Please Wait
15623
Agama Islam merupakan agama paling akhir, palin sempurna dan paling inklusif di antara agama-agama samawi. Dalam hal ini, ajaran-ajaran Islam mencakup seluruh dimensi kehidupan personal dan sosial manusia pada setiap ruang dan waktu. Islam menjawab seluruh kebutuhan manusia di setiap ruang dan waktu.
Bagaimanapun, salah satu hal yang dijadikan Islam sebagai adab dan model adalah memakai sepatu yang apabila seseorang tidak berpegang pada adab ini termasuk salah satu jenis syak terhadap anugerah Ilahi. Adab-adab seperti memakai sepatu dengan baik, tidak memakai sepatu ketika berdiri dan lain sebagainya.
Agama Islam merupakan agama paling akhir, palin sempurna dan paling inklusif di antara agama-agama samawi.[1] Dalam hal ini, ajaran-ajaran Islam mencakup seluruh dimensi kehidupan personal dan sosial manusia pada setiap ruang dan waktu. Islam adalah agama yang mampu menjawab seluruh kebutuhan manusia di setiap ruang dan waktu.
Masalah ini harus diperhatikan bahwa kita tidak boleh beranggapan karena Islam merupakan agama inklusif maka ia harus menentukan taklif dan tugas pada seluruh hal-hal yang partikular;[2] melainkan dengan mengajukan kriteria-kriteria dan pakem-pakem universal, dalil-dalil rasional dan tekstual, pada sebagian hal-hal yang partikular dan topik-topik yang muncul pada setiap zaman dalam bentuk sebuah perkara baru, maksudnya diserahkan kepada manusia untuk berpikir dan manusia harus berusaha dengan berijithad untuk memahami dengan baik dan benar kriteria-kriteria dan pakem-pakem, menemuka hukum-hukum dan instruksi-instruksi Ilahi.[3]
Namun agama Islam juga memasuki sebagian hal partikular dan menetapkan adab-adab dan model-model yang salah satunya adalah adab memakai sepatu yang mana apabila orang berpegang pada adab ini termasuk salah satu syukur nikmat.
Pembahasan adab menggunakan sepatu dapat dijelaskan secara ringkas sebagiamana berikut ini:
Pertama: Inti menggunakan sepatu: Menggunakan sepatu telah mendapat perhatian dalam Islam. Dalam hal ini Imam Baqir As bersabda, “Menggunakan Khuf (sejenis sepatu kulit yang ringan) akan menambah kekuatan mata.”[4] Juga Imam Shadiq As bersabda, “Senantiasa menggunakan sepatu Khuf akan menjauhkan orang dari terjangkiti penyakit lepra.”[5] Khuf secara leksikal bermakna segala sepatu jenis yang menutupi dua kaki; baik dia terbuat dari kulit maupun selainnya;[6] sebagai lawan dari na’lain[7] yang menutupi seluruh kaki dan disebutkan bahwa khuf lebih besar dari na’l.[8]
Kedua: Pentingnya sepatu yang baik: Dalam hal ini Imam Ali As bersabda pada sebuah pertemuan kepada para sahabatnya, “Sepatu yang baik penjaga badan dan menolong salat dan kebersihan.”[9]
Ketiga: Ciri-ciri sepatu baik: Imam Ali As melarang orang memakai sepatu yang tidak begitu kuat.[10] Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat tidak memandang baik orang mengenakan sepatu hitam dan menganjurkan supaya orang-orang mengenakan sepatu kuning[11] dan putih karena menggunakan kedua sepatu tersebut memiliki pahala.[12]
Keempat: Adab dan cara memakai sepatu: Dalam beberapa hadis dijelaskan tentang adab dan cara memakai sepatu yang akan disinggung beberapa darinya sebagaimana berikut ini:
- Memakai sepatu dalam kondisi baik.[13]
- Tidak memakai sepatu dalam keadaan berdiri.[14]
- Tidak berjalan dengan menggunakan satu sepatu.[15]
- Dalam memakai sepatu yang didahulukan adalah kaki kanan dan ketika mengeluarkannya yang didahulukan adalah kaki kiri.[16]
- Membaca doa sebagai berikut tatkala memakai sepatu:
«بِسمِ الله، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ وَطِّئْ قَدَمَيَّ فِي الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ وَ ثَبِّتْهُمَا عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيهِ الْأَقْدَام»
Dengan Nama Allah. Ya Allah! Sampaikan salawat kepada Muhammad dan Keluarga Muhammad. Serasikanlah kedua kaki di dunia dan di akhirat dan tidak tergelincir tatkala melangkah dan tetap pada jalan yang lurus.
