Advanced Search
Hits
16725
Tanggal Dimuat: 2009/06/17
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana mungkin seratus ribu lebih jumlah sahabat yang hadir di Ghadir Khum dan mendengarkan hadis al-Ghadir namun tiada satu pun dari mereka yang melontarkan kritikan dan protes di Saqifah?
Pertanyaan
Bagaimana mungkin seratus ribu lebih jumlah sahabat yang hadir di Ghadir Khum dan mendengarkan hadis al-Ghadir namun tiada satu pun dari mereka yang melontarkan kritikan dan protes di Saqifah?
Jawaban Global

Akar peristiwa al-Ghadir menurut nukilan sejarah merupakan peristiwa yang telah ditetapkan dan dibuktikan validitasnya.

Para penulis sejarah dengan merekam pelbagai peristiwa dan menukil turun-temurun kisah ini dan menjadi sandaran masyarakat melalui jalan yang beragam, mengakui kebenaran masalah ini.

Sedemikian masalah ini argumentatif sedemikian sehingga ia dapat dijumpai pada sastra, teologi, tafsir, dan bahkan kitab-kitab hadis standar Ahlusunnah dan Syiah dimana Nasai salah seorang ulama besar Ahlusunnah menukil hadis ini melalui 250 sanad.

Terlepas dari itu, berhimpunnya masyarakat sedemikian besar di Ghadir Khum bukan merupakan sesuatu yang tidak masuk akal, karena peristiwa al-Ghadir terjadi pada tahun sepuluh Hijriah dimana dengan menyebarnya tabligh untuk Islam banyak orang yang condong untuk memeluk Islam Terkhusus kewajiban Haji yang merupakan salah satu syiar Ilahi, Nabi Saw mengumumkan pada tahun itu bahwa beliau akan ikut serta dalam musim haji tahun itu dan secara langsung beliau sendiri yang akan mengajarkan hukum-hukum haji pada tahun itu.

Sekarang pertanyaan yang mengemuka adalah mengapa masyarakat yang sedemikian besar, tidak melancarkan protes dan memilih jalan untuk bungkam di hadapan penyelewengan Saqifah!? Bukankah hal ini menegaskan bahwa hadis Ghadir tidak menandaskan dan menunjukkan wilayah Imam Ali As?!

Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa sejatinya secara umum tiadanya protes para sahabat di Saqifah dapat digugurkan dan dibatalkan; karena para sahabat besar seperti Salman, Miqdad, Thalha dan sebagainya melancarkan protes kepada para pembesar Saqifah dan bahkan Zubair menghunuskan pedangnya di hadapan para pembesar Saqifah.

Dalam masalah ini, terdapat ragam kelompok sahabat dalam menyikapi hadis al-Ghadir. Ada sekelompok sahabat yang memilih untuk diam; atau demi untuk menjaga kemaslahatan dan menghindar dari perpecahan dan perberaian, seperti yang dilakukan Abbas paman Nabi Saw, atau di antara mereka ada yang gentar dan takut dari ancaman para antek khalifah ketika itu. Atau di antara mereka banyak mendapatkan keuntungan dengan berkuasanya kelompok Saqifah. Seperti banyak di antara sahabat yang baik atau mereka yang dari golongan Bani Umayyah. Sebagaimana terdapat kelompok lainnya bukan karena ancaman atau larangan, karena mereka mengenal Ali sebagai penguasa yang ingin menyebarkan keadilan, mereka menolak untuk menentang penyimpangan di Saqifah ini. Dan terakhir, sebagian dari mereka juga, didasari oleh kebodohan dan ketidaktahuan, mengira bahwa Abu Bakar itu adalah Ali As yang dipilih oleh Nabi Saw sebagai khalifah oleh karena itu mereka memilihnya sebagai khalifah dan membaiatnya.

Imam Ali juga sesuai dengan wasiat Nabi Saw bertugas untuk tidak membiarkan komunitas Muslimin ini bercerai-berai dan terpecah belah, karena itu beliau puluhan kali melancarkan protes pada pelbagai kesempatan dengan bersandar pada hadis al-Ghadir meski protes dan penentangannya ini terbatas pada penentangan lisan saja.

Jawaban Detil

Dalam menjawab pertanyaan ini terdapat dua kemungkinan: Kemungkinan pertama yang dapat diasumsikan adalah bahwa tiada dari kalangan sahabat yang melancarkan  protes terhadap keputusan Saqifah dan adanya pengingkaran terhadap akar peristiwa al-Ghadir; Kemungkinan kedua yang dapat diasumsikan adalah tentang akar peristiwa al-Ghadir dan tiadanya protes para sahabat serta pengingkaran terhadap petunjuk hadis al-Ghadir atas wilayah (khilafah) Imam Ali As.

Untuk menjawab dua kemungkinan ini cukup bagi kita menetapkan akar peristiwa Saqifah melalui nukilan sejarah sebagaimana berikut ini.

Banyak kitab-kitab sejarah dari kalangan Sunni dan Syiah mengakui nukilan peristiwa al-Ghadir ini[1] dan memandangnya sebagai sesuatu yang pasti telah terjadi dalam sejarah kaum Muslimin.

Khalil Abdulkarim, salah seorang ulama kiwari Ahlusunnah, dalam pembahasan pengumpulan al-Qur’an, menulis: “Bilangan para sahabat Nabi Saw, pada haji al-Widâ’ (haji perpisahan, dimana peristiwa al-Ghadir terjadi ketika itu) adalah sejumlah seratus dua puluh empat ribu.”[2] Demikian juga Ibnu Katsir menulis, “Riwayat-riwayat dan hadis-hadis tentang peristiwa Ghadir Khum sangat mutawatir dan kami menukil peristiwa tersebut, sesuai dengan kemampuan kami (sebagian darinya).[3]

Terlepas dari kitab-kitab sejarah yang disebutkan, dalam kitab-kitab hadis Ahlusunnah, terdapat banyak riwayat yang menukil hadis Ghadir ini. Sebagian dari mereka menyebutkan hadis ini dengan satu kandungan dengan jalan yang berbeda-beda. Dimana sebagai contoh, Nasai menukil hadis ini dengan dua ratus lima puluh sanad.[4]

Kesemua ini merupakan bukti atas banyaknya jumlah sahabat pada peristiwa Ghadir Khum sehingga tidak menyisakan lagi keraguan dan sangsi, bukan pada akar peristiwa Ghadir, juga bukan pada banyaknya jumlah bilangan sahabat yang hadir ketika itu.

Terlepas dari itu, berkumpulnya manusia sedemikian besar dan banyak di Ghadir Khum ini bukan merupakan sesuatu yang tidak masuk akal, karena peristiwa Ghadir Khum, terjadi di daerah yang bernama Rabigh,[5] sebuah daerah yang letaknya kurang-lebih dua ratus kilometer dari Mekkah. Sebuah persimpangan jalan-jalan menuju Irak, Madinah,[6] Mesir dan Yaman. Dengan demikian, seluruh haji tatkala mereka usia menunaikan ibadah haji, mau-tak-mau, harus melintasi daerah ini untuk kembali ke tempat mereka masing-masing.

Dari sudut pandang kondisi waktu juga harus dikatakan bahwa peristiwa Ghadir Khum, terjadi pada 18 Dzul-Hijjah akhir bulan tahun ke-10 Hijriah.[7] Namun pada tahun itu, jumlah orang yang hadir lebih banyak dari pelaksanaan haji sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak ayat yang diwahyukan bahwa haji merupakan salah satu dari syiar Allah, dan dengan gencarnya tabligh Islam, banyak masyarakat dari pelbagai strata yang memeluk agama Ilahi ini.

