Advanced Search
Hits
10295
Tanggal Dimuat: 2010/11/11
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana mungkin seluruh wewenang Allah Swt, wewenang Rasulullah dan para Imam Maksum diserahkan kepada seseorang (wali fakih) yang tidak memiliki akses wahyu juga tidak memiliki kemaksuman?
Pertanyaan
Terkait dengan pembahasan wilâyah fakih mengedepan beberapa persoalan dan pertanyaan yang harap dijawab dengan jelas:
Allah Swt menyerahkan maqam wilâyah kepada seseorang karena ia berada pada maqam maksum Rasulullah Saw dan ilmu sempurna lantaran memiliki akses dan bersambungan dengan wahyu. Mengingat bahwa pemikiran Syiah dalam masalah kemaksuman para Imam Syiah As (tiadanya kesalahan, kekeliruan dan mempunyai ilmu Ilahi) adalah penyerahan wilâyah kepada mereka lantaran adanya ilmu dan kemaksuman. Hal ini mungkin dapat diterima. Lantas bagaimana syarat-syarat penyerahan wilâyah dari sisi Allah Swt kepada seorang wali fakih yang tidak memiliki kemaksuman dan tidak terlepas dari kesalahan juga tidak memiliki ilmu sempurna? Kemudian bagaimana seluruh wewenang Allah Swt, wewenang Rasulullah Saw dan para Imam Maksum diserahkan kepada seseorang yang tidak memiliki syarat-syarat tersebut, tidak berhubungan dengan wahyu juga tidak maksum. Lantaran ia bukan pilihan para maksum maka ia juga tidak terlepas dari kesalahan?
Jawaban Global

Ketika dikatakan bahwa wilâyah fakih adil dan berkuasa itu merupakan wilâyah para nabi maksudnya adalah wilâyah politik (yang bermakna pemerintahan dan pengaturan urusan-urusan manusia) yang merupakan cabang dari wilâyah tasyri’i. Adapun wilâyah takwini (wilâyah mayor) adalah terkhusus untuk para maksum yang memiliki ilmu Ilahi dan anugerah kemaksuman.

Syarat utama dan asasi wilâyah politik fakih adalah kefakihan dan sifat adil (‘adâlah) yang dimilikinya. Apabila seorang wali fakih tidak memiliki salah satu dari kedua syarat ini maka wilâyahnya akan mentah dengan sendirinya.  Karena itu, pendelegasian wilâyah politik para imam kepada seorang juris adil, bukan saja merupakan kesalahan, namun merupakan sebaik-baik pilihan yang dilakukan para Imam Maksum As.

Jawaban Detil

Wilâyah terdiri dari dua jenis. Pertama, wilâyah takwini. Dan kedua, wilâyah tasyri’i. Berdasarkan dalil-dalil tauhid, dua jenis wilâyah tersebut bersumber secara primordial dari Allah Swt .

Pertama, wilâyah takwini: Sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur’an bahwa segala penguasaan pada setiap entitas dan makhluk adalah mungkin saja terjadi sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Wilâyah ini adalah penciptaan (khelqat) dan petunjuk (hidayat) takwini seluruh makhluk yang berlaku bagi insan kamil (hujjah Tuhan) sesuai dengan izin Tuhan. Terlepas bahwa apakah hujjah Tuhan ini hidup dengan badan somatik (ragawi) atau tidak. Hal ini persisnya bermakna bahwa sekarang ini Imam Zaman Ajf yang bertanggung jawab atas wilâyah takwini seluruh makhluk dan ghaibnya Imam Zaman (Imam Mahdi Ajf) sama sekali tidak berpengaruh terhadap wilâyah takwini yang dimilikinya. Karena itu, wilâyah takwini ini tidak akan sampai kepada seorang wali fakih.

Kedua, wilâyah tasyri’i: wilâyah tasyri’i bersumber dari ayat-ayat yang menjelaskan bahwa wilâyah tasyri’i seperti syariat, hidayat, irsyad, taufik dan semisalnya bersifat tetap bagi Allah Swt. Wilâyah ini bermakna pemerintahan dan pengaturan secara lahir urusan-urusan duniawi dan ukhrawi manusia. Artinya wali Allah yang mendapat tugas dari sisi Allah Swt untuk mengelolah urusan agama dan dunia masyarakat (terlepas dari apakah tugas ini mengarahkan masyarakat kepada wilâyah wali Allah dan menjadi penyebab terealisirnya pemerintahan atau tidak). Pada masa ghaibat (okultasi) Imam Maksum As tugas ini diserahkan kepada seorang juris (fakih) yang adil dan pada hakikatnya wilâyah fakih merupakan perpanjangan tangan wilâyah para Imam Maksum As. Apabila tidak demikian maka penerapan wilâyah dan pemerintahan (hukumat) yang dilakukan oleh seorang fakih yang memenuhi segala persyaratan tidak akan legal. Lantaran tiada satu pun pemerintahan yang memiliki legalitas tanpa adanya pengangkatan (nashb) dari para Imam Maksum As baik secara langsung atau pun tidak langsung. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat penting yang tidak boleh diabaikan begitu saja.[1]

Oleh itu, wilâyah tasyri’i Ilahi pada masa ghaibat maksum diserahkan kepada seorang fakih adil – yaitu orang yang paling sesuai dan paling dekat kepada Imam Maksum. Wali fakih harus berada pada derajat tertinggi keadilan (‘adâlah) dan hal ini meski bukan merupakan kemaksuman (ishmah), namun berada pada tingkatan yang lebih rendah. Tingkatan lebih rendah dari kemaksuman yaitu ‘adâlah ini dimiliki oleh deputi dan penggantinnya (fakih adil).

