Please Wait
Hits
10763
10763
Tanggal Dimuat:
2015/07/23
Ringkasan Pertanyaan
Apakah hakikat sunatullah?
Pertanyaan
Apakah hakikat sunatullah?
Jawaban Global
Sunah secara leksikal adalah jalan, thariqat dan aturan. Sunah berasal dari kata dasar sanna, yasunnu[1] sunnah yaitu aturan yang dibuat.[2] Bentuk pluralnya adalah sunnan. Oleh itu, definisi secara leksikal sunatullah atau sunah Ilahi adalah jalan, cara Tuhan dan aturan-Nya.
Sunah Ilahi secara tekhnikal adalah cara Tuhan dalam mengatur alam semesta dan makhluk-makluk-Nya.
Beberapa sunah Ilahi:
Sunah Ilahi secara tekhnikal adalah cara Tuhan dalam mengatur alam semesta dan makhluk-makluk-Nya.
Beberapa sunah Ilahi:
- Diutusnya para Nabi:
Allah Swt berfirman:
«وَ ما کانَ رَبُّکَ مُهْلِکَ الْقُرى حَتَّى یَبْعَثَ فِی أُمِّها رَسُولًا»
“Dan tidaklah Tuhan-mu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka.” (Qs. al-Qashash [28]:59)
Pada ayat ini, dijelaskan sunat Ilahi dalam adzab fura (kota-kota) dan punahnya penduduk negeri itu. Adzab Ilahi tidak pernah berasal dari Tuhan kecuali setelah Tuhan menyempurnakan hujah (itmam hujah) bagi umatnya yaitu diutusnya Nabi ke tengah-tengah mereka sehingga akan membacakan ayat-ayat Tuhan bagi kaumnya dan setelah mereka mendustakan Nabi dan kafir terhadap ayat-ayat Tuhan.[3]
Pada ayat ini, dijelaskan sunat Ilahi dalam adzab fura (kota-kota) dan punahnya penduduk negeri itu. Adzab Ilahi tidak pernah berasal dari Tuhan kecuali setelah Tuhan menyempurnakan hujah (itmam hujah) bagi umatnya yaitu diutusnya Nabi ke tengah-tengah mereka sehingga akan membacakan ayat-ayat Tuhan bagi kaumnya dan setelah mereka mendustakan Nabi dan kafir terhadap ayat-ayat Tuhan.[3]
- Ujian hamba-hamba-Nya:
Sunah ujian dengan kesulitan dan pelimpahan nikmat adalah dua sunah Ilahi untuk menguji manusia.[4]
- Pemberian rezeki kepada manusia
Pemberian rezeki kepada manusia adalah salah satu sunah Ilahi. Al-Quran terkait dengan hal ini menjelaskan:
«وَ لَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبادِهِ لَبَغَوْا فِی الْأَرْضِ وَ لکِنْ یُنَزِّلُ بِقَدَرٍ ما یَشاءُ إِنَّهُ بِعِبادِهِ خَبیرٌ بَصیر»
“Setiap kali Tuhan melapangkan rezeki bagi hamba-hamba-Nya maka ia akan berbuat zalim. Oleh itu, Tuhan memberi sesuatu (berdasarkan maslahat) kepada hamba-Nya karena Tuhan maha mengetahui dan pandai.” (Qs Al-Syura: 27) [5]
- Binasa dan kepunahan orang-orang zalim
«وَ کَمْ قَصَمْنا مِنْ قَرْیَةٍ کانَتْ ظالِمَةً وَ أَنْشَأْنا بَعْدَها قَوْماً آخَرینَ»
“Dan berapa banyak (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami ciptakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai pengganti mereka).” (Qs al-Anbiya [21]:11)
“Kam” adalah bahwa siapa saja yang melanggar aturan Ilahi, maka ia akan kalah. “Qashamna” qasham berarti kekalahan yang amat sangat.[6]
“Kam” adalah bahwa siapa saja yang melanggar aturan Ilahi, maka ia akan kalah. “Qashamna” qasham berarti kekalahan yang amat sangat.[6]
- Hidayah manusia kepada tauhid, penghambaan dan sampainya mereka kepada kebahagiaan bagi orang-orang yang taat dan kesengsaraan bagi orang-orang menyimpang. Allah menurunkan al-Quran dan menggunakannya sebagai sarana bagi hidayah manusia sehingga manusia akan mantap dan kuat keimanannya. Hal ini terjadi berdasarkan sunah Ilahi karena sunah Ilahi akan mengarahkan manusia ke tauhid dan kehambaan demi meraih kebahagiaan orang-orang yang taat terhadap aturan-Nya dan kesengsaraan bagi orang-orang yang menyimpang dalam sepanjang kehidupannya.[7]
- Pernikahan: pernikahan merupakan salah satu sunah Ilahi.[8] [iQuest]
[1] Jubran, Mas'ud, Al-Raid, Farhang Arabi-Fārsi, penj. Inzayi Nejad, Ridha, jil. 1, hal. 981, Astan Quds Radhawi, Masyhad, 1372-1373.
[2] Sayah, Ahmad, Lughat Nāmeh yā Farhang Buzurg Jāmi’ Nuyan, terj. Al-Munjid. jil. 1, hal. 893.
[3] Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, penj. Musawi Hamedani Muhammad Baqir, jil. 16, hal. 8, Qum, Daftar Intisyarat Islami, Cet. 5, 1374.
[4] Ibid, jil. 8, hal. 252.
[5] Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān (terj), jil. 18, hal. 81.
[6] Qaraati, Muhsin, Tafsir Nur, jil. 7, hal. 432, Tehran, Markaz Farhanggi Darshai az Quran, Cet. 11, 1383; Thabathabai, Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān (terj), jil. 13, hal. 464.
[7] Ibid,hal. 77.
[8] Makarim Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, jil. 14, hal. 463, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Cet. 1, hal. 1374.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar