Advanced Search
Hits
29697
Tanggal Dimuat: 2010/07/21
Ringkasan Pertanyaan
Apakah Umar Menghukum Abu Hurairah karena merekayasa hadis?
Pertanyaan
Saya mendengar bahwa Umar menghukum dan menghajar Abu Hurairah perawi Sunni lantaran merekayasa hadis. Apakah hal ini benar adanya? Apabila memungkinkan tolong Anda sebutkan literatur dan referensinya supaya kami mudah merujuknya.
Jawaban Global

Bukhari, Muslim, Dzahabi, Imam Abu Ja’far Iskafi, Muttaqi Hindi dan yang lainnya menukil bahwa Khalifah Kedua Umar bin Khattab mencemeti Abu Hurairah karena menyandarkan beberapa riwayat yang tak berdasar kepada Rasulullah Saw dan melarang keras Abu Hurairah untuk tidak meriwayatkan hadis hingga akhir pemerintahannya.

Sebab-sebab kecurigaan Umar terhadap Abu Hurairah dapat ditelusuri melalui beberapa faktor berikut ini:

Pertama, pertemanannya dengan Ka’ab al-Ahbar Yahudi dan nukilan riwayat Abu Hurairah darinya.

Kedua, menukil sebagian riwayat tanpa dasar yang umumnya senada dengan hadis-hadis Israiliyyat bahkan tergolong hadis-hadis Israiliyyat.

Ketiga, menukil sebagian riwayat yang bertentangan dengan beberapa riwayat yang dinukil dari para sahabat

Keempat, penentangan para sahabat seperti Ali bin Abi Thalib As dan Abu Bakar terhadap Abu Hurairah.

Jawaban Detil

Kita tidak banyak memiliki literatur dan referensi terkait dengan kehidupan Abu Hurairah sebelum Islam kecuali apa yang sendiri ia nukil. Dari biografi tersebut disebutkan bahwa Abu Hurairah semenjak kecil bermain dengan seekor kucing kecil. Abu Huraira adalah seorang anak yatim dan miskin sehingga untuk menghindar dari kelaparan ia bekerja pada masyarakat.

Dainawari dalam kitab “Al-Ma’ârif” menyebutkan bahwa Abu Hurairah berasal dari suku Dus di Yaman, hidup sebagai seorang yatim dan anak miskin yang berhijrah. Pada usia tiga puluh tahun, ia datang ke Madinah dan lantaran kemiskinannya ia memilih jalan ahli Suffah yang merupakan tempat kaum Muhajirin fakir berkumpul.[1]

Abu Hurairah sendiri secara tegas mengungkapkan alasannya memeluk Islam dan beriman kepada Rasulullah Saw adalah untuk mengenyangkan perutnya yang kosong dan untuk lari dari kemiskinan bukan untuk keperluan lainnya.[2]

Ia sendiri berkata bahwa saya senantiasa ingin mengisi perut saya sedemikian sehingga sebagian sahabat lantaran karena makanan aku pergi ke rumahnya mereka semuanya kabur dariku, tapi ada seseorang yang bernama Ja’far bin Abi Thalib lantaran keramahannya dan sikapnya yang memuliakan tamu ia adalah orang kedua paling ramah setelah Rasulullah Saw dalam pandangan Abu Hurairah. Ia bercerita epik dan heroik tentang Ja’far bin Abi Thalib.[3]

Tsa’labi dalam kitab Tsimâr al-Qulûb berkata bahwa Abu Huraira menyantap makanan dengan Muawiyah dan mengerjakan shalat di belakang Ali bin Abi Thalib. Abu Huraira sendiri berkata terkait dengan perbuatannnya bahwa bubur Muawiyah lebih lezat dan berlemak namun shalat di belakang Ali lebih utama.[4]

Adapun terkait dengan bahwa apakah Khalifah Kedua mencambuk Abu Huraira karena telah banyak merekayasa hadis dan karena itu ia melarang Abu Huraira untuk tidak menukil hadis? Untuk menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa persoalan ini merupakan konsensus (kesepakatan) bahwa Abu Huraira meski hanya satu tahun sembilan bulan bersama Rasulullah Saw namun ia melebih sahabat lainnya dalam menukil hadis.[5]

Ibnu Hazm mencatat grafik hadis-hadis yang dinukil Abu Huraira dan menulis, “Musnad Buqayy bin Mukhallid menukil 5374 hadis hanya dari Abu Huraira dan Bukhari menukil 446 hadis.”[6]

Abu Huraira sendiri sebagaimana yang dinukil Bukhari berkata, “Tidak satu pun sahabat Rasulullah Saw yang seukuran aku dalam menukil hadis dari Rasulullah kecuali Abdullah bin Umar yang menulis hadis-hadis namun aku tidak menulisnya.”[7]

Banyaknya hadis yang dinukil Abu Huraira telah membuat Umar bin Khattab takut sehingga ia mencambuknya atas alasan ini dan berkata kepadanya, Wahai Abu Huraira! Engkau banyak menukil riwayat. Aku takut engkau akan menyandarkan dusta kepada Rasulullah Saw. Kemudian Umar mengancam Abu Hurairah bahwa apabila ia tidak meninggalkan periwayatan dari Rasulullah maka ia akan mengansingkannya ke negerinya.[8] Atas dasar itu, riwayat yang dinukil Abu Hurairah kebanyakan pasca wafatnya Umar bin Khattab lantaran tiada yang ditakutinya selain Umar.[9] Ia melanjutkan, “Aku menukil hadis-hadis untuk kalian yang apabila aku nukil pada masa Umar tentu ia akan mencambukku.”[10]

Zuhri menukil dari Ibnu Salma yang mendengar Abu Hurairah yang berkata, “Aku tidak dapat berkata Rasulullah Saw bersabda (menukil hadis dari Rasulullah) demikian hingga Umar wafat. Apakah kami dapat menukil hadis-hadis ini selagi Umar masih hidup? Demi Allah sekarang ini aku takut atas janji-janji Umar yang ingin mencabuk bokongku.[11]

Untuk menjustifikasi seluruh riwayat yang ia nukil dari Rasulullah Saw itu tetap memiliki standar, Abu Hurairah membuat sebuah kaidah, “Sepanjang sebuah riwayat tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal maka tidak ada masalah menyandarkan riwayat tersebut kepada Rasulullah Saw.” Dengan standar yang dibuatnya, hadis-hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw itu diberi corak syar’i di antaranya sebuah hadis yang dinukil Thabarani dari Abu Hurairah dari Rasulullah Saw: “Sepanjang engkau tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dan engkau telah sampai kepada kebenaran maka tidak ada masalah engkau menyandarkan (sebuah riwayat) kepadaku.” Demikian juga disebutkan bahwa dari Rasulullah Saw terdengar bahwa beliau bersabda: “Barang siapa yang meriwayatkan sebuah hadis yang mengandung keridhaan Tuhan di dalamnya maka sesungguhnya aku berkata demikian meski (sebenarnya) aku tidak berkata demikian.”[12]

Padahal apa yang pasti dari Rasulullah Saw adalah sabdanya, “Barang siapa yang menukil hadis dariku yang aku tidak katakan maka tempatnya adalah neraka jahannam.”[13]

Lantaran Umar melihat Abu Hurairah banyak menukil hadis, ia menandaskan untuk senantiasa memperdengarkan hadis ini kepadanya.”[14]

 

Abu Hurairah dan Tadlis

Tadlis artinya Anda bertemu dengan seseorang dan menukil sebuah kisah yang tidak Anda dengar darinya atau semasa dengannya Anda mengutip sebuah persoalan yang tidak ia sebutkan dan dalam menukil persoalan tersebut sedemikian Anda tunjukkan seolah Anda mendengar darinya dan ia seolah mengatakan hal ini.[15] Jelas bahwa seluruh jenis tadlis adalah tercela dan haram serta dipandang sebagai saudara dengan dusta.[16]

Para ahli hadis berkata bahwa apabila telah ditetapkan seseorang menukil sebuah riwayat dengan tadlis maka tiada satu riwayat pun yang harus diterima dari orang tersebut meski kita tahu bahwa ia hanya sekali melakukan tadlis.[17] Dainawari dan Ibnu Katsir menukil dari Ibnu Sa’ad yang berkata, “Takutlah kepada Allah dan janganlah menukil hadis. Demi Allah! Aku berada di samping Abu Hurairah yang menukil hadis dari Rasulullah Saw dan riwayat dari Ka’ab Ahbar. Kemudian sebagian orang yang bersama dengan kami berkata hadis Rasulullah Saw kami sandarkan kepada Ka’ab dan hadis Ka’ab itu kami sandarkan kepada Rasulullah Saw.”[18]

Para ahli hadis bersepakat bahwa Abu Hurairah, Ubaidillah, Mu’awiyah dan Anas menukil riwayat dari Ka’ab al-Ahbar Yahudi. Ka’ab al-Ahbar yang secara lahir menampakkan Islam untuk mengecoh kaum Muslimin akan tetapi batinnya adalah Yahudi. Dan di antara mereka keempat orang tersebut, Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menukil hadis dari Ka’ab al-Ahbar dan mempercayainya melebihi yang lain.[19] Tindakan licik Ka’ab atas Abu Hurairah dilakukan sehingga ia dapat memasukkan khurafat dan takhayul apa pun ke dalam agama Islam. Dari sela-sela ucapan yang disampaikan ihwal Ka’ab menjadi jelas bahwa Ka’ab memiliki cara khusus, Dzahabi dalam Thabaqât al-Huffâzh menulis ihwal Abu Hurairah: “Ka’ab berkata tentang Abu Hurairah, aku tidak melihat seorang pun yang tidak membaca Taurat lebih alim dari Abu Hurairah.”[20] Coba Anda perhatikan pendeta ini menipu Abu Hurairah, bagaimana Abu Hurairah dapat memahami apa yang terdapat dalam Taurat padahal ia tidak mengenal Taurat. Apabila ia mengenalnya maka ia tidak akan mampu membacanya karena Taurat ditulis dalam bahasa Ibrani dan Abu Hurairah bahkan tidak mengenal bahasa Arab (dengan baik) karena ia bukanlah seorang terpelajar.[21]

Bukhari menukil dari Abu Hurairah bahwa Ahli Kitab membaca Taurat dalam bahasa Ibrani dan menafsirkannya untuk kaum Muslimin dalam bahasa Arab. Dan apabila saya mengetahui bahasa Ibrani maka aku pun akan menjadi penafsirnya.[22]

Dainawari menulis tentang Abu Hurairah: “Karena Abu Hurairah menukil banyak riwayat yang tidak satu pun dinukil dari orang-orang dekatnya atau para pembesar dari kalangan sahabat mereka menudingnya dan mengingkari riwayat-riwayat yang dinukilnya dan berkata bagaimana mungkin hanya ia yang mendengar hadis-hadis ini dari Rasulullah Saw sementara ia sekali-kali tidak pernah berdua-duaan dengan Rasulullah Saw.”[23]

Dainawari berkata, “Aisyah mengingkarinya dengan sengit[24] dan termasuk orang yang menuding Abu Hurairah sebagai pendusta demikian juga Umar, Utsman, Ali dan selain mereka.

Abu Hurairah menukil dari Rasulullah Saw, “Meramal buruk dibenarkan pada wanita, hewan dan rumah.” Tatkala hadis ini dinukil untuk Aisyah, ia berkata, “Demi Yang menurunkan al-Qur’an kepada Abul Qasim! Siapa pun yang menyandarkan hadis ini kepada Rasulullah Saw maka sesungguhnya ia telah berkata dusta; sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang jahil berkata, ramalan buruk terdapat pada hewan, wanita dan rumah.”