Demikian juga, penguasa (hakim) Islam harus merupakan seorang juris (yaitu pakar dalam masalah keislaman dan seorang mujtahid) yang kendati sekali-kali tidak akan sampai pada ilmu Ilahi para Imam Maksum As, namun berada setingkat di bawah mereka, sebagai pengganti syarat ilmu Ilahi. Karena itu, Imam Khomeini berkata, “Cabang dari wilâyah tasyri’i imam (wilâyah politik) dikarenakan absen dan ghaibnya, diserahkan kepada deputi umumnya dan wilâyah politik fakih merupakan perpanjangan tangan wilâyah para nabi dan wali serta sederajat dengan wilâyah politik mereka.[2]

Dari apa yang telah dijelaskan di atas menjadi maklum bahwa wilâyah fakih pada hakikatnya adalah wilâyahfaqâha” (kefakihan) dan “’adâlah” (keadilan). Artinya seorang fakih (sebagai pribadi) tidak memiliki wilâyah melainkan kefakihan, sifat adil yang terdapat pada dirinya yang memiliki wilâyah. Dan wilâyah ini diserahkan oleh Imam Maksum dalam kerangka deputi umum.[3] Apabila salah satu syarat asasi ini tidak dimiliki maka wilâyah akan mentah dengan sendirinya.[4]

Karena itu, sebagaimana yang Anda sebutkan bahwa janji Tuhan (‘ahd Ilahi) tidak akan sampai kepada orang-orang zalim, atas dasar ini, syarat asasi penguasa Islam pada masa ghaibat – lantaran syarat kemaksuman tidak tersedia – adalah keadilannya (‘adâlah).

Adapun bahwa pada pemerintahan Islam (Iran), seorang aparat atau pejabat yang melakukan kesalahan atau melakukan kejahatan, maka hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan wali fakih, terkhusus bahwa wali fakih adalah seorang adil maka begitu informasi tentang tidak layaknya penjara Kahrizak, ia memerintahkan penutupan penjara tersebut. Sebagaimana pada masa pemerintahan Rasulullah Saw dan demikian juga pada masa pemerintahan Imam Ali As juga sebagian petugas dan beberapa aparat yang melakukan kesalahan dan kejahatan!

Namun patut disebutkan di sini bahwa penyandaran berita-berita yang tidak dapat diandalkan atau berita yang banyak berisikan dusta atau tudingan akan adanya sodomi dan semisalnya yang disandarkan kepada negara Islam (Iran) yang didasari oleh kepentingan politik, tidak bersandar pada fakta yang ada. Dan ada baiknya Anda tidak menyampaikan hal-hal seperti ini yang sama sekali tidak memiliki bukti atas tudingan tersebut, lantaran tidak berguna bagi dunia dan akhirat Anda serta sesuai dengan prinsip kehati-hatian (ihtiyath) dimana Imam Ali As bersabda, “Akhuka dinuka fahtath lidinik.” (Agama Anda adalah saudara Anda maka berhati-hatilah terhadapnya).[5]



[1]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2868 (Site: 5199).  

[2]. Silahkan lihat, Imam Khomeini, Shahifah Imâm, jil. 19, hal. 403, Muassasah Tanzhim Atsar-e Imam Khomeini, Cetakan Keempat, Teheran, 1386.  

[3]. Deputi umum bermakan bahwa dalam riwayat disebutkan pelbagai syarat dan tipologi  seorang deputi namun tidak ditentukan seseorang tertentu. Silahkan lihat, Wilâyat-e Faqih, hal. 178-184, Markaz Nasyr-e Isra, Cetakan Pertama, Qum, 1378. Ahmad Waizhi, Hukumat-e Islâmi, hal. 148-164. Markaz Mudiriyat-e Hauzah ‘Ilmiyah Qum, Cetakan Kedua, Qum 1381. Muhammad Hadi Ma’rifat, Wilâyat-e Faqih, hal. 122-129, Intisyarat al-Tamhid, Cetakan Kedua, Qum, 1377.

[4]. Imam Khomeini, Shahifah Imâm, jil. 11, hal. 306; jil. 10, hal. 352. 

[5]. Syaikh Hurr ‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 27, hal. 167, Muassasah Ali Al-Bait, Qum, 1409 H.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...