Advanced Search
Hits
53996
Tanggal Dimuat: 2012/04/14
Ringkasan Pertanyaan
Apa alasan manusia berprasangka sangka? Apa solusinya?
Pertanyaan
Apa alasan manusia berprasangka buruk? Apa solusinya?
Jawaban Global

Dalam berbagai ajaran agama seseorang yang berprasangka buruk kepada orang lain itu disebut orang yang buruk sangka. Karena itu,  di sini kita akan mengkaji literatur-literatur Islam terkait dengan masalah ini.

Berburuk sangka mengandung makna curiga, berasumsi buruk, berpikiran buruk terhadap seseorang. Dengan kata lain, berburuk sangka adalah manusia curiga dan punya pikiran negatif atas sikap dan ucapan orang lain dan selanjutnya asumsi dan pikiran negatifnya itu dilihat sebagai sebuah realitas nyata.

Wilayah dan batasan berburuk sangka itu adalah: berburuk sangka kepada Allah Swt, berburuk sangka kepada orang-orang, berburuk sangka kepada diri sendiri.

Dua bagian yang pertama dianggap sebagai sifat-sifat tercela dan masuk kategori dosa-dosa besar dan sangat dikecam oleh Islam.

Sebab-sebab berburuk sangka pada objek yang disangka (mazhnun) adalah: berada pada posisi-posisi tertuduh, duduk serta berteman dengan orang-orang buruk dan jahat. Dan pada orang yang berburuk sangka adalah: kelemahan dan kelainan dari dalam, terburu-buru dan tiadanya iman.

Jawaban Detil

Dalam pandangan Islam hubungan dan interaksi sosial umat manusia pada tahapan pemikiran, itu dibangun di atas prinsip-prinsip “punya maksud baik”, “cinta dan persahabatan” serta “berbaik sangka” dan yang semisalnya. Dalam artian bahwa seorang muslim mesti berpikiran baik dan positif kepada saudara-saudara, laki-laki atau perempuan, seagamanya. Hendaknya berpikiran positif, nasehat, bersahabat dan membahagiakan mereka (berpikir untuk kebahagiaannya) dan harus menghindari hal-hal seperti membuat rencana untuk menghancurkan mereka (saudara-saudaranya).

Apa yang disebutkan pada pertanyaan di atas, dalam ajaran agama disebut berprasangka buruk (su’udzân) dan hal ini akan kita kaji dan bahas dalam beberapa bagian:

  1. Makna Berprasangka Buruk

Berprasangka buruk mengandung makna curiga, berasumsi buruk, berpikiran buruk terhadap seseorang. Dengan kata lain, berburuk sangka adalah manusia curiga dan punya pikiran negatif atas sikap dan ucapan orang lain dan selanjutnya asumsi dan pikiran negatifnya itu dilihat sebagai sebuah realitas nyata. Sebagai perumpamaan, ada seseorang yang menyaksikan ada seorang laki-laki sedang berbincang-bincang dengan seorang perempuan dan kemudian terlintas dipikirannya bahwa kedua orang itu (laki-laki dan perempuan) pasti memiliki hubungan yang tidak sah menurut syari’at (baca; pacaran), mereka pasti berbincang-bincang masalah cinta dan sayang, dan tentu orang itu adalah manusia jahat, dan berlaku buruk serta tidak bisa dipercaya. Seseorang yang berada pada kondisi ini, dimana ia berpikiran negatif terhadap yang lain dan berburuk sangka, itu disebut orang yang negatif thinking, jahat, dan suka berburuk sangka.

 

  1. Wilayah dan batasan prasangka buruk
  1. Berburuk sangka kepada Allah Swt: buruk sangka terhadap Allah Swt tidak lain adalah kondisi putus asa dan tidak ada rasa harap lagi terhadap rahmat yang maha luas yang dimiliki oleh Allah Swt dan hal semacam ini dikategorikan sebagai salah satu dosa-dosa besar.

Rasulullah saw bersabda: ”Dosa paling besar di antara dosa-dosa besar adalah berburuk sangka kepada Allah Swt.”[1] Manusia hendaknya merasa takut atas azab Allah Swt yang sangat pedih, namun hal itu bermakna bahwa manusia tidak mesti putus asa dari rahmat Allah Swt, ia harus beramal dan menunaikan apa yang menjadi tanggungjawabnya, mesti memiliki niat yang tulus, hendaknya merasa khawatir dengan dosa-dosanya, dan pada saat yang sama ia mesti menanamkan dalam dirinya rasa penuh harap atas pengampunan-Nya.