Dan tatkala mengeluarkan sepatu membaca doa sebagai berikut:
«اَلحَمدُ لِلّهِ الَّذِی رَزَقَنِی مَا اَوقِی بِهِ قَدَمَی مِنَ الاَذَی، أللّهُمَّ ثَبِّتهُمَا عَلَی صِرَاطِکَ المُستَقِیمِ، یَومَ تَزِلُّ فِیهِ الأقدَامِ، وَ لا تَزِلُّهُمَا عَنِ الصِّرَاطِ المُسَوّی»
Puji syukur kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan sepatu supaya saya menjaga kakiku supaya tidak terluka. Tuhanku! Hari tatkala kaki-kaki tergelincir tetapkanlah kedua kakiku di jalan yang lurus dan tidak tergoncang dari jalan yang lurus.[17] [iQuest]
[1]. Silahkan lihat indeks-indeks terkait, Dalil-dalil Kebenaran Islam, Pertanyaan 275 (Site: 73); Islam dan Rasionalitas, Pertanyaan 50 (Site: 286)
[2]. Silahkan lihat Murtadha Muthahhari, Majmue-ye Âtsâr, jil. 21, hal. 193-195, Intisyarat-e Shadra, Cetakan Pertama, Qum, Tanpa Tahun.
[3]. Silahkan lihat beberapa indeks terkait, “Al-Qur’an dan Ijtihad,” Pertanyaan 66 (Site: 307); “Sebab Tiadanya Penjelasan atas Beberapa Persoalan dalam Agama,” Pertanyaan 6362 (Site: 6545).
[4]. Muhammad bin Ali Syaikh Shaduq, Tsawâb al-A’mâl wa ‘Iqâb al-A’mal, hal. 25, Dar al-Syarif al-Radhi linnasyr, Qum, Cetakan Kedua, 1406 H.
[5]. Ibid.
[6]. Fakhruddin Tharihi, Majma’ al-Bahrain, jil. 5, hal. 49, Kitabpurusyi Murtadhawi, Teheran, Cetakan Ketiga, 1375 S.
[7]. Yang dalam kamus disebut sebagai Na’l dan Hidza; Ismail bin Hamad Jauhari, al-Shihah – Taj al-Lughah wa Shihah al-‘Arabiyah, Riset dan Koreksi: Ahmad Abdulghafur ‘Atthar, jil. 5, hal. 1831, Dar al-‘Ilm lil Malayiin, Beirut, Cetakan Pertama, 1410 H.
[8]. Ahmad bin Faris bin Zakariyyah Abu al-Hasan, Mu’jam Maqâyiis al-Lugha, Riset dan Koreksi: Abdussalam Muhammad Harun, jil. 2, hal. 154, Intisyarat-e Daftar Tablighat-e Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1404 H.
[9]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kafi, Riset dan Koreksi: Muhammad, Akhundi, Ali Akbar Ghaffari, jil. 2, hal. 462, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[10]. Ibid, jil. 6, hal. 463.
[11]. Tsawâb al-A’mâl wa ‘Iqâb al-A’mal, hal. 24 & 25.
[12]. Ibid, hal. 24.
[13]. Muhammad bin Ali Syaikh Shaduq, Man La Yahdhuruhu al-Faqih, Riset dan Koreksi oleh Ali Akbar Ghaffari, jil. 3, hal. 555, Daftar-e Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kedua, 1413 H.
[14]. Muhammad bin Ali Syaikh Shaduq, al-Khishâl, Riset dan Koreksi oleh Ali Akbar Ghaffari, jil. 2, hal. 521, Instiyarat-e Jami’ah Mudarrisin, Qum, Cetakan Pertama.
[15]. Al-Kâfi, jil. 6, hal. 534.
[16]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, al-Âdâb al-Diniyyah lil Khazanah al-Mu’iniyyah, terjemahan Ahmad Abdi, hal. 60, Nasyr Zair, Qum, Cetakan Pertama, 1380 S.
[17]. s