Dari sisi lain, karena Nabi Saw menginstruksikan sebelum berangkat haji untuk mengumumkan bahwa beliau sendiri akan turut serta pada musim haji tahun itu dan mengajarkan langsung hukum-hukum haji.[8]

Seluruh sebab-sebab ini berujung hingga tahun tersebut, jumlah bilangan haji sangat banyak dari tahun-tahun sebelumnya dan karena peristiwa Ghadir Khum terjadi di Rabigh, lantaran kaum Muslimin belum lagi berpencar untuk pulang ke daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, peristiwa Ghadir Khum merupakan sebuah perhelatan akbar dan tiada duanya dalam sejarah kaum Muslimin.

Kemungkinan kedua bahwa bagaimana mungkin para sahabat meski mereka melihat peristiwa Ghadir Khum secara langsung dan mendengar sabda Rasulullah Saw serta baiat yang disampaikan kepada Ali As, mereka malah memilih orang lain untuk urusan khilafah yang merupakan urusan Ilahi ini? Hal ini menegaskan bahwa hadis Ghadir Khum tidak menunjukkan pada wilayah (khilafah) Imam Ali As.[9]

Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa, klaim tiadanya protes para sahabat terkait peristiwa Ghadir Khum merupakan klaim yang tidak benar. Dan tidak sedikit para pengikut sejati yang tetap setia memegang teguh baiat dan ikrar mereka serta melarang para pembesar Saqifah dari tindakan berbahaya mereka.

Imam Ali As yang menjalankan wasiat Nabi Saw untuk tidak membiarkan kaum Muslimin bertikai dan berpecah belah, karena itu beliau hanya melakukan penentangan lisan dan tidak mengangkat senjata untuk melaksanakan titah Ghadir Khum. Beliau tidak membaiat Abu Bakar selama Fatimah As masih hidup. Tatkala Fatimah As syahid, Imam Ali terpaksa dan berdasarkan pada kemaslahatan memberikan baiat kepada Abu Bakar. Namun beliau menyampaikan protes lisannya pada pelbagai kesempatan dengan bersandar pada hadis Ghadir.

Sahabat-sahabat besar seperti Salman, Abu Dzar, Thalha, Zubair[10] dan lainnya angkat suara menentang keputusan Saqifah dan tidak memberikan baiat mereka kepada Abu Bakar. Melainkan mereka tidak mencukupkan diri saja dengan protes ini, bahkan mereka menghunus pedang di hadapan para pembesar Saqifah.[11]

Sebagian lainnya seperti Abbas paman Nabi Saw, kendati ia tidak menyatakan penentangan secara terang-terangan, karena ingin menghindar dari pertumpahan darah dan perpecahan. Namun ia juga tidak menyatakan sokongan terhadap pembesar Saqifah dan tidak memberikan baiat kepada mereka.[12]

Dari sebagian penentangan secara praktik, sekelompok besar sahabat dan juga penyandaran berketerusan Imam Ali terhadap hadis Ghadir Khum pada pelbagai kesempatan menandaskan bahwa apa yang ditegaskan oleh hadis Ghadir ini sebagai penunjukan khilafah dan wilayah Amirul Mukminin As adalah penunjukkan yang lengkap dan sahih.

Akan tetapi masyarakat awam yang hadir pada peristiwa Ghadir Khum berada pada dua posisi. Sebagian mereka banyak mengambil manfaat dari kejadian Saqifah, atau dalam kondisi terpaksa atau mendapatkan ancaman sehingga memberikan baiatnya kepada para pembesar Saqifah ini.[13] Atau sebagian dari mereka, tidak mendapatkan keuntungan juga tidak terpaksa memberikan baiat, namun mereka mengetahui bahwa mereka tidak kuasa berada di bawah kekuasaan Ali bin Abi Thalib atau mereka memiliki dendam kepadanya, karena kebanyakan dari kabilah orang-orang Kafir atau Musyrikin yang terbunuh dalam pelbagai medan perang. Sebagian lainnya disebutkan bahwa mereka memberikan baiat kepada Abu Bakar karena dasar tidak tahu. Mereka adalah orang-orang yang mendengar peristiwa Ghadir dan menyangka bahwa Abu Bakar itu adalah Ali As yang mendapatkan rekomendasi wilayah dari Nabi Saw lalu mereka membaiatnya.[14][]