Imam Ridha As bersabda:”Perbaikilah sangkaan Anda terhadap Allah Swt, karena Allah Swt berfirman: Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku yang mukmin, jika ia berbaik sangka kepada-Ku maka Aku akan bersikap baik kepadanya dan jika ia punya prasangka buruk atas-Ku maka Aku tidak akan bersikap baik terhadapnya.”[2]

  1. Berburuk sangka kepada orang-orang: Berburuk sangka kepada orang-orang mengandung pengertian bahwa manusia memiliki pikiran dan asumsi negatif dan buruk terhadap orang-orang di masyarakat tanpa ada bukti bahwa mereka betul-betul melakukan perbuatan buruk. Bentuk prasangka negatif semacam ini sama seperti bentuk pertama (prasangka negatif terhadap Allah Swt), yaitu dianggap sebagai sifat-sifat tercela dan dikategorikan sebagai dosa-dosa. Imam Ali As bersabda: ”Berprasangka buruk dan negatif terhadap manusia saleh dan baik, adalah seburuk-buruknya dosa dan kezaliman paling tercela.”[3]
  2. Berprasangka negatif terhadap diri: Berprasangka negatif dan buruk terhadap diri sendiri adalah bahwa manusia senantiasa menganggap dan merasa dirinya bersalah dalam menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesamanya. Bentuk prasangka semacam ini, berbeda dengan bentuk pertama dan kedua, bukan merupakan bentuk dosa, akan tetapi ia adalah di antara sifat-sifat terpuji bagi orang-orang mukmin yang ikhlas dan tulus, karena hal ini menyebabkannya senantiasa berusaha dan bersusah payah guna mengabdi kepada Allah Swt dan taat kepada-Nya dan juga hal ini akan selalu menjaga serta menjauhkan manusia dari bersikap bangga dan sombong dengan dirinya.

Imam Ali As bersabda:”Wahai hamba-hamba Allah! Ketahuilah bahwa seorang Mukmin tidak melalui paginya hingga malam dan melalui malamnya hingga pagi, kecuali ia berprasangka buruk dan negatif kepada dirinya dan ia senantiasa mencari dan meraba-raba aib yang ada pada dirinya dan senantiasa berharap melakukan pekerjaan dan amal lebih banyak lagi.”[4]

 

  1. Islam mengecam berprasangka buruk

Prasangka buruk atau negatif merupakan satu di antara penyakit akhlak dan etika yang sangat berbahaya. Seseorang yang cermin hatinya dibubuhi dengan debu-debu prasangka buruk, maka ia akan menyaksikan orang lain di dalam cermin itu dengan penyaksian yang negatif dan tidak terpuji serta ia tidak akan mampu memahami apa itu realitas. Islam begitu menegaskan kepada para penganutnya untuk menjauhi sifat tercela ini. Terkait dengan hal ini, al-Qur’an menyatakan bahwa: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa....”[5]

Demikian pula di tempat lain, al-Qur’an menyatakan bahwa: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya.
[6]

Rasulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya Allah Swt telah mengharamkan membunuh dan merampas harta dan Ia tidak mengizinkan untuk berprasangka buruk dan negatif kepada seorang Muslim.”[7] Imam Ali As bersabda: ”Buanglah jauh-jauh (dari diri Anda) prasangka buruk terhadap orang lain itu, karena Allah Swt Yang Maha Agung telah melarang hal itu (prasangka buruk).”[8] Di tempat lain Imam As kembali bersabda: ”Berprasangka buruk pada seseorang yang tidak berkhianat merupakan paling rendah dan hinanya martabat dan kedudukan.”[9]

 

  1. Sebab-sebab prasangka buruk

Pekerjaan apa saja yang membuat orang lain berprasangka buruk dan negatif? Dengan kata lain, hal-hal apa saja yang menyebabkan berprasangka buruk kepada orang lain?

Dalam menjawab pertanyaan ini mesti dikatakan bahwa: sebab-sebab prasangka buruk itu ada dua model dan bentuknya: terkadang terkait dengan orang yang berprasangka dan terkadang terkait tentang seseorang yang menjadi objek prasangka buruk itu.

Adapun hal yang menjadi sebab berprasangka buruk kepada orang lain di antaranya adalah:

  1. Manusia yang punya prasangka buruk itu memiliki kelemahan dan kelainan khusus, hal ini memaksanya untuk berprasangka buruk terhadap yang lain.

Terkait dengan hal ini, Imam Ali As bersabda:”Manusia yang berperangai buruk tidak akan pernah berbaik sangka kepada yang lain, karena mereka itu juga menimbang-nimbang dengan tabiat dirinya.”[10]

  1. Tidak punya iman atau lemah iman juga bisa menjadi sebab berprasangka buruk, sebagaimana Imam Ali As bersabda:”Orang yang berprasangka buruk itu tidak memiliki agama.”[11] Juga beliau As bersabda: ”Iman itu tidak seiring dan sejalan dengan prasangka buruk.”[12]
  2. Perilaku tercela dalam diri dan jauh dari akhlak baik dan pribadi manusiawi merupakan sebab-sebab berprasangka buruk, sebagaimana Imam as sabdakan bahwa:”Berprasangka buruk terhadap seseorang yang tidak berkhianat merupakan sebuah sikap tercela.”[13]

Adapun hal-hal yang menyebabkan orang lain berprasangka buruk kepada kita di antaranya adalah:

  1. Berada pada posisi tertuduh: terkadang ada sebagian orang memposisikan dirinya pada posisi yang orang lain bisa berprasangka buruk padanya. Yakni mereka melakukan aktifitas-aktifitas yang siapa saja menyaksikan aktifitas itu akan timbul dan muncul sikap buruk sangka terhadap pelaku pekerjaan itu. Hal semacam ini tidak diperbolehkan dalam Islam, karena pada kondisi ini manusia dengan kehendaknya sendiri telah membuat orang lain berprasangka buruk terhadapnya dan telah memberikan peluang sebagai langkah awal orang lain terjerumus pada sikap prasangka buruk.

Imam Ali As bersabda:”Barangsiapa masuk ke tempat-tempat buruk, maka ia akan tertuduh. Seseorang yang memposisikan dirinya menjadi tertuduh, maka jangan mencela dan mencaci orang yang berburuk sangka kepadanya.”[14]

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw sedang berbincang-bincang bersama istrinya, Shafiyah binti Hay bin Akhthab, tiba-tiba lewatlah seorang laki-laki dari Anshar. Rasulullah Saw pun memanggil dan berkata kepadanya: Wahai Fulan! Wanita ini adalah istriku, Shafiyah (yakni jangan sekali-kali Anda berpikiran negatif). Laki-laki Anshar itupun berkata: “Wahai Rasulullah! Memangnya kita bisa berburuk sangka kepada Anda?” Rasulullah Saw bersabda: “Setan sama seperti darah mengalir dalam tubuh manusia dan aku khawatir masuk ke dalam dirimu (yakni Anda bisa terjerumus untuk berprasangka buruk kepadaku).”[15]

  1. Berteman dan bersahabat dengan orang-orang jahat: biasanya, manusia-manusia yang berperilaku buruk dan jahat tidak mau tinggal diam atas orang-orang saleh dan baik, akan tetapi mereka akan berusaha untuk mencari tahu aib dan kekurangan mereka dan jika mereka menemukan sedikit aib dan kekurangan pada orang-orang saleh dan baik itu, maka mereka akan membesar-besarkannya dan jika tidak memiliki sedikit pun kelemahan dan kekurangan, maka orang-orang jahat itu akan menciptakan hal itu untuk orang-orang baik dan saleh tersebut.

Berteman dan bersahabat dengan orang-orang semacam ini dapat menyebabkan orang-orang akan berprasangka buruk kepada orang saleh dan orang baik dan sikap serta pemikiran mereka (orang-orang baik) itu akan ditafsirkan dan dianalisa serta perbuatan baik mereka itu akan nampak buruk.

