dan kehidupan abadi nan indah.[4]
Di samping ayat ini, penyerupaan kehidupan dunia yang serba berubah dengan tumbuhan kering dan kerontang juga disebutkan pada ayat-ayat lainnya dalam al-Quran.[5] [iQuest]
[1] Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad, al-Mufradāt fi Gharib al-Qur’ān, Riset oleh Daudi, Shafwan Adnan, hlm. 842, Damaskus, Beirut, Dar al-Qalam, Dar al-Syamiyah, cet. 1, 1412 H.
[2] Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukarram, Lisān al-‘Arab, jld. 12, hlm. 611, Beirut Dar Shadir, Cet. 3, 1414 H.
[3] Ibid, jld. 14, hlm. 282.
[4] Silahkan lihat, Makarim Syirazi, Nasir, Tafsir Nemuneh, jld. 12, hlm. 444-445, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cet. 1, hlm. 1374 S; Ja’fari, Ya’qub, Kautsari, jld. 6, hlm. 414, Qum, Hijrat, Cet. 1, 1376 S.
[5] Ibid, Yunus: 24; Al-Hadid:20.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar