Advanced Search
Hits
10219
Tanggal Dimuat: 2011/02/24
Ringkasan Pertanyaan
Apakah pernikahan temporal memiliki syarat-syarat khusus dan diperuntukkan bagi sebagian orang tertentu?
Pertanyaan
Apakah pernikahan temporal memiliki syarat-syarat khusus dan diperuntukkan bagi sebagian orang tertentu?
Jawaban Global

Pernikahan temporer (mut’ah) adalah sebuah pernikahan yang terjalin di antara seorang pria dan wanita yang tidak memiliki halangan sama sekali untuk menikah dan dilangsungkan berdasarkan keridhaan kedua belah pihak, disertai mahar yang ditentukan hingga waktu tertentu. Nikah seperti ini tidak memiliki talak. Seiring dengan berakhirnya masa waktu nikah maka secara otomatis pasangan suami dan istri akan berpisah.[1]

Dalam pandangan Islam, keabsahan pernikahan permanen dan temporal memiliki syarat-syarat. Namun terkait dengan pernikahan temporal (mut’ah) terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagaimana berikut ini:

1.     Membaca formula akad (semata-mata rela dan ridha di antara kedua belah pihak, pria dan wanita tidak memadai melainkan harus disertai dengan ekspresi lafaz khusus).

2.     Sesuai dengan ihtiyâth wâjib, formula akad harus disampaikan dalam bahasa Arab yang benar. Dan apabila pria dan wanita tidak dapat membaca akad dalam bahasa Arab dengan benar maka keduanya dapat (dibolehkan) membaca akad dengan bahasa mana pun dan tidak diwajibkan bagi mereka untuk mengambil wakil akan tetapi sedemikian ia berkata-kata sehingga makna “zawwajtu” (aku nikahkan) dan “qabiltu” (aku terima) dapat dipahami dengan benar.

3.     Apabila wanita dan pria ingin membaca akad temporal (non-permanen), setelah menentukan masa dan mahar, dimana apabila wanita berkata, “Zawwajutka nafsi fi al-muddat al-ma’lumah ‘ala al-mahr al-ma’lum” (Aku nikahkan diriku dengan masa dan mahar yang telah ditentukan) dan setelah itu (segera) pria berkata, “Qabiltu” (Aku terima) maka pernikahan keduanya sah. Atau wakil pihak wanita berkata kepada wakil pihak pria, “Matta’tu muwakkilati muwakkilaka fi al-muddat al-ma’lumah a’la al-mahr al-ma’lum” (Aku mewakili [pihak wanita] melangsungkan nikah mut’ah dengan muwakkil Anda [pihak pria] dengan masa dan mahar yang telah ditentukan.” Dan wakil pria segera berkata, “Qabiltu limuwakkili hakadza” (Kuterima untuk wakilku demikian) dan pernikahan keduanya sah secara hukum.

4.     Menentukan dan menyebutkan mahar tatkala membacakan akad.

5.     Pria dan wanita atau wakil mereka tatkala membaca akad maka mereka harus menyatakannya dengan maksud imperatif (insyâ). Artinya apabila pria dan wanita sendiri yang membaca akad, pihak wanita dengan membaca “zawwajtuka nafsi” (aku nikahkan diriku) maka maksudnya adalah ia telah menjadikan dirinya sebagai istri baginya dan pria membaca “qabiltu al-tazwij” (aku terima nikahnya) maka maksudnya adalah ia menerima wanita tersebut sebagai istri baginya.

6.     Orang yang melangsungkan akad (yang menikah) itu harus berakal dan berusia baligh.

7.     Apabila wakil wanita dan pria ata wali mereka membaca akad maka mereka harus menentukan istri dan suaminya dalam akad.

8.     Anak putri yang telah mencapai usia baligh dan rasyidah yaitu telah mampu mengidentifikasi kemaslahatannya apabila ia ingin bersuami. Jika ia seorang perawan maka ia harus meminta izin dari orang tuanya atau dari kakeknya (dari pihak ayah). Namun apabila ia tidak lagi perawan dan keperawanannya hilang lantaran pernikahan (sebelumnya) maka ia tidak lagi memerlukan izin dari ayah atau kakeknya (dari pihak ayah).

9.     Wanita dalam proses berlangsungnya akad temporer (mut’ah), ia tidak terikat akad permanen (daim) atau temporer (mut’ah) dengan orang lain (bukan istri orang lain) dan juga tidak berada dalam masa iddah akad permanen atau temporer orang lain.

10.  Pria dan wanita harus ridha dan rela atas pernikahan dan bukan karena terpaksa (atau dipaksa) sehingga keduanya menikah.[2]

11.  Demikian juga wanita tatkala ingin melangsungkan akad dengan seorang pria, (hal itu dapat dilakukan) apabila ia telah melangsungkan akad lainnya dan telah mendapatkan talak atau masa akad mut’ahnya telah habis maka masa iddah juga telah ia lalui (iddahnya sudah habis).

12.  Syarat lainnya adalah bahwa wanita yang telah menikah dan terikat dengan akad lainnya tidak melakukan zina dengan seorang pria yang ia niatkan untuk menikah dengannya; karena apabila seorang pria berzina dengan seorang wanita yang telah menikah maka wanita itu haram bagi pria tersebut untuk selamanya.[3]

 

Apa yang dikutip di atas adalah berdasar pada fatwa-fatwa Imam Khomeini Ra dan telah dikemukakan secara global terkait dengan syarat-syarat pernikahan mut’ah. Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk merujuk pada kitab-kitab fikih dan Taudhih al-Masâil.[4] Dan apabila Anda tidak bertaklid kepada beliau kami persilahkan Anda menyebutkan marja taklid Anda dan melayangkan surat kembali kepada kami.[5]

Dengan mencermati syarat-syarat pernikahan temporal (mut’ah) sebagaimana yang disebutkan di atas dan dengan merujuk pada beberapa indeks yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan temporal diperbolehkan bagi siapa saja yang memenuhi syarat-syaratnya. [IQuest]

 

Indeks-indeks Terkait:

1.     Syarat-syarat Pernikahan dengan Wanita-wanita dari Kalangan Ahlulkitab, Pertanyaan No. 1209.

2.     Sebab Dibolehkannya Pernikahan Temporal Bagi Pria Beristri Tanpa Izin Istri, Pertanyaan No. 709.


[1]. Diadaptasi dari Jawaban Global Pertanyaan 844 (Site: 915) (Bolehnya Melangsungkan Pernikahan Temporal).  

[2]. Taudhi al-Masâil Marâji’, jil. 2, 449-460; Tahrir al-Wasilah, jil. 2, hal. 701-707 dan juga hal. 734-736.  

[3]. Diadaptasi dari Pertanyaan 961 (Site: 1099) (Pernikahan Kembali Pasca Pernikahan Temporal)

[4]. Ibid.  

[5]. Diadaptasi dari Pertanyaan 574 (Pernikahan Temporal [Mut’ah] dan Syarat-syaratnya) 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...