Imam Ali As bersabda:”Berteman dan bersahabat dengan orang tidak baik (baca; buruk) akan menimbulkan prasangka buruk terhadap orang-orang baik.”[16]

 

  1. Petaka dan Kerugian yang ditimbulkan oleh Prasangka Buruk

Buruk sangka memiliki pesan-pesan yang cukup negatif dalam kehidupan individual dan sosial manusia dimana sebagian di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Efek dan dampak individual

Pertama; phobia dan lari dari orang: hidup bermasyarakat itu adalah berdasar pada cinta dan kasih sayang serta kepercayaan antara sesama manusia, jika manusia antara satu dengan yang lainnya saling berprasangka buruk maka kepercayaan antara mereka pun menjadi tiada dan cinta serta kasih sayang di antara mereka berubah menjadi kebencian dan orang yang berprasangka buruk akan lari dan menghindar dari yang lain, menjaga jarak dan menyendiri.

Imam Ali As bersabda:”Barangsiapa yang tidak memperbaiki prasangkanya, maka akan takut dan lari dari siapa saja.”[17]

Kedua; ibadah menjadi rusak: berprasangka buruk terhadap orang lain membuat ibadah seseorang menjadi rusak dan akan memperbanyak beban dosa bagi manusia. Imam Ali As bersabda:”Jauhilah berburuk sangka, karena buruk sangka itu bisa merusak ibadah dan memperbesar dosa.”[18]

Penjelasan hal di atas bahwa ketika manusia punya prasangka buruk terhadap orang lain, maka ia akan menilai negatif serta tidak benar terhadap mereka dan akan berbuat gibah serta berkata buruk tentang mereka dan juga membuat dirinya itu lebih baik dari orang lain. Kesimpulannya bahwa berkata buruk, gibah dan menganggap diri lebih baik, di satu sisi menyebabkan ibadah menjadi rusak dan dari sisi lain, sifat-sifat dan perbuatan semacam ini merupakan perbuatan-perbuatan tercela dan perbuatan dosa yang serumpun dengan prasangka buruk dan akan semakin memperberat beban dosa orang yang berprasangka buruk itu.

Ketiga: prasangka buruk merupakan salah satu penyakit jiwa yang cukup berbahaya dan seorang yang punya prasangka buruk senantiasa merasa tersiksa dan hatinya dipenuhi oleh noda dosa akibat pengaruh pikiran dan khayalannya yang batil dan hal ini dengan berlalunya waktu akan berbahaya bagi keselamatan dirinya dan kemungkinan besar ia akan bunuh diri  karena rasa putus asa yang ditimbulkan oleh sikap buruk sangkanya itu.

Imam Ali As bersabda:”Prasangka buruk akan membuat pelakunya binasa dan orang yang menjauhinya (prasangka buruk) akan bahagia dan beruntung.”[19]

 

  1. Dampak sosial

Pertama; saling tidak percaya: prasangka buruk akan merusak saling kepercayaan yang ada dan bisa berdampak buruk pada keamanan social, dimana tidak ada lagi orang yang percaya terhadap yang lain. Orang-orang akan saling memandang dengan pandangan negatif serta antara satu dengan yang lainnya saling menjauh dan menghindar.

Imam Ali As bersabda:”seburuk-seburuknya orang adalah seseorang yang dikarenakan prasangka buruknya, ia tidak lagi percaya kepada orang-orang dan seseorang yang dikarenakan sikap dan perbuatan buruknya, maka orang lain tidak lagi percaya kepadanya.”[20]

Kedua; rusaknya beragam aktifitas dan perbuatan serta munculnya motivasi pada yang lain untuk melakukan berbagai kejahatan: di antara dampak negative dari prasangka buruk adalah perbuatan-perbuatan positif tergeser oleh perbuatan-perbuatan negative, karena prasangka buruk melahirkan ketidakpercayaan dan ketidakpercayaan itu membangkitkan reaksi-reaksi negative orang lain dan pekerjaan yang seharusnya dilakukan dengan penuh semangat cinta dan kasih saying, malah dilakukannya karena sekedar mencari muka dan perhatian semata dan bahkan melakukan penyelewengan. Dengan kata lain, prasangka buruk itu bisa membuat dan menjerumuskan orang-orang yang dipercaya menggunakan cara-cara yang tidak benar.