Ali As bersabda, “Abu Hurairah adalah orang paling pendusta.” Dan di tempat lain berkata, “Orang yang paling pendusta atas Rasulullah Saw adalah Abu Hurairah.” Suatu hari Abu Hurairah berkata, “Haddatsani khalili (kekasihku berkata kepadaku).” Baginda Ali segera menimpali dalam menjawab ucapannya: “Mata kana al-Nabi Khaliluk.” (Sejak kapan Nabi menjadi kekasihmu).”[25]

Abu Ja’far Iskafi menukil,  “Muawiyah memprovokasi sebagian sahabat dan thabi’in sehingga mereka merekayasa hadis-hadis keji melawan Ali As. Sebagian sahabat ini adalah Abu Hurairah, Amru bin Ash, Mughairah bin Syu’bah dan dari kalangan Thabi’in Urwah bin Zubair.”[26] [IQuest]

Dalam hal ini terdapat dua buku yang secara khusus ditulis berkenaan dengan Abu Hurairah:

1.     Abu Hurairah, karya Sayid Syarafuddin ‘Amili, yang dapat dijadikan rujukan terkait dengan pertanyaan di atas pada halaman 136, 160, 186.

2.     Syaikh al-Mudhirah Abu Hurairah, karya Mahmud Abu Ruyya Mesri.


[1]. Al-Syaikh Mahmud Abu Ruyyah, Syaikh al-Mudhirah Abu Hurairah, hal. 103. Syaikh Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 195. Sayid Syarafuddin Musawi ‘Amili, Abu Hurairah, hal. 136.  

[2]. Ibid.  

[3]. Fath al-Bâri, jil. 7, hal. 62.  

[4]. Tsa’labi, Tsimâr al-Qulûb fi al-Mudhâf wa al-Mansûb, hal. 76-87.  

[5]. Al-Syaikh Mahmud Abu Ruyyah, Adhwa ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 200.

[6]. Al-Syaikh Mahmud Abu Ruyyah, Syaikh al-Mudhirah Abu Hurairah, hal. 120.  

[7]. Ibnu Hajar, Fath al-Bâri, jil. 2, hal. 167. Ia berkata telah terbukti bahwa Abu Hurairah tidak menulis hadis juga tidak menghafal al-Qur’an.   

[8]. Shahih Bukhâri, jil. 2, Kitab Badâ’ al-Khalq, hal. 171. Muslim bin Hajjaj Naisyaburi, Shahih Muslim, jil. 1, hal. 34.  Ibnu Abil Hadid Mu’tazili, Syarh Nahj al-Balâghah, hal. 360. Dzahabi, Siyar I’lâm al-Nublâ, jil. 2, hal. 433 & 434. Muttaqi Hindi, Kanz al-‘Ummâl, jil. 5, hal. 239 Hadis 4857. Imam Abu Ja’far Iskafi, sesuai dengan nukilan dari Syarh Nahj al-Hamidî jil. 1, hal. 360.

[9]. Ibid.  

[10]. Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 201. 

[11]. Ibid.  

[12]. Syathibi, Al-Muwâfaqât, jil.2, hal. 23.  

[13]. Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 202.

[14]. Sayid Syarafuddin Musawi al-‘Amili, Abu Hurairah, hal. 140.  

[15]. Syaikh Ahmad Syakir, Syarh Alfiyah al-Suyuthi, hal. 35.  

[16]. Ibid.  

[17]. Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 202-203. 

[18]. Ibnu Katsir, al-Bidâyah al-Nihâyah, jil. 8, hal. 109. Ibnu Qutaibah Dainawari, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits, hal. 48-50.  

[19]. Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 207.

[20]. Dzahabi, Thabaqât al-Huffâzh, sesuai nukilan dari Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 207.  

[21]. Mahmud Abu Ruyyah, Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 207.  

[22]. Ibid.  

[23]. Dainawari, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits 

[24]. Ibid, hal. 48.  

[25]. Adhwâ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, hal. 204.  

[26]. Muhammad Abduh, Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 1, hal. 358.

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261083 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246230 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230030 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214886 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176215 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171533 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168007 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158043 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140830 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133980 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...