 

Referensi untuk telaah lebih jauh:

1.       Ghadir, Sanad-e Ghuyâ-ye Wilâyat, Geruh-e Ma’arif wa Tahqiqat-e Islami.

2.       Al-Ghadir, Syaikh Abdulhusain Amini, 11 jilid.

3.       Al-Tanbih wa al-Asyrâf, al-Mas’udi, 1 jilid.

4.       Farâzha-ye az Târikh-e Payâmbar-e Islâm, Ja’far Subhani.

5.       Mujtma’ al-Yatsrib, Khalil Abdulkarim.

6.       Târikh Ya’qubi, Ahmad Abi Ya’qubi bin Ja’far bin Abi Wadhih.

7.       Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, al-Hafizh bin Katsir Dimasyqi.

8.       Mu’jam Lughah al-Fuqahâ, Muhammad Qul’aji.

9.       Asrâr Âli Muhammad Saw, Salim bin Qais Hilali.

10.   Farâid al-Simthain, Ibrahim bin Muhammad Juwaini Khurasani.

11.   Al-Saqifah wa al-Fadak, Abi Bakar Ahmad bin Abdulaziz Jauhari.

12.   Syarh Nahj al-Balaghah, Ibn Abil Hadid.

13.   Jamal, Syaikh Mufid.

14.   Syarh Ushul Kafi, Maula Muhammad Shalih Mazandarani.

15.   Al-Mi’yâr wa al-Mawâzinih, Abi Ja’far al-Askafi.



[1]. Târikh Ya’qubi, Ahmad Abi Ya’qub bin Ja’far bin Abi Wadhi, jil. 2, hal. 112.  

[2]. Mujtma’ al-Yatsrib, Khalil Abdulkarim, hal. 20.  

[3]. Al-Bidâyah wa al-Nihâyah, al-Hafizh bin Katsir Dimasyqi, jil. 5, hal. 213.  

[4]. Ghadir, Sanad-e Ghuya Wilâyat, Geruh Ma’arif wa Tahqiqat Islami, hal. 15.  

[5]. Ibid, hal. 7.

[6]. Al-Ghadir, Syaikh Abdulhusain Amini, jil. 1, hal. 8.  

[7]. Al-Tanbih wa al-Asyrâf,  al-Mas’udi, hal. 222

[8]. Farâzha-ye az Târikh-e Payâmbar-e Islam, Ja’far Subhani, hal. 504.

[9]. Saqifah berarti tempat yang memiliki atap untuk tempat berlidung. Mu’jam Lugha al-Fuqaha, Muhammad Qal’aji, hal. 264.

[10]. Farâidh al-Simthaîn, Ibrahim bin Muhammad Juwaini Khurasani, jil. 2, hal. 82.

[11]. Al-Saqifah wa al-Fadak, Abi Bakar Ahmad bin Abdulaziz Jauhari, hal. 50.  

[12]. Syarh Nahj al-Balâgha, Ibn Abi al-Hadid, jil. 1, hal. 73.  

[13]. Jamal, Syaikh Mufid, hal. 59; Syarh Ushul Kâfi, Maula Muhammad Shaleh Mazandarani, hal. 260.  

[14]. Al-Mi’yâr wa al-Mawâzinih, Abi Ja’far al-Askafi, hal. 19-23.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261252 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246366 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230153 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215022 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176347 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171637 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168133 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158190 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140983 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134061 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...