Dalam hal ini, Imam Ali As bersabda:”Prasangka buruk bisa merusak seluruh pekerjaan dan aktifitas dan menyeret manusia kepada hal-hal yang negative.”[21]

Ketiga; rusaknya hubungan persahabatan: berprasangka buruk terhadap teman dan sahabat dapat menyebabkan rusak dan putusnya tali persahabatan, akan membuat kekariban dan kedekatan Anda itu menjadi berantakan.

Imam Ali As bersabda:”Barangsiapa prasangka buruk menguasai hatinya, maka antara ia dan sahabatnya tidak akan ada lagi kedamaian dan ketentraman.”[22]

 

  1. Metode memerangi sikap prasangka buruk

Untuk menghilangkan sikap prasangka buruk, ada beberapa cara dan metode yang bisa dilakukan yang akan dijelaskan berikut ini:

  1. Memperbaiki diri: prasangka buruk itu akan muncul dan lahir dari orang-orang yang tidak suci dan jahat, yakni orang-orang yang rusak dan pendosa menimbang-nimbang serta membandingkan orang lain itu dengan dirinya dan mereka akan menyaksikan refleksi ketercelaan-ketercelaan dirinya itu pada mereka, dari sini, ia menganggap semuanya itu seperti dirinya, memiliki hal yang sama, mereka menyangka bahwa semuanya sama seperti dirinya. Seseorang yang hendak memerangi sikap prasangka buruk ini, sebelum segala sesuatunya, ia harus memperbaiki segala bentuk aib dirinya sehingga ketika ia ingin membandingkan dirinya dengan orang lain tidak lagi terjerumus pada sikap buruk sangka. Disamping itu, ia mesti memperhatikan bahwa jangan sekali-kali menganggap orang lain itu seperti dirinya, karena begitu banyak di antara mereka itu yang memiliki jiwa-jiwa yang lebih baik dan agung. Dengan demikian, tidak baik jika menjadikan kejelekan dan keburukan diri sendiri sebagai ukuran dan parameter dan bersikap negatif dan berprasangka buruk terhadap saudara-saudara seagama. Jadi salah satu cara dan metode memerangi sikap buruk sangka adalah memperbaiki seluruh aib-aib diri sendiri.

Imam Ali As bersabda:”Berbahagialah orang yang karena keburukan dan kejelekannya sendiri membuatnya lalai dari keburukan dan kejelekan orang lain.”[23]

  1. Menganggap benar sikap dan perbuatan orang muslim: kaidah universal tentang orang-orang Muslim adalah bahwa mereka itu baik dari sisi lahiriah, tidak bersikap negative thinking, tidak melakukan pekerjaan buruk, tidak salah jalan atau salah langkah dan dengan hukum Islam ia suci dan bersih dari berbagai perbuatan buruk. Dengan demikian, pekerjaan atau aktifitas yang kaum Muslimin saling saksikan di antara sesamanya, itu harus dianggap pekerjaan dan aktifitas dan sah serta benar dengan catatan bahwa pekerjaan itu hal yang bisa diterima dan dipertanggungjawabkan dan hendaknya menjauhi anggapan-anggapan buruk dan jelek. Hal ini merupakan salah satu langkah yang bisa ditempuh dalam memerangi sikap buruk sangka itu.

Imam Ali As bersabda:”Hendaknya memposisikan sebaik mungkin perbuatan atau pekerjaan saudara seimanmu, sehingga ia tidak lagi mencari-cari alasan untuk menjelaskan pekerjaannya dan jangan sekali-kali berburuk sangka pada setiap ucapan yang dilontarkan oleh saudaramu selama ungkapannya itu masih bisa Anda tafsirkan ke sesuatu yang positif.”[24]

  1. Tidak terburu-buru: Salah satu metode atau cara memerangi sikap buruk sangka adalah jika seseorang mendengar sesuatu hal tentang saudara seimannya, jangan terburu-buru menilai dan mengambil keputusan, akan tetapi terlebih dahulu bersabar sampai pada saat berita tersebut betul-betul benar atau salah. Ketika betul-betul sudah dibuktikan dan sudah dipastikan, baru ia mengambil keputusan.

Rasulullah Saw bersabda: ”Ketika Anda berprasangka buruk (jangan menganggap hal itu telah pasti) jangan terburu-buru mengambil keputusan.”[25] Imam Ali As juga bersabda:”Wahai umat manusia! Barangsiapa yang mengenal saudara seimannya dan mengetahui bahwa ia itu orang yang berpendirian dan konsisten dan selalu bersikap benar dan berkata jujur, maka jangan sekali-kali memperdulikan kata-kata buruk orang tentangnya...”[26]

  1. Merenungkan bahaya prasangka buruk: Ada satu lagi cara dan metode memerangi sikap prasangka buruk, yaitu dengan merenungkan dan memikirkan akan bahaya dan malapetaka yang akan ditimbulkannya, baik secara individual maupun sosial.

 

 

 

  1. Boleh berprasangka buruk dalam beberapa hal

Apakah prasangka buruk itu senantiasa tercela?

Mungkin saja pertanyaan ini terlintas dalam benak seseorang bahwa apakah prasangka buruk, dimanapun dan terhadap siapapun, adalah buruk ataukah tergantung situasi dan kondisi dan orang-orang yang bermacam-macam?

Untuk menjawabnya harus dikatakan: apa yang disebutkan dalam beberapa riwayat adalah bahwa dalam beberapa hal prasangka buruk itu diperbolehkan, bahkan harus berprasangka buruk. Disini kita coba uraikan beberapa di antaranya:

  1. Ketika kerusakan mendominasi: Pada sebuah lingkungan yang penduduknya telah ternodai oleh berbagai kerusakan dan dosa, sangat tidak logis dan tidak wajar jika tetap berprasangka baik dan betapa banyak hal semacam ini menyebabkan manusia tertipu dan dirugikan.

Imam Ali As bersabda:”Ketika kerusakan dan kejahatan telah menguasai kehidupan dan penduduknya, maka jika ada seseorang bersikap baik sangka, ia akan tertipu dan telah bersikap bodoh.”[27]

Diriwayatkan bahwa Ismail, putra Imam Keenam, hendak memberikan sejumlah uang kepada seseorang (peminum khamr) untuk digunakan sebagai modal bisnis dan berbisnis untuknya. Ia konsultasi kepada ayahnya tentang hal ini. Imam As bersabda: Wahai putraku! Apakah kamu mendengar bahwa orang ini adalah peminum khamr? Ia berkata: orang-orang mengatakan seperti itu. Imam bersabda: jangan lakukan hal ini.” (Ia tetap menyerakan uangnya kepadanya) Ismail tidak menerima nasehat ayahnya dan modalnya itu tetap diserahkan kepada orang itu  dan orang itupun berangkat ke Yaman dalam rangka dagang. Setelah kembali, jangankan orang itu mau memberi laba, bahkan uang modalnya pun tidak dikembalikan kepadanya (Ismail).[28]

Jangan lupa bahwa pada kondisi-kondisi lingkungan semacam ini, manusia jangan sampai bersikap buruk sangka pada sesuatu yang mengandung nilai-nilai kehati-hatian (ihtiyath), yakni selain menjaga kehati-hatian yang mesti, juga hendaknya menghindari dari berbuat dan bersikap terang-terangan yang darinya dapat dipahami akan prasangka buruk dan sikap tidak perduli terhadap orang lain. Dengan kata lain, pada kondisi-kondisi semacam ini harus jenius dan jeli serta hendaknya menjaga sikap hati-hati yang mesti sehingga tidak terperdaya dan tertipu.

  1. Setelah berdamai dengan musuh: Berprasangka baik dan positif terhadap musuh setelah berdamai, merupakan simbol akan keluguan dan mudah percaya. Kaum Muslimin mesti senantiasa waspada dan jenius serta jeli dan jangan termakan oleh tipu daya musuh-musuh, karena kemungkinan perdamaian mereka itu hanya merupakan sebuah propaganda baru untuk mengelabui dan menguasai kaum Muslimin.

Imam Ali As bersabda:”Hendaknya kamu waspada dan hati-hati terhadap musuhmu setelah berdamai dengannya, karena betapa banyak musuh yang sengaja mendekat (pura-pura baik) sehingga membuat Anda terkejut. Jadi hendaknya berhati-hati dan waspada dan hendaknya Anda menjauhi sikap baik sangka pada kondisi-kondisi semacam ini.”[29]

Perlu dikatakan, berdasarkan kaidah, prasangka baik terhadap seorang fasik juga hal yang tidak diperbolehkan. Tentunya seorang fasik yang secara terang-terangan melakukan kefasikan, karena seseorang yang menentang Allah Swt dengan penuh keberanian dan kejantanan, maka mempercayai orang semacam ini juga termasuk tanda akan keluguan.[30][iQuest]

 

Untuk telaah lebih jauh, silahkan Anda merujuk pada indeks: Manusia dan Prasangka Buruk, Pertanyaan 5311 (site: 5484).

 

 


[1]. Abul Qasim Paiban, Nahj al-Fashâhah, hal. 236, Dunyay-e Danesy, Teheran, 1382 S.

[2]. Shaduq, Muhammad bin ‘Ali, ‘Uyun Akhbar al Ridha As, jil.  2, hal. 20, Intisyarat-e Jahan, 1378 S.

[3]. Abdul Wahid Amidi, Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kilam, hal. 263, Intisyarat-e Daftar-e Tablighat, Qum, 1366 S.

[4]. Ibid, hal 90.

[5]. (Qs. Al-Hujurat [49]: 12)

[6]. (Qs. Al-Isra’ [17]: 36)

[7]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil.  72, hal. 201, Muassasah al-Wafa’, Beirut, 1404 H.

[8]. Ibid, hal. 174, hadits 4.

[9]. Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kilam, hal. 263.

[10]. Ibid, hal. 105.

[11]. Ibid, hal. 264.

[12]. Ibid.

[13]. Ibid, hal. 263.

[14]. Bihâr al-Anwâr, jil.  75, hal. 93.

[15]. Mulla Mahdi Naraqi, Jâmi’ al-Sa’âdah, jil.  1, hal. 319.

[16]. Bihâr al-Anwâr, jil.  71, hal. 191.

[17]. Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kilam, hal. 254.

[18]. Ibid, hal. 263.

[19]. Ibid.

[20]. Ibid.

[21]. Ibid.

[22]. Ibid, hal. 264.

[23]. Nahj al-Balâghah, hal. 256, Intisyarat-e Darul Hijrah, Qom.

[24]. Bihâr al-Anwâr, jil.  72, hal. 196.

[25]. Ibid, jil.  74, hal. 155.

[26]. Ibid, jil.  72, hal 197.

[27]. Ibid.

[28]. Kulaini, al-Kâfi, jil.  5, hal. 299, Darul Kutub al Islamiyah, Teheran, 1365 Syamsi.

[29]. Bihâr al-Anwâr, jil.  33, hal. 610.

[30]. Diadopsi dari Software program Zam-zam-e Akhlâq, Markaz-e Tahqiqat-e Kompiyuteri-e Ulum-e Islami Noor, (dengan ringkasan).

 

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

  • Apakah ada perbedaan mengenai hikmah diutusnya para nabi menurut Syiah dan Ahlusunnah?
    8250 Kemestian Pengutusan Para Nabi 2017/06/08
    Tidak terdapat perbedaan yang banyak mengenai hikmah bi’tsah (pengutusan) para nabi di antara mazhab-mazhab yang ada karena hikmah ini diisyaratkan dalam al-Qur’an. 1. Dalam kitab tafsirnya ketika menafsirkan ayat: «رُسُلاً مُبَشِّرینَ وَ مُنْذِرینَ لِئَلاَّ یَکُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُل» Rasul-rasul itu adalah ...
  • Di manakah letak Saqifah Bani Sa’idah?
    10938 Sejarah Tempat-tempat Suci 2012/08/21
    Penulis buku Madina Syinasi (Mengenal Kota Madinah), terkait dengan letak geografis Saqifah Bani Sa’idah, menulis, “Apa yang pasti, tempat Saqifah Bani Sa’idah terletak di samping Masjid Bani Sa’idah dan dekat sumur Budha’i (sumur milik Bani Saidah). Masjid Bani Sa’idah – sesuai riwayat Ibnu Syubbah dan Imam Abu ...
  • Apa saja yang menjadi syarat-syarat pengenaan zakat?
    7679 Zakat dan Sedekah 2013/08/15
    Sesuai dengan fatwa para marja agung taklid, “Zakat diwajibkan pada 9 hal: Pertama: Gandum. Kedua: Bibit gandum. Ketiga: Kurma. Keempat: Kismis. Kelima: Emas. Keenam: Perak. Ketujuh, Unta. Kedelapan: Sapi. Kesembilan: Kambing. Apabila seseorang memiliki salah satu dari kesembilan obyek zakat ini, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan ...
  • Bagaimana hukum Islam terkait dengan hubungan sehat antara muda dan mudi?
    12203 Hukum dan Yurisprudensi 2012/05/13
    Dalam pandangan Islam, pria dan wanita adalah dua entitas dan makhluk yang saling menyempurnakan. Allah Swt menciptakan mereka untuk satu sama lain untuk saling melengkapi. Salah satu kebutuhan pria dan wanita terhadap satu sama lain adalah kebutuhan seksual. Namun kebutuhan ini harus disalurkan pada aturan dan instruksi ...
  • Apa saja yang menjadi faktor-faktor kemunculan Imam Zaman Ajf.
    7202 Teologi Lama 2013/11/25
    Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunculan adalah beberapa hal yang disebut sebagai terciptanya ruang bagi kemunculan Imam Zaman Ajf dan termasuk di antara sebab-sebab kemunculan Imam Zaman Ajf. Dalam hal ini harus dikatakan bahwa meski faktor utama kemunculan Imam Zaman Ajf adalah irâdah Ilahi (kehendak Ilahi), namun apa ...
  • Siapakah dan bagaimanakah sosok Mansur Hallaj itu?
    11408 Tafsir 2011/12/13
    Husain bin Mansur Hallaj lahir di Baidha (salah satu daerah di bilangan Syiraz) namun kemudian tumbuh besar di Irak. Hallaj merupakan sosok arif paling kontroversial dalam dunia Islam dan banyak mengungkapkan syathiyyât. Para juris banyak mengkafirkannya dan memvonis hukuman gantung bagi Hallaj pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah. ...
  • Apa hukumnya seseorang yang berzina dengan seorang wanita yang telah bersuami atau masih berada dalam keadaan iddah?
    29216 Hukum dan Yurisprudensi 2012/11/11
    Pertanyaan Anda terdiri dari beberapa asumsi sebagaimana berikut ini: Perbuatan zina dilakukan sebelum talak Menjawab kondisi seperti ini harus dikatakan bahwa berdasarkan fatwa kebanyakan fakih (marja taklid) wanita itu menjadi haram abadi bagi pria yang menggaulinya. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan apakah ...
  • Mengapa Imam Ali As melakukan kerjasama dengan para khalifah?
    9715 Para Maksum 2010/07/05
    Imam Ali As pada seluruh tingkatan hidupnya berusaha untuk merealisir masalah terpenting berupa menjaga Islam dan perkembangannya. Baginda Ali As mengerahkan seluruh wujudnya untuk mewujud hal ini. Kerja sama yang dilakukannya juga untuk mewujudkan masalah ini dan mencegah pelbagai tangan-tangan kotor musuh-musuh Islam yang ingin menodai kesucian ...
  • Apakah seluruh sabda dan ucapan Nabi Saw merupakan wahyu atau tidak?
    47126 Teologi Lama 2009/05/06
    Terdapat ragam pendapat para pemikir otoritatif terkait masalah ini. Sebagian berpandangan, dengan memperhatikan kemutlakan ayat 3 dan 4 surah al-Najm,[i] bahwa seluruh ucapan, perbuatan dan perilaku Nabi Saw adalah wahyu. Sebagian lainnya berkeyakinan bahwa ayat 4 surah al-Najm terkait dengan al-Qur’an dan ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi ...
  • Saya banyak salat yang tidak saya kerjakan (sebelumnya) namun saya tidak pasti berapa banyak jumlahnya. Apa yang harus saya lakukan?
    6337 Hukum dan Yurisprudensi 2011/12/19
    Masalah seperti ini disebutkan dalam Risalah-risalah Amaliah (Tuntutan Amalan Praktis Fikih) para marja sebagaimana berikut: Barang siapa yang memiliki kewajiban salat qadha namun ia tidak tahu berapa banyak jumlahnya,[1] misalnya ia tidak tahu empat atau lima, apabila ia mengerjakan dengan bilangan yang sedikit maka ...

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261171 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246289 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230077 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214949 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176268 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171579 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168070 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158106 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140907 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134014 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...